6

23 7 0
                                    

Alunan musik terdengar dari ponsel yang berada di pinggir ranjang. Itu sebenarnya pertanda ada panggilan masuk, namun alih-alih mengangkat telepon, Gavael arsendra, cowok berusia 20 tahun itu malah menikmati lagu favoritnya. Dia menganggap seseorang yang menghubunginya tidaklah penting.

Berkali-kali suara itu berulang, sedikitpun tak ada niat dan minat dia untuk menghentikannya. Sekarang dia ikut bernyanyi Seraya berharap ceritanya bersama gadis manis bernama Dreyna tak seperti di lagu itu.

Wajah Gavael berubah pias setelah membaca notifikasi chat. Mau tak mau dia mengangkat teleponnya.

"Jangan harap aku mau menjemputnya."

"Baiklah, otouSan akan memblokir semua fasilitasmu sementara."

OTOUSAN BERARTI AYAH DALAM BAHASA JEPANG.

Cowok itu menghembuskan nafas kasar. Dari dulu adiknya selalu mengusik kehidupannya. Merebut apa yang dia mau, merampas kasih sayang dan perhatian ayahnya. Karena itu dia malas mengangkat telepon tadi, dia sudah menduga ayahnya menelpon pasti mau membahas terkait adiknya.

"Otousan, aku mohon sekali ini saja. Biarkan aku tenang tanpa kehadiran bocah itu."

"Dia juga ingin belajar mandiri, Apa itu salah?"

"Kenapa harus Indonesia? Masih banyak negara lain yang bisa dia jadikan tempat untuk hidup mandiri, bahkan Jepang sangat luas."

"Dia perempuan, terlalu berbahaya jika dia tinggal di negara lain sendirian. Di Indonesia ada kamu yang menjaganya. Cepat jemput dia! Dia sudah lama menunggu."

Gavael tinggal di Indonesia Baru 3 tahun. Alasannya meninggalkan negara kelahirannya karena tak sanggup menghadapi semua anggota keluarganya yang terlalu memprioritaskan Vaella (sang adik).

Dari dulu, dia memang tak pernah dianggap ada selain oleh ibunya. Jika sesuatu terjadi kepada Vaella, meskipun atas kelalaian bocah itu sendiri, yang disalahkan Gavael, selalu Gavael, dan harus Gavael!

Entah apa spesialnya bocah menyebalkan itu, Gavael tidak tahu. Yang pasti, semuanya semakin memburuk semenjak sang ibu meninggal karena kecelakaan.

Dia pikir kepindahannya ke Indonesia berhasil membebaskannya dari Vaella. Ternyata dugaannya salah besar. Buktinya hari ini, secara tiba-tiba Kaeshi (ayahnya) menyuruhnya untuk menjemput Vaella di bandara. Alasannya ya kalian sudah tahu tadi. Tentu Gavael tidak sudi melakukannya, tapi lagi-lagi dia ditekan dan diancam.

...

"Aku pikir kamu tidak jadi menjemputku, kak." Vaella memasuki mobil.

Gavael hanya diam. Dia tidak akan memperlakukan vaella sama seperti ketika mereka di Jepang.

"Kata otousan, nanti kita kuliah di universitas yang sama. Aku senang sekali, Aku rindu kebersamaan kita yang dulu."

"Bacot!"

Vaella kebingungan dengan respon singkat Gavael.

Cowok itu tersenyum tipis. Keluarganya menguasai beberapa bahasa, termasuk Indonesia, tapi mereka hanya menguasai bahasa versi bakunya. Ini kesempatan baik untuknya mencaci-maki Vaella dengan kata-kata yang tidak gadis itu mengerti.

"Aku akan tinggal di apartemen Kakak kan?"

"Gak."

"Maksudnya tidak?"

Ya ampun! Bahasa nonformal sesimpel itu saja Vaella gak tahu. Gavael serasa lagi berbicara dengan Google translate.

"Ya."

"Lalu aku akan tinggal di mana? Aku belum berani Jika Tinggal sendirian."

"Gak usah ngeribetin, katanya mau hidup mandiri? Pokoknya gue gak akan ngizinin lo tinggal di apart gue."

MERAKIT HARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang