Stok Es Krim

143 7 8
                                    

Terik mentari kian menyengat kala jam telah menunjukkan pukul satu siang. Sinar mentari kian terasa menusuk hingga ke tulang. Peluh mengalir bak air terjun terus mengalir walau telah diusap.

Dimas, Jamal, dan Juan terlebih dahulu bersandar pada rerumputan depan rumah. Netra ketiganya menajam bersama dengan kening yang mengernyit. Satu truk makanan dengan tersedia pendingin, terlihat hendak berhenti di rumah mereka. Senyum jahil terlukis di bibir Doyoung setelah mendengar bisikan ide jahil si tengah.

"Apa yang kalian rencanakan?" tanya Jamal penasaran dengan topik bisikan kakak dan adiknya.

Doyoung menulikan pertanyaan Jamal, Jungwoo tersenyum jahil ke arah salah satu kakaknya. Jamal mengernyitkan dahi kian penasaran dengan apa aksi lagi yang akan dilakukan saudaranya.

"Ayo Mas, kita masuk saja lebih sejuk."

Jamal menyusul langkah Juan telah terlebih dahulu tengkurap di ruang keluarga. Berbeda dengan si sulung justru telah tak menampakkan batang hitung. Jamal mengangkat bahu acuh berpikiran kemungkinan sang kakak tengah membersihkan diri.

"Ma!" pekik si bungsu riang kala melihat kakak keduanya tengah bersantai di karpet.

Juan tengah menikmati segelas air dingin seketika terperanjat, melihat Jamal tiba-tiba ditindih si bungsu. Jamal meringis dengan pergerakan tiba-tiba sang adik. Si bungsu memang tak seberat Rafathar, tetapi mendapat perlakuan tiba-tiba tetaplah membuat dirinya terbatuk-batuk.

"A--adek turun du--dulu ya tolong," pinta Jamal.

Rayyanza menekuk wajah kesal. Dia rindu pada salah satu kakaknya tersayang, tetapi kala hendak melakukan quality time justru sang kakak mengusirnya. Aja menurut menyingkir dari atas perut Jamal. Jamal menghela nafas lega mampu kembali bernafas normal. Aja menatap kesal Jamal lalu berganti target ke salah satu kakak kepepetnya tetapi sama-sama dia sayang. Yaps, Juan.

"Bang!" Aja memeluk erat kaki Juan tengah meneguk isi cangkir. Lebih tepatnya isi cangkir rahasia telah dia siasati.

Juan dengan santai hanya melirik kecil si bungsu. Dia meletakkan asal cangkir, lalu menggendong si bungsu agar duduk di meja dapur, selagi tak dipantau suster pengasuh ataupun orang tua.

"Bang hari gimana?" Pertanyaan polos si bungsu membuat Juan tak henti-henti menjawil pipi Aja secara bergantian.

"Kebalik Dek," tegur Juan membenarkan.

Aja memiringkan kepala keheranan tetapi setia menanti kelanjutan perkataan sang Abang. Juan menepuk-nepuk kepala si bungsu dengan gemas.

"Harusnya itu hari Aja gimana? Gimana sekolahnya? Diajarin apa aja? Ncus mana? Mama mana? Aa Rafa mana?"

"Satu-satu!" protes si bungsu sangat kesal.

Juan mengayunkan dagu mengode untuk Jamal terjemahkan. Jamal menghampiri kedua adiknya tengah berada di dapur.

"Maksudnya Aja suruh tanya satu-satu," jelas Dimas santai dari arah anak tangga.

Juan menahan kekehan menerjemahkan penampilan Dimas dan isi kulkas. Jamal mencium aroma siaga pun memilih tetap bertahan di dapur sebelum rengekan si bungsu memenuhi rumah.

"Aja mau turun!"

Juan kembali membantu si bungsu untuk turun kali ini. Si bungsu beralih merengek ke si sulung. Si sulung dengan jahil justru mengabaikan walau melihat si bungsu. Aja tak menyerah walau diabaikan, dia mengikuti tiap langkah Dimas. Dimas bergeming kala tangan penuh busanya justru bersiap menggendong.

Si bungsu menggelengkan kepala kesal karena tak ingin terkena noda. "No no."

"Ya udah tunggu sebentar."

Juan dan Jamal bertopang dagu mengamati interaksi si bungsu dan si sulung tengah mode romantis. Selesai dengan urusan alat makan dia gunakan, Dimas kini menggendong si bungsu.

"Aa ayo makan es sama Aja."

"Bilang apa, Mal?" tanya Dimas kepada Jamal yang lebih paham kamus bayi dan balita.

"Ajak makan es si bungsu."

"Ish Aja ya Bang bukan bungcu!"

"Huuuuu~ Abang huuuu!" seru Dimas, Jamal, dana Rafathar baru masuk rumah.

"Aa Dimas doang nih yang diajak?" goda Rafa dengan jahil.

"Semua!" pekik Aja dengan riang. Es krim dan balita rasanya rata-rata percaya bahwa dua hal sukar jauh.

Masih dengan bantuan Dimas untuk membuka bagian kulkas. Aja dengan gigih mengobrak-abrik isi bagian es krim, sembari memanjangkan leher barangkali netranya yang salah lihat. Dimas mengalihkan pandangan, mengigit bibir guna menahan tawa sebelum suara tangis menggema.

Kembar Beda Generasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang