9

9 3 0
                                    

"tante?"

Alerra yang sedang merenung di tepi sungai kecil terkejut ketika secara tiba-tiba seseorang menyapanya dari belakang.

"Ya?"

Gadis yang menyapanya itu berjongkok di sebelah kirinya. Alerra tidak kenal siapa dia. Bahkan alerra baru tahu kalau di tempat ini ada orang lain selain dirinya dan Zaiden.

Zasya ingin sekali mengobrol dengan wanita di dekatnya itu, namun dia bingung memulai pembicaraan dari mana. Zasya introvert, sulit untuknya berbaur dengan orang asing.

"Tante pindahan dari mana?"

Hanya pertanyaan itu yang berhasil keluar dari bibirnya. Itupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Di kepalanya ada banyak sekali pertanyaan, tapi mulutnya tak sejalan dengan pikirannya.

Hening, pertanyaan Zasya tak mendapat jawaban.

Zasya menatap lekat Alerra. Raut wajah wanita itu penuh dengan keputus asaan. Matanya sembab, dan tatapannya kosong.

"Alerra masuk!" Zaiden keluar dari pintu belakang rumah yang mereka tempati. Alerra segera mematuhi perintahnya.

Zasya tetap diam di tempat. Sesekali gadis itu mengulurkan tangan untuk menyentuh air sungai yang terasa sejuk meskipun cuaca sedang panas. Beruntung hari ini dosen memberi kabar bahwa pembelajaran dilakukan melalui zoom, jadi dia bisa menikmati suasana tempat tinggalnya yang penuh ketenangan lebih lama lagi.

Rencananya dia akan kembali ke kos sore atau malam nanti.

"AAAGRHHH! PANAASSS!!!"

"HAHAHA!"

"AKU MOHON HENTIKAN! I-INI PANAS DAN... SAKITTT!!!"

Suara tangis dan jerit kesakitan seorang wanita bercampur dengan suara tawa seorang pria terdengar dari dalam rumah itu. Pasti ada yang tidak beres! Zasya mengintip dari jendela belakang rumah yang sedikit terbuka.

Seketika mulutnya menganga. Dia melihat wanita yang tadi dihampirinya tergeletak di atas lantai dengan genangan air di sekitar kepalanya. Yang mengejutkannya adalah, di dekat wanita itu ada laki-laki yang sedang memegang panci kecil.

"lemah! Air ini belum mendidih sepenuhnya, tapi kau sudah kesakitan?! Dasar wanita lemah!"

Zasya jelas emosi mendengar perkataan Zaiden. Tidak bisa dibiarkan! Ini KDRT namanya!

Dengan perlahan Gadis itu membuka jendela lebih lebar untuk memastikan kondisi Alerra. Posisi Zaiden yang membelakanginya membuat ia leluasa.

Dia menatap miris wajah Alerra yang sebagiannya melepuh. Apa yang harus Zasya lakukan untuk menolong wanita itu?

Isak tangis alerra dari dalam sana menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

"Melihat kamu seperti ini, aku jadi ingat Zeeandra. Secepat mungkin aku akan membawanya kemari. Ikat pinggangku sudah lama tak bersentuhan dengannya, melihat kalian terluka adalah pemandangan yang sangat indah."

Zaiden berjongkok lalu menyentuh bagian wajah alerra yang melepuh, bahkan sedikit menekannya. "Bertahanlah! Penyiksaanku belum berakhir."

Laki-laki itu pergi meninggalkan rumah, Zasya bisa bernafas lega. Dengan cepat dia mengambil kursi kecil dan seperangkat P3K dari rumahnya.

Memanjat jendela dengan kursi sebagai tumpuan, zasya menghampiri Alerra yang memejamkan mata.

Dengan telaten gadis itu mengoleskan gel yang terkenal ampuh dapat meredai luka bakar. Alerra merintih pelan.

"Maaf ya Tante, aku gak bisa bawa tante ke rumah sakit." Zaiden mengunci semua pintu di rumah itu.

Alerra perlahan membuka mata. "Pergilah nak." Ucapnya lirih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MERAKIT HARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang