Hi guys! Maaf lama update huhuhu
Lapar tapi tidak lapar. Ingin mengunyah tapi tak ingin juga disaat bersamaan. Perut berbunyi tapi tidak se-bergemuruh itu. Pernahkah kalian merasa demikian? Atau justru tengah merasakan hal tersebut? Apabila iya maka kalian akan satu perasaan dengan dirasakan oleh ketiga jagoan Papa Raffi tengah berkumpul.
Si tengah tak terhitung lagi membasahi bibir, seraya otak melalang buana membayangkan hidangan impiannya. Mulutnya spontan mengunyah tanpa isi. Jamal lebih memilih dengan iseng melihat video mukbang.
"Aa sama Mas gak kepengen ngunyah gitu?"
Dimas menimang-nimang jawaban tepat, sekaligus merasakan dirinya sendiri. "Aa gak laper."
"Mas juga."
Juan menekuk wajah kesal seraya memajukan bibirnya beberapa centi. Rafathar baru pulang dari les seketika ikut berbaur bersama ketiga kakaknya.
"Mas, adek dimana?"
"Biasa jadi ekor Mama kemana-mana." Dimas dan kebiasaannya dalam julid. Begitulah Dimas justru menyahut pertanyaan putra keempat father dan mother.
Keheningan melanda keempat jagoan Malik Ahmad. Keheningan tersebut terpecahkan kala terdengar suara konser dari perut Rafathar.
"Laper Dek?"
Rafathar menggelengkan kepala malas. Bagaimana caranya dia bisa memiliki rasa lapar, apabila sang Mama justru memberikan bekal sebanyak porsi hajatan? Sehingga beberapa temannya dia bagi, walau sang Mama mengatakan sengaja diberi banyak agar sang putra lebih berisi.
Kini berganti giliran dengan Juan bertanya sembari tersenyum puas. "Beneran gak laper? Kok perut bunyi?"
"Sakit perut kebanyakan makan ya, Bang," jawab Rafathar jujur.
Doyoung memang menyimak tetapi ide brilian sekaligus jahil bercampur paur secara rata dalam benak. "Perutmu sakit gak Dek?"
Lagi-lagi Rafathar membalas dengan anggukan kepala saja. Dimas tersenyum jahil, tampaknya ide dia miliki akan sangat berguna dan tepat.
"Yoghurt yuk biar Aa ambilin di kulkas."
Jamal, Juan, dan Rafathar menyimak Dimas telah berlalu dari ruang keluarga. Ntah kecurigaan mereka tak berdasar, atau kecurigaan dengan memiliki peluang kenyataan. Beberapa kali tumpukan yoghurt kemasan sachet dari suatu merk terjatuh. Jamal tersenyum pasrah mencium aroma kesiagaan.
"A!" seru ketiga adik Dimas dengan kompak.
Dimas mengangkat sebelah alisnya dengan santai. Salahkah dirinya? Memang dia salah bagaimana? Apa yang dia lakukan hingga ketiga adiknya tampak sangat terkejut? Bukankah niatnya termasuk niat baik, dengan mengambil stok yogurt milik si bungsu untuk diberikan pada ketiga adiknya.
"Nah gini dong, A. Tapi Aa bilang gak lapar, kenapa ngambil banyak?"
Dimas mengayunkan bahu acuh, menyembunyikan ide kejahilan dirinya. Jamal justru kian yakin dengan kejadian berikutnya yang akan terjadi.
Tak seperti Juan dan Rafathar tengah lahap, menghabiskan bungkusan-bungkusan yogurt dengan tenang. Dimas juga telah menghilang beralasan apabila salah satu teman rantau mereka saat menjadi trainee member boygroup menelfon.
Kaki-kaki mungil nan gembul itu berjalan sembari melompat kecil. Kala mengingat apabila jam ini telah menunjukkan pukul saat dirinya tengah menikmati yogurt.
"Ma."
"Mama!"
"Ma--Mama!" pekik si bungsu di tengah isakan menahan kekesalan.
Dengan langkah lebar membuat rumah menggema dan tergesa-gesa, wanita cantik walau telah memiliki lima putra itu seketika menuju ke dapur. Dia spontan menggendong si bungsu.
"Ada apa sih, Dek?"
Si bungsu menatap penuh harap ke sang Mama, bermaksud merengek serta melaporkan. Mama Gigi menatap si bungsu penuh tanya, hingga tanpa sadar mengerutkan dahi. Si bungsu justru menangis kencang merasa kesal karena sang mama tak peka.
Si bungsu kian histeris dan sang Mama tak menangkap arti rengekan si bungsu tanpa menjelaskan. Jamal, Juan, dan Rafathar sehabis membuang bungkusan yogurt seketika melingkar di depan sang Mama dan si bungsu.
"Ada apa, Ma?"
"Kenapa, Dek?"
"Ada apa, Ma, Dek?"
Bukan tawa receh nan hangat mengisi rumah, melainkan jeritan tangis si bungsu justru memadati isi rumah. Mama Gigi menimang-nimang si bungsu agar lebih tenang.
"Gak tahu ini coba sama kalian deh barangkali adek anteng."
Baru saja Mama Gigi hendak mengulurkan balita berusia dua tahun, ke salah satu kakaknya yang lain. Si bungsu justru meronta-ronta seraya mendekap erat leher sang Mama. Juan memiringkan kepala kebingungan. Tak menyerah Rafathar justru semakin menyembunyikan wajahnya.
"Dek, kenapa?" Rafathar bertanya dengan mengintip sang adik dari bawah.
Kesal dengan kedua kakaknya tak lelah-lelah bertanya, membuat Rayyanza meremas kesal tangan Jamal tengah menjahilinya.
"Mama!"
"Eh, adek! Abang sama Aa kan nggak tahu adek kenapa. Mama juga gak tahu ada apa. Mas juga diam saja tapi kok malah Adek remas tangan Mas."
Lelah menangis membuat si bungsu pada akhirnya hanya menyisakan isakan. Rayyanza menarik ulur ingusnya. "Mory adek (**mory Adek)."
"Kenapa? Kan Mama habis beliin banyak Minggu lalu. Aja juga Mama bolehin nyemil yogurt hari ini, terus ada apa kok nangis?"
Jeritan tangis kembali mengisi rumah. Panggilan baru saja terputus membuat Dimas hendak kembali keluar kamar. Mendengar tangisan sang adik, membuat dia merasa bersalah telah menjahili si bungsu. Tetapi anehnya ntah mengapa dia juga heran, mengapa rasanya serasa kurang bila tak menjahili si bungsu?
"Hilang mory hilang!" jelas si bungsu pada akhirnya,. membuat Mama dan kedua kakaknya seketika bertanya-tanya. Mengapa dua saja? Karena Jamal telah memperkirakan hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar Beda Generasi
FanfictionUpdate setiap Kamis/Jumat "Aja mirip siapa?" "Mirip Aa Dimas." "Ma! Aa Dimas! Mie dan telor adek!" "Loh-loh padahal telur yang makan Bang Juan tapi Aa lagi. Mas Jamal jawab dong jadi saksi kok diem," perintah Doyoung pada Jaehyun sedari tadi asyik b...