9. Jihan dan rumahnya

10 2 0
                                    

Bau tanah selepas hujan memang sangat menyegarkan, ditemani dengan embun embun pagi, hari ini cukup dingin dengan angin selepas hujan yang kencang.

Bau setelah hujan memang semerbak, mengisi segala ruang dalam hidung Jihan, mencoba membuat Jihan menyukai bau nya.

Di jalan setapak ini, Jihan berjalan dengan lunglai, bangunan rumah nya mulai terlihat diujung jalan. Jihan menghentikan langkahnya menetralkan detak jantung dalam dirinya yg bergejolak.

'Ayo Jihan bisa, pasti bisa.'

Jihan kembali melangkah kan kaki nya menuju bangunan yang ia sebut 'rumah'.

Pintu coklat kayu terpampang jelas di hadapan nya, tangan nya terangkat, berusaha mengetuk pintu itu. Namun, ia turun kan kembali. Batin nya meracau, seharusnya ia tak pulang.

Pada akhirnya ia hanya berdiri didepan pintu itu dengan tatapan sendu.

'krieeet'

Suara pintu terbuka masuk di Indra pendengaran nya, bersamaan dengan terbukanya perlahan pintu coklat kayu yang akan ia ketuk.

"Ya Allah, dek? Beneran kamu?" Suara wanita terdengar lembut di telinga Jihan, wanita yang ia sangat rindukan.

Jihan tersenyum halus, "bunda .... Jihan pulang."

Ibunda Jihan -- Jian Revindra tersenyum haru melihat sang putri semata wayangnya. Jihan nya sudah kembali, kesayangan nya sudah kembali pulang.

Jian segera memeluk sang putri dengan rasa senang yang melimpah.

"Sayang nya bunda, bunda kangen banget sama kamu sayang." Jian mengelus rambut Jihan dengan sayang.

Jihan menikmati setiap elusan yang bunda nya beri, yang mana itu membuat jantung nya berdetak kencang, ia sangat senang. Perasaan nya membuncah karna pelukan yang ia rindukan, bunda nya kembali memeluk Jihan.

"Jihan juga kangen banget sama bunda, banget, banget." Ujar nya seraya mengeratkan pelukan nya pada sang wanita setengah baya ini.

"Kamu sehat sehat aja kan nak belakangan ini? Maafin bunda ya, bunda gabisa kirim makanan beberapa bulan ini." Jian senantiasa mengusap surai Jihan sembari mengukir senyum indah.

"Alhamdulillah bundaa, Jihan selalu sehat, disana Jihan juga selalu dijaga Ara, sama Riki. Jadi Jihan pasti sehat selalu." Ucap Jihan dengan antusias.

Melihat putrinya yang antusias dalam bercerita, membuat lengkungan indah di bibir Jian semakin lebar. Jihan nya sungguh manis! Anak kesayangan ini sungguh membuatnya tidak bisa membenci.

"Bagus lah kalau banyak yang sayang sama Jihan. Gimana sama kak Iyas? Hubungan kamu sama dia gimana? Apa masih tidak membaik?"

Mendengar pertanyaan bunda nya itu, raut wajah Jihan seketika memburuk. Ia tak lagi tersenyum, kini senyuman nya tergantikan dengan raut sendu yang menyakitkan untuk sang bunda.

"Masuk dulu yuk, setelah itu cerita ke bunda bagaimana perkembangan nya, makin memburuk atau membaik."

Jian peka sekali terhadap suasana hati Jihan setelah membahas Iyas. Jian pun seharusnya mengetahui jawaban dari pertanyaan nya hanya dengan melihat raut Jihan. Tapi dirinya tetap ingin mendengar cerita Jihan, biasanya cerita Jihan akan lebih membuat nya mengerti perasaan anak semata wayang nya ini.

• • • •

Aroma bunga Lavender menyambut penciuman Jihan. Saat ini ia sudah berada di kamarnya. Setelah bercerita dengan sang bunda mengenai banyak hal, ia pun dipaksa bunda untuk beristirahat.

'Lavender .... Enak bangett bau nya.'

Ia mencoba meresapi aroma bunga Lavender yang sangat ia rindukan, aroma nya memabukkan, membuat Jihan ingin selalu menciumnya.

'You and i, we can fly'

Ponsel Jihan berdering, ia pun segera mengambil ponsel nya yang berada di dalam saku celana.

'Araa muach💗'

Nama Loara terpampang disana, segera lah Jihan menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan dari Loara.

"Halooo Araaa." -Jihan

'Haloo Han, udah sampe?' -Loara

"Sudah donggg. Ngapain nelpon, belum juga sehari Raa, kangen berat pasti inii." -Jihan

'pede, orang gue cuma pastiin kalo Lo ga kecelakaan, kalo sampe ntar gue yang repot.' -Loara

"Duh omongan nya jelek banget." -Jihan

'ya Lo kepedean.' -Loara

"Ya gapapa dongg, biarpun pede sama kenyataan tuh ga beda jauh Ra, asli dah." -Jihan

"Eh tapi serius deh kenapa jam segini udah nelpon? Biasanya juga pas tengah malem nelpon nya." -Jihan

'ya cuma pastiin aja Han, emang harus ada batas tertentu buat teleponan sama Lo?' -Loara

"Ya engga." -Jihan

'Yaudah gausah komen. Btw, tadi mampir kesana dulu atau engga? Dia pasti kangen banget sama lo.' -Loara

"Belum nih, buru-buru ke rumah gue, laper banget soalnya. Palingan besok sore an kesana, mau nitip salam?" -Jihan

'Nitip salam ya, bilangin sama dia buat maafin gue karna belum pelukan melepas rindu selama 2 tahunan. Sibuk sekali bosqu disini. Gitu Han.' -Loara

"Sibuk apa coba, sibuk tidur iya." -Jihan

'Jangan salah, itu tu hal yang sangat membuat kita sibuk. Dia juga mah pasti ngertiin. Secara gue kan kesayangan nya, awokawokawok.' -Loara

"Yain sebelum gila."

'Yaudah si gitu doang, gue tutup, jangan lupa istirahat. Begadang gabaik samsek buat kesehatan Lo. Byee gembel.'

- tuutt tuutt tuutt -

Sambungan diputus oleh Loara.

Jihan menghela nafas lelah, memang sifat Loara itu sering sekali mematikan telepon tiba-tiba, sangat membuat nya jengkel.

Janji KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang