Enam bulan kemudian ...
Hanna sedang menatap pantulan dirinya di cermin. Dia sedang ada di rumah Kendra saat ini. Ralat, rumahnya. Papa Kendra benar-benar memberikan rumah Kendra untuk Hanna, sebagai ganti rugi atas tindakan anaknya. Hanna juga dinyatakan tak bersalah. Dia adalah korban. Papa tirinya masih hidup, dengan luka bakar yang cukup parah. Predikatnya sebagai tersangka terpaksa ditangguhkan sementara hingga luka-lukanya sembuh.
Sementara Kendra, dibebaskan dari semua tuduhan. Mereka menganggap bahwa kelakuannya saat itu karena Kendra yang lain sedang muncul. Hanna diam saja, padahal dia tahu bahwa Kendra-lah yang membakar rumahnya. Benar-benar Kendra. Kendra valensi tunggal.
Enam bulan Hanna tinggal di rumah itu sendirian. Awal kembali setelah kepulangannya dari rumah sakit, dia sedikit trauma. Noda darah di lantai dan sprei di kamar sudah dibersihkan. Papa Kendra sudah menyuruh seseorang untuk menghapus sisa-sisa kekerasan yang pernah terjadi, tetapi tetap saja kenangan itu masih berbekas.
Sekalipun takut, Hanna tak bisa menampik bahwa dia merindukan Kendra. Satu-satunya temannya, satu-satunya orang terdekat yang sudah menghabiskan banyak waktu untuk melakukan hal-hal bersama. Mereka tidur bersama, bangun bersama, ke mana pun besama. Wajar saja jika Hanna benar-benar merindukannya. Rasanya seperti merindukan saudara kandung, tetapi lebih dari itu.
Enam bulan Hanna tak menjenguk Kendra. Selain dilarang, dia juga takut. Takut jika dia bertemu Kendra, segalanya akan kacau. Kendra akan kembali tenggelam dalam rasa menyesal dan tak bisa mengontrol pikiran. Dia hanya mendengar kabar dari Papa Kendra yang setia memberinya informasi setiap satu minggu sekali, bahwa Kendra sudah bisa sedikit mengatur diri. Dia takut menghancurkan segala terapi yang Kendra terima dalam enam bulan ini.
Namun, hari ini berbeda. Dia sudah tak bisa membendung rasa rindu. Dia harus bertemu Kendra, meyakinkan pada laki-laki itu bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahwa dia baik-baik saja, jadi pemuda itu tak perlu menyesal. Tak perlu ada yang disesali.
Hanna membuka lemari untuk mengambil jaket. Bibi ada di dalamnya, duduk dengan lucu di atas tumpukan baju milik Kendra yang tak pernah dikeluarkan sama sekali. Gadis itu terdiam untuk beberapa lama, menatap si bebek yang balas menatapnya. Bebek itu satu-satunya saksi yang ada enam bulan lalu. Hanna tersenyum kecil, lalu memungut si bebek lucu dan mengusap bulunya.
"Mama mau ketemu papamu," ujarnya pelan. Sedetik setelah berucap begitu, Hanna tersenyum geli. Dia sudah mirip seperti Kendri beberapa bulan yang lalu, yang secara tak langsung menyebut boneka mati sebagai anak.
Meletakkan Bibi kembali ke dalam lemari, Hanna meninggalkan rumah dan menuju rumah sakit.
***
Di sana, Hanna mengamati Kendra yang tampak sedang mengobrol di kamar rumah sakitnya, bersama satu orang dokter pria. Gadis itu tak dapat mendengar percakapan mereka, tetapi hatinya menghangat melihat pemuda itu sesekali tertawa. Tawa yang sangat dirindukannya. Mata Kendra hilang jadi segaris, tampak lucu.
Dia ikut tersenyum melihat Kendra tersenyum. Ikut tertawa kecil melihat Kendra tertawa bersama dokternya. Dia benar-benar ingin menghambur masuk, memanggil namanya dengan lantang lalu berpelukan seperti saat lalu. Namun, Hanna tetap diam di tempat, mengamati dari balik kaca.
"Kamu yang namanya Hanna?"
Sebuah suara membuatnya menoleh. Seorang pria berjas putih tahu-tahu sudah ada di sampingnya saat ini, ikut memandang Kendra dari balik kaca. Dari penampilannya, sepertinya pria itu juga seorang dokter.
Hanna mengangguk, lalu sadar bahwa dokter itu tak melihat anggukannya. Akhirnya dia menjawab kecil, "Iya. Saya Hanna."
"Setiap hari, Kendra banyak tanya tentang kamu. Hanna di mana? Kapan Hanna ke sini? Hanna tinggal sama siapa? Hanna masih hidup betulan atau bohong? Macam-macam." Dokter itu menoleh menatap Hanna, yang sudah menatapnya lebih dulu. "Dia betulan kangen kamu. Kalian pacaran?"
![](https://img.wattpad.com/cover/357441712-288-k73828.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Not Falling Love (End)
Fanfiction(Junkyu x Asa) Pertemuan tak sengaja antara Kendra dan Hanna menciptakan kisah lain di hidup mereka yang sedang tak baik-baik saja. Kemiripan di antara mereka pun semakin mendekatkan, mengeratkan, membuat predikat orang asing beralih menjadi sahabat...