²⁴

3.1K 290 82
                                    

Setelah kejadian sang dosen pembimbimg yang tiba-tiba mengajak Jisung untuk makan siang bersama, malamnya Jisung benar-benar gak bisa tidur. Dangdut banget ya? Padahal cuma diajakin makan siang, bukan diajakin nikah. Ehh?!

Habisnya Jisung bingung plus tercengang juga. Dia takut kalau Pak Jaemin ternyata cuma ngerjain dia aja. Apalagi, Pak Jaemin kan orangnya kan nyebelin kalau sama Jisung. Suka bikin orang terbang tinggi, terus habis itu menjatuhkannya dalam sekejap.

Pak Jaemin juga gak ada tanda-tanda akan mengingatkan Jisung tentang makan siang bersama. Awalnya, Jisung pikir dosen pembimbingnya itu cuma ngerjain dia aja supaya Jisungnya kelihatan ngarep. Makanya, Jisung sendiri memilih untuk masa bodoh dan lebih memilih duduk di depan ruangan Laboratorium yang tampak sangat sepi setelah selesai mendapatkan tanda tangan dari Pak Mark sambil menunggu Renjun yang katanya ingin pulang bersama.

Tapi ternyata, Jisung salah. Pak Jaemin tiba-tiba datang lalu menaruh plastik berisi dua kotak bekal dan dua botol minum tepat di hadapannya. Setelahnya, dosen pembimbingnya itu langsung mengambil posisi duduk di depan Jisung yang masih tercengang akan kehadiran sang dosen.

“Kamu berani banget ya bikin saya nungguin lama?”

Waduh, ternyata beneran ditungguin sama sang dosen.

"Kemarin kan saya bilang 'besok kita makan siang berdua' kamu gak denger?"

“D-Denger ... saya kira bapak cuma bercanda kemarin. Maaf, Pak ..”

Pak Jaemin cuma diam dan membuka kotak bekalnya dengan gusar. Entah kenapa ekspresi itu nampak lucu banget di pandangan Jisung. Walaupun ya, masih tetap lucuan Jisung sih.

“Ayo dimakan. Atau kamu mau saya suapi?”

Jisung langsung menggeleng kuat. Enggaklah, gila kali. Gimana kalau jadi tontonan dosen lain dan teman-temannya? Entah gosip apa lagi yang akan Jisung dengar?!

Akhirnya, acara makan siang berdua yang Jisung kira hanya omong kosong itu terlaksana juga. Meskipun agak awkward. Tapi suasana akward itu berubah menjadi menyebalkan saat Pak Jaemin, bilang : “Padahal kamu yang pengen makan berdua sama saya, tapi malah saya yang dibuat nungguin kamu lama banget."

Kesel gak sih? Kesel banget Jisung, mah.

"Ih, kapan saya ngomong gitu Pak?”

"Kemarin."

“Gak, tuh. Pak aja kali yang asal menyimpulkan.”

Jisung akui nada bicaranya sedikit gak sopan, tapi ya udahlah. Biar gak canggung-canggung banget. Tapi ucapan Pak Jaemin setelah itu sukses membuat Jisung hampir tersedak. “Yah ... berarti selama ini saya bertepuk sebelah tangan, dong?”

Jisung gak tahu harus ngapain saat mendengar itu selain tertawa. Meskipun Jisung sadar sebenarnya gak ada yang lucu. Yang ada malah bikin Jisung berdebar-debar. Jantungnya ribut lagi!

“Gak usah salting, gitu. Saya cuma bercanda.” kata Pak Jaemin santai sambil melahap makanannya dengan cuek. Pengen banget Jisung tendang ke Pluto, biar musnah sekalian.


 



Jaemin sudah bersiap-siap untuk pulang. Dia tampak berjalan pelan menuju kearah parkiran sambil membawa tas laptopnya. Matanya melirik jam tangan yang melingkar, pukul 17:05 sore. Sepersekian detik kemudian, mata elangnya menangkap sosok sang mahasiswa bimbingan yang juga tampak berjalan kearah parkiran-mencari sesuatu atau mungkin mencari seseorang?!

Jisung-mahasiswa bimbingannya itu tersenyum canggung saat pandangan mereka bertemu, yang dibalas dengan senyuman setipis tisu dibagi dua olehnya kepada sang mahasiswa bimbingan. Tapi setelah itu wajahnya berubah datar seperti biasanya begitu melihat siapa yang menjemput Jisung. Seorang pria paruh baya seumuran ayahnya, yang sangat dia kenali. Saingan bisnis sekaligus sahabat Ayahnya dulu Park Yuta.

“Jisung, cepat masuk. Ini sudah sore nak, tak baik anak manis ayah berjalan sendirian seperti ini. Ayah tak ingin ada yang mengganggumu.”

“Ayah~” Jisung protes setengah merengek, tak suka. Sebenarnya dia tak ingin dijemput oleh ayahnya itu, tapi ayahnya terus saja memaksa. Jisung tidak tahu kenapa ayahnya tiba-tiba begitu memaksa untuk menjemputnya selepas sampai dari perjalanan bisnisnya yang melelahkan itu. Padahal Jisung sudah bilang, kalau ia bisa pulang sendiri.

Jaemin tersenyum formal kepada ayahnya Jisung. Bagaimanapun pria ini adalah teman ayahnya dan orang tua yang harus ia hormati. Walaupun Paman Yuta sepertinya membalas senyumannya itu dengan delikan tajam-tak suka membuat Jisung yang berada ditengah-tengah keduanya mengernyit bingung.

“Pak Jaemin, saya duluan.” Pamitnya kepada sang dosen, lalu menarik lengan ayahnya untuk segera pergi. Karena demi apapun, ayahnya yang biasanya tersenyum cerah padanya kini menatap tajam-tak suka kepada sang dosen pembimbing.

“Iya Jisung, hati-hati.” Ucap Jaemin ramah. "Kapan-kapan sepertinya kita perlu minum kopi bersama, iya kan paman?" Lanjutnya, menatap ayahnya Jisung.

Jisung menatap sang dosen dan Ayahnya yang saling bertatapan tak suka, percikan aura yang tak enak membuat Jisung pucat pasi. Yuta memicingkan matanya, terlihat raut tak suka yang kentara sekali di wajahnya yang sudah menua namun masih terlihat tampan. “Saya sibuk. Kamu tidak tahu kalau jadwal saya sebagai seorang pengacara ini begitu padat?" Yuta berucap. "Masuk ke dalam mobil, nak.” perintahnya lagi kepada anak bungsunya.

Jisung hanya menghela nafas, tak mengerti apa yang terjadi. Lalu dengan patuh masuk kedalam mobil ayahnya.

“Lampu hijaumu masih lama, anak muda.” Tak mau membuang banyak waktu, Yuta memutuskan masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin lalu pergi secepatnya, tak ingin berlama-lama dengan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi saingan dalam mendapatkan perhatian sang anak bungsu.

Oh tidak! Yuta tidak ingin itu terjadi.
Belum saatnya!

TBC.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝓢𝓴𝓻𝓲𝓹𝓼(𝓑𝓮𝓮)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang