Bab 2; "Lo mau bunuh diri? Sinting!"

57 10 2
                                    

Kendra mengurungkan niatnya untuk mengantar Hanna pulang, karena gadis itu tetap bungkam dan bersikeras menyembunyikan alamat rumahnya. Namun, dia juga tak membawa Hanna ke kediamannya. Ada alasan yang membuatnya enggan menerima kedatangan manusia lain ke sana. Jadi, Kendra mengajak Hanna pergi ke sebuah mall. Destinasi yang sepertinya cocok untuk dijadikan sarana ‘penculikan’.

“Katanya lo mau pulang? Kenapa jadi ke sini?” tanya Hanna, ketika teman barunya itu menghentikan mobil di lapangan parkir.

“Enggak jadi. Rumah gue enggak kondusif,” jawab Kendra singkat, tanpa menjelaskan detail duduk perkara.

“Serius kita mau main di mall? Dalam kondisi kepala gue pakai perban begini?”

“Memangnya kenapa?” tanya Kendra balik, sedikit cemas. Takut jika Hanna tiba-tiba merasa sakit kepala dan terserang gegar otak karena kecelakaan yang tadi terjadi.

“Gue malu. Apalagi pakaian gue kayak gembel,” jawab Hanna, yang mampu membuat lawan bicaranya sedikit bernapas lega. Ternyata kendalanya hanya malu, bukan pusing yang mahadahsyat dan membuat gadis itu akan jatuh pingsan di dalam mall.

Hanna hanya memakai kaos polos putih saat itu, dengan jaket merah hati dan celana selulut. Juga sendal rumahan biasa. Itu yang menyebabkannya sedikit enggan untuk turun dari mobil. Dandanannya sangat jauh berbeda dengan style yang biasa dikenakan ketika hangout.

“Enggak ada yang bakal mempermasalahkan, kok. Lo juga enggak akan diusir sama satpam cuma gara-gara pakai sendal butut Hello Kitty,” kata Kendra, setengah menyunggingkan senyum menggoda. “Gue enggak sangka. Ternyata cewek galak kayak lo sukanya Hello Kitty.”

“Sembarangan mulut lo, ya!” bentak Hanna. “Lo belum kenal gue, tapi berani bilang kalau gue galak?”

“Makanya, kenalan dulu,” kata Kendra. Kali ini, pemuda itu mengulurkan tangan kanannya, gerakan berkenalan secara resmi. “Gue Kendra.”

Satu kalimat singkat itu mampu membuat Hanna terperanjat. Astaga, benar juga. Dia baru ingat bahwa mereka belum berkenalan sama sekali. Bahkan, dia tak tahu perihal nama laki-laki di sampingnya itu. Sementara, mungkin, pihak pria telah paham tentang namanya, berkat pengurusan administrasi di rumah sakit tadi. Kecuali jika cowok itu lupa.

Hanna pun menyambut uluran tangan Kendra, mengujarkan namanya, “Hanna.”

“Bagus. Kayak nama Korea,” komentar si cowok.

“Nama lo kayak merek seprei,” balas Hanna, seraya melepas tautan tangan mereka. “Serius, nih. Gue malu masuk mall tapi dandanan mirip korban tabrak lari begini.”

“Bukannya memang korban?” goda Kendra, cukup untuk membuat teman barunya memutar bola mata dengan malas.

Pihak laki-laki tertawa kecil melihat ekspresi yang ditampakkan seseorang di sampingnya. Namun, dia tetap tak membatalkan niat. Mereka sudah di sini. Mau tak mau, mall adalah tujuan final.

“Nanti gue belikan sepatu. Ayo!” ajak Kendra, seraya melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Kembali, dengan gelagat terpaksa, Hanna mengikuti. Daripada dia harus tinggal sendirian di dalam mobil mati. Panas.

Mereka masuk ke dalam mall berdampingan, layaknya dua teman akrab yang sudah sering bepergian bersama. Tak seperti dugaan awal Hanna, security di sana tak mengusirnya hanya karena mengenakan sendal Hello Kitty. Bahkan, pria-pria berseragam putih itu terang-terangan mengabaikan. Seolah tak ambil pusing dengan kehadiran seorang pengunjung dengan perban kecil di pelipis. Selama tak berbuat onar, sepertinya seluruh warga berhak memasuki bangunan megah itu. Tak ada pengecualian.

Let's Not Falling Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang