Selamat membaca!
Jema duduk lesuh di bangkunya sambil menelusupkan wajah ke tumpukan tangan. Saat ini ia malas melakukan hal apapun, apalagi pergi keluar kelas. Walau Puput sudah memaksanya untuk ikut pergi ke kantin, tetapi jujur saja gadis itu benar-benar tak ada mood.
Baru beberapa menit lalu, jam istirahat pertama SMAN 1 Garuda berbunyi. Membuat 50% para penghuninya meninggalkan kelas. Ada beberapa orang dari mereka yang pergi menuju ke kesibukan masing-masing. Tetapi, hampir setengahnya justru memadati kantin.
Mungkin karena sudah lelah mengikuti pembelajaran, semua perut orang-orang di sekolah ini menjadi keroncongan minta diisi. Itu sebabnya, kantin sekarang menjadi salah satu tempat paling padat ketika di jam istirahat.
"Jem, lo seriusan gamau ikut ke kantin?" tanya Puput ikut lesuh.
Padahal semua teman-temannya menantikan keberadaan Jema. Mereka ingin menanyakan kenapa pagi tadi gadis itu bisa terlambat masuk kelas. Karena mereka juga melihat kalau Jema datang bersama Albi. Namun, begitu sampai di kelas mereka hanya melihat Albi seorang diri.
"Gue males, Put, gak ada mood. Kalian duluan aja sana, jangan mikirin gue." Jema menatap semua teman-temannya seraya mengibaskan tangan menyuruh mereka segera pergi.
Hari ini ia tidak mau keluar kelas dan tidak mau bertemu dengan Sebastian. Apalagi melihat wajahnya, Jema merasa seluruh rasa kecewa di hatinya semakin mendominasi.
"Seriusan? Gapapa gue tinggal?" tanya Puput masih ragu.
"Iyalah, seriusan. Kenapa sih lo harus begitu! Gue bukan anak kecil yang bakal tantrum karena ditinggal emaknya," gerutu Jema memutar bola mata malas.
Semua teman-temannya refleks tertawa mendengar ucapan Jema. Gentala kemudian mendekati Jema. Ia merangkul pundak gadis itu sembari menepuknya pelan.
"Lo mau apa? Mau gue beliin sesuatu?" tawar Genta halus.
Ia menatap Jema lekat. Sementara sang empu yang ditatap hanya mengerutkan keningnya bingung.
"Gausah so' peduli lagi lo! Gue tahu lo cuman modus sama Jema!" sewot Puput sembari mendorong pundak Genta agar sedikit menjauh dari Jema.
"Santai dong! Gue cuman nawarin aja. Gue lihat kayaknya suasana hati Jema lagi gak baik-baik saja." Genta tersenyum ramah kepada Puput.
Namun, sang empu membuang muka. "Ck! Modus!" decaknya.
Semua orang tertawa melihat interaksi Puput dan Genta. Mereka berdua ini sudah terlihat seperti kucing dan anjing. Tak pernah akur semenit saja. Apalagi kalau Jema dekat dengan Genta. Alhasil Puput akan selalu menghalangi Genta berdekatan dengan Jema.
Bukan tanpa alasan Puput melakukan hal itu. Ia hanya tak mau, kalau Jema temannya akan terjerumus ke dalam jebakan so' perhatian Genta. Gadis itu tidak mau kalau Jema menjadi perempuan entah ke seberapa yang akan disakiti Genta.
"Udah, udah! Kenapa kalian malah adu cek-cok di sini? Mending kalian cepet pergi, nanti keburu bell masuk bunyi lagi," nasehat Jema jengah.
Niatnya ia hanya ingin menenangkan diri. Tetapi, semua teman-temannya ini selalu saja menggagalkan harapannya. Jema hanya ingin mengistirahatkan pikirannya dari Sebastian. Ia tidak mau rasa kecewanya justru benar-benar berubah menjadi rasa benci.
Walaupun yang sebenarnya rasa benci itu memang sudah timbul di hatinya, tetapi, tak separah itu. Asalkan Sebastian tak akan mengganggunya lagi, Jema berjanji akan menghapus semua rasa bencinya terhadap Sebastian.
"Yaudah deh, kita pergi dulu, ya," pamit Puput.
Jema hanya menganggukkan kepalanya sembari mengibas-ngibaskan tangan kembali. Sebelum waktu istirahat jam pertamanya ini selesai, mungkin sambil menunggu, ia hanya ingin pergi tidur sebentar saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is Love Unrequited?
Teen Fiction"Ironisnya walaupun kita dekat, tetapi belum tentu kita berakhir terikat." ~ Kyana Jema Cover by: Pinterest