Bab 3. Surat Gugatan Cerai

1.5K 117 6
                                    

"Aku ... aku janji akan berada di tempatku dan nggak akan melewati batas lagi." Nattaya benci mendengar nada suaranya yang terdengar mengiba. Dia benci melihat dirinya tampak menyedihkan di hadapan Kalingga, tapi demi senyum di wajah Alula, dia rela melakukan apa saja. Apa saja, walau itu harus berlutut sekali pun.

"Kamu lebih dari sekedar melewati batas, Natt!" Kalingga mengeluarkan sesuatu dari saku piyamanya dan menaruhnya dengan keras ke meja.

"Untuk apa kamu memata-mataiku?" geramnya dengan suara rendah dan dalam.

Nattaya terpaku melihat GPS mobil yang pernah dia pasang beberapa waktu lalu di mobil Kalingga, ketika lelaki itu sedang keluar kota.

"Apa kamu menemukan hal yang kamu cari setelah memasang alat pelacak ini?" Kalingga tersenyum mengejek. "Aku jadi berpikir, apa kamu juga memasang kamera tersembunyi di kantor dan juga menyadap ponselku?"

"Nggak, Mas," ucapnya dengan suara bergetar menahan air mata yang berdesakan untuk keluar. Wajahnya sedikit memucat, tidak menyangka kalau Kalingga menangkap basah dirinya.

Dia memang sudah melewati batas dengan memata-matai Kalingga, padahal sejauh ini tak ada hal mencurigakan yang dia temui. Tempat yang disinggahi lelaki itu hanya kantornya, kantor klien, bank dan rumah ibunya. Yah, kecuali Kalingga menggunakan kendaraan lain untuk mengunjungi suatu tempat yang dia sembunyikan.

"Aku sudah memikirkan matang-matang," kata lelaki itu setelah terdiam cukup lama. "Delapan tahun, aku rasa sudah cukup untuk semua omong kosong ini."

Omong kosong katanya? Telinga Nattaya berdenging.

Kalau Kalingga menganggap pernikahan mereka hanya omong kosong, berarti Alula, malaikat kecil mereka yang sangat berharga itu juga bagian dari omong kosong? Tanpa sadar tubuh Nattaya menggigil menahan ledakan emosi yang berkecamuk di dalam dadanya.

Sungguh tak mengapa kalau Kalingga berencana untuk menalaknya, tapi jangan pernah mengatakan kalau delapan tahun pernikahan mereka hanya omong kosong. Terlebih lagi, melontarkan kalimat menyakitkan itu tepat pada malam perayaan pernikahan mereka. Demi Tuhan, dari semua waktu yang ada, seharusnya Kalingga tidak memilih malam ini!

"Apa kesalahanku benar-benar tidak termaafkan, sehingga Mas harus bertindak sejauh ini?" Mengumpulkan harga dirinya yang berserakan menjadi serpihan-serpihan kecil, Nattaya memberanikan diri untuk bertanya.

"Aku memasang alat pelacak ... karena hanya ingin tahu Mas ada di mana ... apakah Mas baik-baik saja."

Itu salah satu alasannya karena Kalingga tidak pernah mengabarinya sama sekali tiap kali sedang berada di luar rumah. Alasan lain tentu saja dia ingin tahu apakah ada petunjuk kalau sang suami memiliki perempuan lain.

Kalingga punya banyak alasan untuk melakukan itu, mengingat hubungan mereka semakin memburuk dari tahun ke tahun.

"Memangnya aku ada di mana lagi selain menjadi kacung papimu? Apa kamu pikir aku di luar sana sedang bersenang-senang?" Kalingga menghela napas keras sebelum akhirnya berbalik dengan langkah panjang-panjang menuju lantai atas.

Lama Nattaya terpaku di ruang makan yang temaram itu sambil berpikir keras apa kesalahannya sangat besar sampai harus diperlakukan seperti ini? Apa sedikit pun tak ada ruang di hati lelaki itu untuk bisa melihatnya sebagai perempuan yang juga punya perasaan?

Hidangan makan malam itu akhirnya dia masukkan ke wadah plastik, lalu disimpan ke lemari pendingin. Sama seperti hidangan-hidangan sebelumnya yang juga bernasib serupa. Pada akhirnya masakan yang susah payah dibikinnya untuk Kalingga itu, dia berikan  kepada Bu Minah yang setiap pagi datang untuk beres-beres rumah.

SEWINDU DALAM KESUNYIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang