10. Bunda dan Ayah?

17 2 0
                                        

"Maaf aku harus cepet pulang hari ini. Bunda nungguin soalnya. Jangan marah ya, kamu gamau kalo aku diomelin lagi kan?"

Garis lengkungan indah tergambar dalam raut kepedihan. Kebahagiaan, dan rasa rindu tergambar jelas dalam raut wajah.

"Terimakasih untuk hari ini, aku seneng bisa ketemu kamu lagi. Terimakasih karna udah maafin aku, aku sayang kamu, selamanya cuman kamu. Terimakasih."

• • • •

- POV JIHAN -

Lagi lagi langit bersedih. Entah apa yang membuat langit ingin menumpahkan butiran kristal, tapi sepertinya hari ini langit akan menangis tersedu-sedu.

Aku menghentikan langkahku didepan toko kelontong, melangkah kan kaki ku masuk ke toko, dan mengambil dua es krim dari kulkas tempat penyimpanan es krim.

Segeralah aku menuju kasir, untuk membayar es krim ini.

"6.000 kak harganya." Ujar sang kasir.

Aku merogoh saku celana ku, mencari satu lembar uang berwarna ungu dengan nominal 10 ribu rupiah.

"Kembalinya ambil aja Ria." Ucap ku sembari memberikan senyum kepada kasir ini.

Setelah membayar aku pun pergi kedepan untuk sekedar duduk dan menikmati es krim ku. Menikmati pemandangan langit yang mendung, dimana hal itu disertai dengan angin yang berhembus dengan lembut. Terasa dingin saat menyentuh kulit langsung.

Aku memakan es krim ku, es krim dengan rasa semangka masuk ke indra perasa ku. Terlalu manis, tapi sangat candu, aku sangat suka ini.

Menatap lurus kedepan dengan mulut yang sibuk menikmati rasa manis dari es krim.

Detik jam semakin berlalu, aku tak sadar, es krim yang ada ditangan ku pun sudah habis. Dan es krim satu lagi, yang kutaruh diseberang ku juga sepertinya mencair.

Aku berdiri, mengambil es krim yang mencair itu dan membawa ketempat sampah yang ada disitu.

'Kamu selalu ga ngambil es krim ini, jadi aku buang aja ya. Seperti biasa.' ujar ku dalam batin.

Aku menatap nanar es krim yang sudah terjatuh didalam sampah itu.

'Maafin aku, sekali lagi aku minta maaf, maaf .... '

- JIHAN POV END -

• • • •

"Hari ini pun ayah kemana? Bunda .... Apa yang kalian berdua sembunyikan dari Jihan?"

Aktivitas sang bunda terhenti, ia tak lagi mengeringkan rambut sang anak. Raut wajahnya gelap, Jihan merasakan aura tak sedap dari wajah sang bunda.

"Apa yang terjadi? Apa yang bunda sembunyikan? Biarkan Jihan mengetahui, agar Jihan bisa memeluk bunda." Jihan dengan berani menatap mata hazel Jian.

Mata yang mengisyaratkan kesedihan, Jihan sangat paham arti tatapan itu. Bunda nya .... Lagi-lagi sangat terluka.

Jian mengalihkan pandangan dengan kasar, wajahnya semakin datar, ia pun berucap. "Tidak perlu tau Jihan, kamu hanya anak-anak. Cukup diam seperti biasanya, biarkan aku dan ayahmu yang mengurus semuanya. Kamu cukup lakukan tugas mu."

Jian melemparkan handuk kecil yang ia pakai untuk mengeringkan rambut Jihan, dan ia segera berjalan keluar dan menutup pintu kamar Jihan dengan keras, sehingga menimbulkan suara yang menggelegar.

Jihan menghela nafas, ia memungut handuk yang dibuang sang bunda.

"Apa susahnya bunda kasih tau Jihan." Lirihnya.

Ia menaruh handuk kecil itu ketempat baju kotor, dan kemudian berbaring telentang diatas kasur, persetan dengan rambutnya yang masih setengah basah.

'Aku harus apa? Apa harusnya aku ga pulang biar aku ga liat seberapa berantakan dan kotornya rumah ini.'

Jihan menutup matanya, berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak dengan sangat cepat, entah apa penyebabnya.

'PRANGGG!'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Janji KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang