Hai Kakak-kakak 🌝 Masih ada yang baca? Mohon maaf untuk berabad-abad lupa update 🙏
Curiga bersandang namun tak mendapatkan jawaban pasti, membuat Papa lima buntut anak itu seketika rasa bersalah karena jadwal pulangnya terulur. Rasa bersalah terhadap sang istri tentu ada. Mengingat dia selalu mengutamakan memberi informasi pada sang istri.
Kesibukan yang padat membuat notifikasi handphone, terbutakan dan tertulikan seketika. Helaan nafas lega kala setidaknya baterai handphone tak terkuras, mungkin sang asisten yang membantu meng-charger. Netranya terbelalak sempurna kala melihat notifikasi.
One notification from the WhatsApp group and other (Satu notifikasi dari WA grup dan lainnya)
Istriku
| Pa
| Papa masih sibuk ?
| Papa jadi pulang?
| Udah sampai mana?
| ...My Little Familly (The Malik Ahmad)
Istriku
| Aa, Mas, Abang, Rafa Mama titip rumah ya.
| Hati-hati kalian. Jangan macam-macam.
|Abang Juan
| Ma, share location please.
Mas Jamal
| Loh Mama dimana? Kok Juan minta shareloc
Aa Dimas
| Gak jadi panggil dokter, Ma?
Istriku
| Location
| Gak A, adek udah makin demam.
Abang Juan
| Makasih Ma, besok Abang ke sana deh gantiin jaga.
Istriku
| Kalian di rumah aja tunggu Papa pulang.
Mas Jamal
| Juan, Mas juga ikut kalau ke rumah sakit.
| Mama ada yang mau dibeliin atau bawain?
Abang Juan
| Ma, adek belum dapet kamar ya?
Istriku
| Oh ya lupa Mama kalau si adek udah dapet kamar.
| /Foto nomor dan bagian ruang rawatPapa Raffi semula terkejut hingga membelalakkan mata kala membaca rentetan notifikasi, lalu beralih mengutamakan notifikasi grup keluarga kecilnya seketika mengernyit. Otaknya diam-diam menghitung kala merasa kejanggalan. Ah, ternyata pusat kejanggalan ada pada respon si sulung.
Kemanakah si sulung? Ada apa dengan si sulung? Mengapa si sulung tak ikut merespon di grup? Apakah terjadi sesuatu dengan si sulung? Dan kamar apa yang dimaksud putra tengahnya? Ganti jaga? Apa hal dia lewatkan?
[Halo, Pa.]
Lamunan masih mengapung seketika tenggelam dengan kesadaran. Papa Raffi menatap handphone-nya, baru tersadar apabila ternyata menelfon si bungsu.
"Aa, ada dimana?"
[Rumah, Pa. Ada apa memangnya?]
"Mas dan Abang?"
Tanpa Papa Raffi lihat dan sebatas mampu menyimak keheningan. Dimas di seberang sana tengah bergeming, mencerna maksud sang Papa. Apakah Papanya belum mengetahui? Atau memang tak diberi tahu? Apa yang harus dia katakan agar tak menimbulkan kesalahan?
"Aa, Dimas Malik Ahmad."
[I--iya Pa?]
"Setengah jam lagi Papa tiba di rumah. Ayo bicara dan jelaskan. Mengerti, Nak?"
Jawaban sama menjadi penutup Papa Raffi sebelum menekan ikon mematikan panggillan. Sesuai apa yang dia perkirakan, kini dia telah tiba di rumah. Netranya mengedarkan pandangan. Otaknya kian heran kala hening ruang langsung menyapanya.
Biasanya saja si tengah dan sulung telah kompak menghampirinya. Jamal dan Dimas yang kompak mengangkut barang, namun kini sambutan pulang kerja adalah keheranan.
"Adek Aja!"
"Ra--Oh ya lupa kalau tuh anak bilang di sekolah."
"Abang!"
"Mas!"
"A--"
"Pa," panggil si sulung.
Papa Raffi mengernyitkan dahi bingung disertai kecurigaan. "Ada apa, A?"
"Adek di rawat di rumah sakit yang ada di grup keluarga," jelas si sulung membuat sang Papa langsung bergeming.
Tersadar dengan sesuatu dilupakan Papa Raffi kembali mencari keberadaan si sulung. "Ikut Papa atau nggak?"
Si sulung menggelengkan kepala dengan tatapan sendu, karena rindu dan mencemaskan sang adik tetapi juga belum berani menjenguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar Beda Generasi
FanfictionUpdate setiap Kamis/Jumat "Aja mirip siapa?" "Mirip Aa Dimas." "Ma! Aa Dimas! Mie dan telor adek!" "Loh-loh padahal telur yang makan Bang Juan tapi Aa lagi. Mas Jamal jawab dong jadi saksi kok diem," perintah Doyoung pada Jaehyun sedari tadi asyik b...