7

22 5 0
                                    

"halo, assalamualaikum, bu."

"Waalaikumsalam. Kamu ada di mana sekarang?"

"Di kampus."

"Jangan bohong, Ibu tahu kamu lagi di mana. Diam di situ, ibu sama ayah bentar lagi nyusul."

"Untuk apa? Aku ke sini bareng zasya, ibu sama ayah tenang aja."

"Coba video call!"

"Lagi di toilet orangnya."

"Halah, bohong kan kamu?"

"Terserah Ibu mau percaya apa gak, tanya aja langsung ke Zasya."

"Ya sudah nanti Ibu chat Zasya. Jangan lama-lama, nak. Waktu Ashar harus udah sampai di kosan. Jangan keseringan makan makanan siap saji, itu gak sehat. Nanti Ibu kirimin makanan ke kosan kalian. Main HP sama laptopnya juga dikontrol, kemarin Ibu lihat kamu main laptop sampai 4 jam, ngapain aja?"

"Kerjain tugas."

"Ibu gak suka, kamu mulai sering bohong sekarang. Kamu ngerjain tugas cuma 3 jam, sisanya nonton film."

Cleysta mengakhiri panggilan tanpa aba-aba. Menonaktifkan data, lalu menghempaskan ponselnya ke lantai. Dia benar-benar emosi. Dia tak peduli hp-nya rusak atau tidak.

Free village sebagai anak street parents ya begitu.

Apa-apa diawasi, dilarang, sampai di usianya yang sekarang, Cleysta masih sepenuhnya dikendalikan orang tua, bagaikan robot yang tidak bisa berbuat sesuatu di luar dari kendali remote control yang dipegang pemiliknya.

Meskipun dia sudah memilih untuk ngekos, namun tekanannya masih terasa. Handphone dan laptopnya dipasang parenting control, dilarang pergi keluar sendirian, tidak boleh makan sembarangan, apalagi begadang. Iya, iya! Semua itu bentuk perhatian kedua orang tuanya, tapi bukankah terlalu berlebihan? Cleysta bukan lagi anak kecil yang bermain di saat waktunya makan, bukan lagi bocah SD yang belum tahu mana yang baik dan mana yang benar.

Jika Zeeandra menganggap rumah sebagai neraka yang penuh penyiksaan, maka Cleysta menganggap rumah sebagai penjara yang penuh dengan aturan dan anti kebebasan.

••••••••

"Makanan yang paling disukain cewek apa?"

Zeeandra bertanya di tengah-tengah pertarungan sengit game yang sedang mereka mainkan.

"Setau gue sih seblak. Coba aja lo datengin penjual seblak, pasti banyak cewek di sana." Jawab Gavael berusaha tetap fokus agar tidak terkecoh.

"Kenapa tiba-tiba lo nanya gitu?" Reyndra malah mengalihkan pandangannya dari ponsel. Alhasil musuh berhasil menghabisi nyawa hero yang dia pilih hanya dengan satu serangan.

"SHIT!"

"Biar kalian galfok." jawab Zeeandra enteng. Padahal itu bukan alasan yang sebenarnya. Zeeandra berniat membelikan Zasya makanan.

"Licik lo, Ndra." Kesal Gavael.

Zeeandra tak peduli. Secepat mungkin dia menghabisi musuh yang tersisa, hingga pada akhirnya kemenangan dia dapatkan.

"Gak ikhlas gue! By one lah kita ayo!"

"Gue pergi." Zeeandra menolak ajakan Gavael, ada urusan yang lebih penting dari itu.

"Dia mau ke mana?" Tanya Reyndra setelah orang yang dimaksud menghilang di balik pintu.

"Mungkin pulang. Gas Reyn, by one! Lo menang gue kasih jam tangan yang baru gue beli."

"Yang mahalan dikit."

"Heh itu jam tangan harganya 20 juta."

"Saham."

MERAKIT HARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang