Bab 5. Ditikam dari Belakang

1.6K 114 4
                                    

"Hei," sapa Nattaya, berharap suaranya terdengar ringan tanpa beban. Seulas senyum tipis dia paksakan merekah dari bibirnya.

Raut Kalingga seperti baru saja melihat hantu ketika tatapannya bertaut dengan Nattaya. Perempuan yang tengah duduk di hadapan lelaki itu juga tak kalah kaget melihat kehadirannya.

"Aku sama Bunda. Habis dari sekolah langsung ke sini, mau ngasih kejutan sama Ayah." Suara riang Alula segera mencairkan suasana.

"Ayah lagi makan bekal yang dibawain Tante Davina, ya? Ayah coba juga dong, bekal yang aku bawain. Tadi aku bikin sushi di Cooking Class hari ini." Sorot mata polos gadis itu saat menatap ayahnya membuat Nattaya hampir saja menitikkan air mata.

"Wah, tadi Lula bikin sushi? Mana, sini ayah cobain." Suara Kalingga terdengar agak gugup, meski dia samarkan dengan tawa riang saat membantu Alula membuka tasnya.

"Ehm, Bu silakan duduk. Ibu mau minum apa?" Perempuan yang semula duduk di hadapan Kalingga segera bangkit dan mengangguk penuh hormat pada Nattaya.

"Nggak usah repot-repot, saya hanya sebentar, kok. Alula hanya ingin menyapa ayahnya."

Perempuan itu tampak serba salah ketika menyadari Nattaya mengamatinya sesaat, sebelum akhirnya berbalik menuju sofa yang berada di tengah ruangan.

"Oh, ya, Natt. Kamu belum pernah ketemu sama Davina, ya? Dia PA-ku," panggil Kalingga menyadari betapa canggungnya situasi saat ini. "Vin, kamu kenalan dulu sama Nattaya bundanya Alula."

"Oh, iya, Pak." Davina buru-buru menyusul Nattaya dengan langkah kikuk. "Salam kenal, ya, Bu. Saya Davina."

"Nattaya," katanya singkat. Kembali diamatinya perempuan yang dikenalkan Kalingga sebagai personal assistant-nya itu sambil menilai-nilai.

Dia menebak usia perempuan itu tidak begitu jauh darinya.  Mungkin masih sekitar dua puluh lima atau paling tua dua puluh delapan tahun. Davina memakai rok lipit sebetis warna hitam dan kemeja lengan panjang pas badan warna biru langit, yang dari potongannya Nattaya yakin bukan dari brand ternama. Tubuhnya cukup proporsional dengan kulit kuning langsat dan rambut hitam yang disanggul sederhana. Wajahnya cukup cantik dengan sapuan riasan minimalis. Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa dengan penampilan perempuan itu selain dia tampak bugar dan sehat. Hal yang tidak pernah terlihat dari Nattaya yang hampir sepanjang hidupnya selalu tampak pucat dan rapuh.  

Sebuah tanya tiba-tiba mengusik pikirannya. Apakah Kalingga menjalin hubungan gelap dengan Davina,  mengingat perempuan itu tadi memanggilnya sangat akrab dengan sebutan "Mas", alih-alih "Bapak"? Cara interaksi mereka seperti bukan antara bawahan dan atasannya.

Tanpa sadar Nattaya mengepalkan tangan kuat-kuat. Meski pernikahannya dengan Kalingga sudah rapuh sejak awal dan tidak bisa diselamatkan lagi, tapi tetap saja dia merasa seolah ditipu mentah-mentah setelah melihat apa yang baru saja terjadi. Dan yang lebih membuatnya tak habis pikir, bagaimana bisa Alula seperti sudah mengenal perempuan itu dengan sangat baik?

"Silakan minum, Bu," kata Davina menghidangkan air mineral dalam botol kaca padanya. "Maaf, saya permisi."

"Oh, jangan pergi dulu," kata Nattaya tiba-tiba. "Kami di sini hanya sebentar, kok." Dia segera bangkit seraya melirik jam tangannya. "Lula, kita pulang, Sayang! Katanya tadi janji hanya sepuluh menit, kan?"

"Bentar lagi, Bun...."

"Ayah lagi sibuk. Ada hal sangat penting yang harus diurus Ayah sama Tante Davina. Kita nggak boleh ganggu!" Suara Nattaya tetap rendah, tapi terdengar tajam. Sampai-sampai Kalingga agak terkejut mendengarnya.

"Oh, nggak, kok, Bu," sela Davina tampak serba salah. "Maaf, saya permisi. Lula, see you," pamitnya seraya melambaikan tangan pada Alula.

"Tetap di sini!" bisikan tajam Nattaya menghentikan langkah gadis itu. "Silakan dilanjut makan siangmu yang tertunda itu sama boss-mu!" lanjutnya lagi dalam suara rendah yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.

SEWINDU DALAM KESUNYIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang