Sendirian Di Rumah

68 4 0
                                    

"A, warna."

"A Di, blue."

"Mas Ja, jo!"

"Ih blue Aa blue bukan oyen."

"Ba! No no no no Ba! Coloring not oret-oret!"

Yaps, beginilah ocehan si bintang dengan keempat penjaganya. Kelimanya tengah kompak ditinggal sendiri, oleh father dan mother untuk melakukan perjalanan bisnis beberapa hari di luar negeri.

Si bungsu memilih mewarnai di tengah dengan buku gambar sempat di stok sang Mama. Ocehan dengan logat setengah cadel membuat interaksi terkesan hangat terjadi di ruang keluarga. Tangan mungil dan gembilnya telah dipenuhi aneka warna.

Keempat kakaknya melingkar membentengi si bungsu. Fokus semula membantu buku warna si bungsu, teralihkan kala mendengar suara si bungsu mulai mengantuk.

"Ngantuk Dek?" tanya Rafathar, dari posisi di hadapan sang adik.

Tidak menggelengkan kepala menolak atau bersuara. Si bungsu justru mengabaikan kakak keempatnya dengan lanjut mewarnai.

"Kok sunyi?" celetuk si sulung terlebih dahulu merasakan keheningan. Ya, sebenarnya tadi juga hening karena si bungsu fokus mewarnai tapi ntah mengapa kali ini terasa berbeda.

Juan melepaskan genggaman tangannya pada krayon si bungsu. Keempat bersaudara itu seketika menatap pada makhluk mungil di antara mereka. Jamal kebetulan juga di hadapan si bungsu, karena di samping Rafathar seketika melirik si bungsu.

"Gimana Mas?" tanya Juan penasaran.

"Tidur nih anaknya."

Dimas menggeleng-gelengkan kepala heran. Tadi saja si bungsu menolak tidur siang, namun kini nyatanya diam-diam telah menyelami alam mimpi.

"Ya udah biar Aa yang pindahin si Aja "

Jamal, Juan, dan Rafathar tersisa memilih untuk merapikan kegaduhan di ruang keluarga dengan membagi tugas. Dimas meletakkan perlahan tubuh si bungsu. Kakinya berlutut di atas karpet bulu kamar si bungsu.

"Lo kalau diem kok gue langsung bosen ya Ja. Aha, Aa punya ide."

Dengan langkah pelan-pelan agar si bungsu tak terbangun dalam gendongan. Dimas mencari kunci mobilnya tanpa melewati ruang keluarga. Garasi menjadi tujuan pertama sebelum mobilnya berpindah menjadi terparkir di depan gerbang.

Satu pesan dari grup
Aa Dimas M.A
| Kalian udah selesai beres-beres atau belum?
| Kalau udah tolong ke luar
| Udah selesai belum? Buru ganti baju dan ke luar.

Ketiga penghuni tersisa ruang keluarga saling pandang sejenak, kala pesan grup diisi keempatnya mendapatkan notifikasi dari si sulung. Keluar? Kemanakah? Bukankah lelaki itu  baru saja beberapa saat lalu memindahkan tidur si bungsu?

Satu pesan baru belum terbaca
Aa Dimas M.A
| Buru woy keburu si Aja bangun malah heboh ntar.

Dengan rasa penasaran dan mengesampingkan kecurigaan, ketiganya secepat kilat bersiap sebelum si sulung mengeluarkan tanduk kesabaran habis.

"Aa kita mau kemana?" Rafathar bertanya melalui celah pintu samping kemudi.

Dimas tengah memainkan mencari lagu penenang agar si bungsu kian terlelap, seketika terperanjat terkejut kala suara salah satu adiknya menyapa tiba-tiba. Dimas meletakkan jari telunjuknya di bibir bermaksud agar lebih mengecilkan suara.

"Udah buru naik jangan berisik nanti Aja bangun," perintah Dimas dengan suara berbisik.

Juan yang terbiasa duduk di depan saat si sulung yang menyetir, seketika berbalik arah kala posisi seharusnya telah dihuni oleh si bungsu. Kecurigaan terbesit mengembungkan rasa waspada.

"Loh kok Abang di sini?" tanya Jamal keheranan.

"Udah ada yang isi, Mas."

"A ini kita mau kemana?" Tak tahan dengan si sulung menguji kesabaran dan tak menyebutkan tujuan. Membuat Rafathar kembali mengulang pertanyaan.

"Aa bosen jadi sekalian aja cari tempat lebih sejuk buat si bungsu tidur lebih lama."

Kening ketiga penghuni kursi belakang kemudi spontan mengerut heran dan curiga.

Kembar Beda Generasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang