1

34 7 0
                                    

RUMAH, bagi banyak orang adalah tempat ternyaman untuk pulang. Bangunan yang menjadi tempat berlindung setiap insan, begitupun dengan kasih sayang para penghuninya yang memberikan rasa aman.

Namun berbeda dengan laki-laki berusia 19 tahun yang memiliki nama lengkap Adriano Zeeandra Dareska. Bagi Zeeandra, rumah adalah tempat yang mengerikan. Setiap hari, pertengkaran kedua orang tuanya meramaikan suasana rumah itu. Seperti saat ini.

PRANGGG!

"AAAA!"

"MATI KAMU! ISTRI TIDAK BERGUNA!"

Zeeandra segera berlari ke arah ibunya sebelum gelas yang dilempar ayahnya menghantam kepala wanita yang melahirkannya ke dunia.

"Zeandraaa!!!" Alerra histeris saat gelas itu menghantam kepala anaknya. Darah mengucur dari sana. Untuk kesekian kalinya, zeeandra menjadi korban pertengkarannya dengan sang suami.

Tanpa memperdulikan luka di kepalanya, Zeeandra dengan emosi yang meluap-luap menarik kerah Zaiden lalu meninju rahang Zaiden sekuat tenaga. Emosinya sudah tidak bisa dibendung lagi, zeeandra sudah muak menyaksikan kekerasan demi kekerasan Zaiden terhadap alerra.

"APA-APAAN KAMU?! MULAI BERANI SEKARANG?!"

Zaiden melepaskan ikat pinggang yang dipakainya. Menyabetkan ikat pinggang itu ke tubuh Zeeandra berkali-kali.

Zeeandra yang semula berdiri, kini tergeletak lemah di lantai. Menikmati sabetan demi sabetan yang diberikan sang ayah. Benda itu, benda itu menyerangnya. Melukai lengan, punggung, bahkan kepalanya yang masih mengeluarkan darah. Apakah sakit? Tentu saja. Tapi tidak ada setetes pun air mata yang dikeluarkan laki-laki itu. Zeeandra sudah terbiasa mendapatkan ini semua. Ini yang Zeeandra terima ketika berusaha membela ibunya.

"HENTIKAN MAS! JANGAN SAKITI DIA!" Jerit Alerra. Ibu mana yang sanggup melihat darah dagingnya disiksa habis-habisan?

Zaiden menatapnya tajam. "Hukumanmu belum selesai, Alerra!"

Tidak ingin ibunya disakiti lagi, Zeeandra mencekal kaki Zaiden dengan sisa-sisa tenaganya.

"ANAK SIALAN! PERGI KAMU DARI RUMAH INI!"

Tanpa rasa kasihan, Zaiden menyeret tubuh mengenaskan Zeeandra ke depan gerbang rumahnya. Kemudian mengunci gerbang dan membanting pintu rumah dengan keras.

"JANGAN SIKSA BUNDA!!!" Teriak Zeeandra sekeras mungkin. Walau ia tahu, Zaiden tidak akan mendengarkannya.

Zeeandra menyandarkan tubuhnya ke gerbang, mendongak untuk menatap langit gelap tanpa bintang-bintang. Langit Itu segelap hidupnya. Hidupnya semenjak 10 tahun silam.

Perlahan, Zeeandra merasakan tetesan air dari atas sana. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Zeeandra berusaha berdiri, mencari tempat berteduh agar hujan tidak membasahi luka-luka di tubuhnya. Karena jika luka itu terkena air, rasanya akan lebih menyakitkan.

Dengan terseok-seok zeandra melangkahkan kakinya. Namun naas, hujan segera turun dengan derasnya. Petir pun terdengar bergemuruh, seolah-olah menertawakan penderitaannya.

Di depan sana, zeeandra melihat ada sebuah ruko kosong yang bisa dijadikan tempat berteduh. Dengan cepat Zeeandra memasuki teras ruko tersebut.

Sesampainya di sana, Zeeandra mendekap tubuhnya sendiri. Merasakan perihnya luka yang terbalut air hujan. Darah di kepalanya sudah tidak mengalir lagi, mungkin hujan sudah menghapusnya. Namun sakitnya masih terasa, sangat terasa.

Di antara berisiknya hujan, ada suara tangisan zeeandra yang tertahan. Zeeandra tidak sekuat yang orang-orang kira. Kepribadiannya yang dingin dan misterius, itu hanyalah topeng yang menutupi jiwanya yang hancur lebur. Badan atletis, kulit kuning langsat, hidung mancung, iris mata berwarna hazel, dan wajah blasteran Swiss Indonesia itu adalah ciri-ciri rupa seorang Adriano Zeeandra Dareska.

MERAKIT HARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang