Bab 13. Menunggu Waktu yang Tepat

1.6K 126 14
                                    

"Apa permintaan Papi terlalu sulit?" Pria itu kembali bersuara, setelah mendapati Nattaya hanya diam saja dengan wajah tampak tertekan.

"Aku dan Mas Lingga ... udah sepakat untuk memiliki satu anak saja, Pi." Nattaya sudah memikirkan berbagai jawaban, termasuk soal perceraian mereka. Namun, pada akhirnya justru kalimat itu yang tercetus dari bibirnya.

"Papi nggak keberatan, kalau saja kamu melahirkan anak laki-laki!"

Perkataan Papi seketika menyulut amarah di dada Nattaya. Tak ada satu pun orang di dunia ini yang boleh menyepelekan putrinya.

"Nggak ada yang salah terlahir sebagai perempuan," desisnya sambil mengepalkan kedua tangan kuat-kuat.

"Alula sama berharganya dengan anak lainnya. Dia cerdas, baik hati dan suka belajar. Kalau Papi menganggap fisiknya bakal lemah sepertiku, Papi salah. Dia sehat, nggak kurang suatu apa pun juga!" Nattaya menjaga agar suaranya tetap tenang terkendali, meski dadanya bergemuruh karena gelombang emosi yang berkecamuk.

"Lagian, kalau pun dia terlahir dengan fisik sepertiku, dia tetap berharga. Dia bukan aib yang harus disembunyikan dari dunia!" Mungkin ini untuk pertama kalinya Nattaya berani menyuarakan apa yang bercokol di dasar hatinya selama ini. Terbukti dari reaksi Papi yang terlihat agak terkejut.

"Kamu berutang nyawa Nawasena pada Papi!" Butuh beberapa saat sebelum akhirnya lelaki itu kembali bersuara.

"Kamu nggak bermaksud melupakan kejahatan keji yang sudah kamu lakukan pada Nawasena, bukan?"

Tak ada satu pun yang bisa menggoyahkan tekad seorang Danu Atmaja. Hatinya juga tak mudah tersentuh oleh hal-hal yang bersifat emosional.

"Aku nggak pernah lupa...." Pita suara Nattaya bergetar lirih menahan kepedihan di hatinya. "Aku akan menanggung beban itu seumur hidupku."

"Bagus!" Ada seringai puas yang membayang di wajahnya. "Kamu bisa mengurangi beban itu dengan memberikan Papi cucu laki-laki."

"Selama ini, aku selalu melakukan apa pun untuk Papi .... tapi, ada hal-hal yang berada di luar kuasaku. Memiliki bayi laki-laki salah satunya." Nattaya sudah bertekad untuk tak lagi takut menyuarakan isi hatinya.

"Bagaimana kalau takdirku hanya memiliki satu anak saja? Bagaimana kalau Tuhan menggariskan kalau memang nggak ada generasi penerus laki-laki di keluarga kita?"

"Omong kosong! Jangan mengkambinghitamkan takdir atas ketidakbecusanmu dalam hidup. Takdir bisa ditentukan oleh pilihan-pilihan yang kamu buat!" Tatapan tajamnya seolah bisa menembus langsung ke jantung Nattaya.

"Kamu juga tidak bisa berlindung di bawah kata takdir atas kematian Nawasena demi menutupi kesalahanmu. Nawasena tewas karena serangkaian tindakan dan hal konyol yang sudah kamu buat!" Dendam itu masih terus menyala, meski sudah belasan tahun berlalu.

Nattaya tak berkutik.

"Nanti Papi suruh Martha untuk mengurus segala sesuatu terkait perencanaan kehamilanmu. Dokter terbaik di rumah sakit terbaik, agar tidak terjadi lagi kesalahan! Dalam waktu dekat ini, Papi ingin segera mendengar kabar baik!"

"Untuk kali ini, bolehkah aku dan Mas Lingga yang memutuskan sendiri tanpa campur tangan Papi dan Bu Martha? Bagaimana pun juga, ini adalah tubuhku." Nattaya tak akan menyerah. Dia akan melakukan upaya apa pun untuk mengulur waktu sampai menemukan saat yang tepat mengatakan pada Papi, bahwa dia dan Kalingga akan mengurus perceraian.

Sepasang mata tua itu menatap Nattaya dalam-dalam. Selama bergelut di dunia bisnis, Danu Atmaja sudah bertemu dengan segala jenis manusia, sehingga mudah baginya untuk menilai karakter seseorang. Namun, untuk kali ini dia tak bisa membaca apa yang tergambar di wajah putrinya yang begitu tenang dan terkendali itu.

"Baiklah!" Ada jeda sesaat sebelum dia melanjutkan, "Papi akan memberi Kalingga sedikit kelonggaran agar kalian bisa berlibur akhir tahun ini. Dia sudah bekerja dengan sangat baik." Sebuah senyum samar kemudian terlukis di bibirnya.

"Pamanmu sampai tak bisa berkata-kata saat kedua anaknya dikalahkan dengan telak pada rapat bulan lalu. Selama ini dia selalu sesumbar dan selalu memandang rendah Kalingga. Buktinya apa? Kalingga jelas lebih mengetahui tentang perusahaan walau dia bukan garis keturunan langsung Atmaja."

Nattaya diam saja. Sejak dulu Papi dan saudara-saudaranya memang selalu bersaing dan membanggakan keturunan masing-masing. Kehilangan Nawasena tidak hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga, tapi juga sangat melukai ego Papi, karena tidak ada lagi anak yang bisa dia banggakan di hadapan saudara-saudaranya itu.

Sampai akhirnya, entah dapat gagasan dari mana, Papi tiba-tiba saja menjadikan staf rendahan dari keluarga orang biasa seperti Kalingga, menjadi menantu dan perpanjangan tangannya di perusahaan. Agaknya dia belum mau menyerah begitu saja setelah Nawasena tiada. Ambisinya tak pernah padam. Perusahaan itu harus tetap berada di bawah kendalinya, walau harus meminjam tangan orang lain.

"Pertengahan tahun depan, Kalingga masuk dalam bursa pemilihan calon direktur utama. Ini pertama kalinya dalam sejarah perusahaan keluarga kita, orang yang bukan keturunan langsung Atmaja yang memimpin perusahaan. Kamu bisa bayangkan, betapa banyak kasak kusuk yang akan beredar nanti kalau Kalingga terpilih. Tapi itu bukan masalah, Papi akan meredam semuanya dan memberikan jalan tol
Agar dia bisa diangkat jadi direktur utama. Semua itu akan semakin sempurna kalau kalian juga memberi kabar baik akan memiliki bayi laki-laki."

Lelaki itu tertawa. Awalnya hanya tawa kecil, tapi lama kelamaan tawanya semakin lantang dan berggema di ruangan yang berlangit-langit tinggi itu. Tawa yang entah mengapa membuat Nattaya merinding. Apa jadinya kalau Papi tahu keadaan rumah tangga mereka yang sebenarnya?

Kalingga memang tidak pernah membicarakan apa pun dengannya, termasuk urusan pekerjaan, tapi dia cukup peka untuk mengetahui, kalau lelaki itu bukanlah tipe orang yang haus akan kekuasaan seperti Papi. Meski apa yang melekat di dirinya berbalut kemewahan dan kekuasaan, tapi di mata Nattaya, dia tetaplah sosok lelaki sederhana dan ayah idaman semua anak perempuan di dunia.

Hidup Nattaya pasti akan sempurna, kalau saja lelaki itu juga bisa mencintainya. Namun, di dunia ini tidak ada yang sempurna, bukan?

"Papi akui, akhirnya kamu ada gunanya juga, Nattaya." Papi terbatuk-batuk ketika berupaya meredakan tawanya. "Jadi, baik-baiklah pada suamimu. Dia adalah tiket emas agar kamu tidak dipandang rendah lagi sama keluarga pamanmu. Kalau bukan dia, siapa yang bakal mau menikahi kamu?"

"Tidak ada." Nattaya tertawa pahit menyadari fakta itu. "Bahkan Mas Lingga mau menikahiku, karena nggak bisa menolak permintaan Papi."

"Tidak ada makan siang gratis di dunia ini, Natt. Kita semua punya kepentingan. Kalau bukan karena menikahimu, belum tentu dia bisa menjabat posisi penting di perusahaan. Jadi, berhentilah mengeluh!"

"Aku nggak mengeluh. Aku hanya bicara fakta. Mungkin Papi nggak tahu, tapi sejak dulu aku nggak pernah ingin menikah. Aku cukup bahagia hidup sendirian sampai ajal menjemput."

Setelah bertemu Kalingga, dia akui, banyak hal yang berubah dari caranya melihat masa depan dan pernikahan.

"Jangan naif! Kamu mau selamanya jadi pecundang?"

"Menjadi pecundang tidak merugikan siapa pun. Pilihan itu jauh lebih baik daripada memaksakan hidup sesuai standar orang lain padahal hati tersiksa."

"Keturunan Atmaja tidak terlahir untuk menjadi pecundang!" wajah Papi merah padam. "Kamu tahu kenapa Papi menyembunyikan kondisimu dari orang lain? Biar kamu tidak pernah diremehkan!"

"Aku nggak akan mati hanya karena diremehkan, Pi." Nattaya tertawa kecil. "Sejujurnya, aku nggak pernah peduli dengan penilaian orang lain."

"Kamu memang nggak bakal mati karena diremehkan. Tapi tidak ada satu orang tua pun yang mau anaknya diremehkan."

'Tapi Papi selalu meremehkanku sepanjang waktu dan menjadikanku seorang pecundang. Itu jauh lebih menyakitkan daripada diremehkan seisi dunia.'

-tbc-

Cerita ini sudah tamat di aplikasi KBMapp dan Karyakarsa. Juga bisa dibaca di grup telegram berbayar dengan harga lebih hemat.

Wa saja ke 0811667783 🥰

Link KBMapp
https://read.kbm.id/book/detail/76d9c3fd-3cc8-491f-9c45-e542038b0c0f?af=b822085e-e96c-51e7-4f92-9268c5edbf96

Link Karyakarsa
https://www.karyakarsa.com/Liamusanaf/series/sewindu-dalam-kesunyian

SEWINDU DALAM KESUNYIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang