Part 1

14 0 0
                                    

BRUK

"Aduh" Arina melenguh sakit ketika bokongnya sukses menyentuh ubin akibat dirinya yang baru saja di dorong oleh seorang security yang berjaga di gedung megah yang menjadi kantor dari sebuah perusahaan makanan yang cukup terkenal di kota besar ini.

"Anda kok ngeyel banget toh saya bilangin" marah security itu sambil memelototi Arina yang berpenampilan layaknya seorang pria itu.

Jika bukan demi penyamaran dia tidak akan memakai pakaian laki- laki dan bertingkah seperti laki- laki. Ini semua dia lakukan demi almarhumah ibunya. Jika saja security ini tahu dia seorang wanita mungkin pria berbadan kekar itu tak akan semena- mena padanya.

"Anda per..."

"Ada apa ini?"

DEG

Arina menoleh ke arah belakang dan terpana melihat orang- orang yang berjalan ke arahnya dan sang security terutama pria berusia matang berkacamata yang berjalan paling depan.

"Selamat siang Pak Komisaris" sapa security bernama Agus itu hormat pada pria- pria di hadapannya.

"Siang. Ada apa Pak Agus?" tanya pria berusia sekitar lima puluhan lebih itu menatap ke arah Arina yang masih terduduk di lantai.

"Anda tidak apa- apa?" tanya pria tinggi berkacamata yang tadi berjalan paling belakang sambil menyodorkan tangan kanannya untuk membantu Arina berdiri.

Arina menerima sodoran tangan pria itu dan berdiri dengan bantuannya.

"Saya ngga apa- apa kok Mas. Terimakasih banyak" ucap Arina dengan suara yang dia buat seperti laki- laki.

Pria itu mengangguk paham sambil tersenyum lalu kembali ke posisinya semula.

"Jadi ada apa sebenarnya ini? Dan anda siapa?" tanya pria yang dipanggil komisaris tadi pada Arina yang malah semakin terpana melihat pria di hadapannya ini.

"Ini Pak. Biasa ada orang- orang aneh masuk ke kantor. Kali ini yang mengaku- aku sebagai putera Bapak komisaris" jawab Agus takut- takut ketika mengucapkan kalimat terakhirnya.

"HAH???"

"Morgan..." pria paruh baya itu mengingatkan putera bungsunya karena barusan berteriak. Kaget sih kaget. Masalahnya Morgan ini kadang suaranya tidak tahu tempat. Beruntung saat ini tak banyak orang di sekitar mereka.

Pria yang memiliki jabatan sebagai komisaris utama di perusahaan ini menilik Arina dari penampilannya dan mendadak rasa aneh berdesir dalam hatinya ketika matanya bersibobrok dengan mata anak laki- laki di hadapannya ini. Mata itu milik seseorang yang teramat dia cintai bahkan sampai hari ini pun rasa itu tak pernah hilang. Sayang mereka tak bisa bersama karena keadaan.

"Saya nggak bohong Pak. Saya memang putera Bapak Edward" ucap Arina masih menatap sang ayah di hadapannya. Ayah yang tidak pernah mengetahui keberadaannya karena ketika ayah dan ibunya berpisah dulu. Sang ayah tak pernah tahu jika kala itu sang ibu sudah mengandung dirinya.

"Tolong jangan bicara yang tidak- tidak" ucap pria yang terlihat paling tinggi yang sejak tadi hanya diam.

"Stefano, kamu sama adikmu dan Malik kembali dulu ke ruangan kalian. Papa mau bicara dulu sama..."

"Aaron. Saya Aaron" ucap Arina ketika Edward bertanya padanya.

"Papa mau bicara dulu sama Aaron"

"Tapi Pa..."

"Morgan..."

"Ayo Gan"

"Tapi Kak..."

"Ayo!" Sebagai anak paling tua dan selalu ta'at pada perintah sang Papa. Stefano membawa Morgan dan Malik beranjak dari sana meski Morgan sesekali menatap ke belakang dengan tatapan tak sukanya.

My PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang