Oline membuka matanya saat sinar matahari mulai memasuki kamar Erine. Oline tersenyum pada chintya yang baru saja membuka gorden kamar Erine "morning mih" Chintya tersenyum lalu meraih baskom berisi air hangat yang berada di atas nakas.
"Gimana? Badan Erine masih panas?" Oline menempelkan punggung tangannya pada kening Erine lalu menatap Chintya dengan bibir yang mengerucut. "Badan nya masih panas mih" Oline kembali mengeratkan pelukkan nya pada Erine yang kini sedang memeluknya.
"Kamu pulang aja dulu lin, semaleman kamu udah ngejaga si Erine sampe mata kamu item tuh Kaya panda" Semalam Oline tidak bisa tidur, karna setiap detik nya Erine pasti akan terbangun lalu menangis. Ini tentu sangat melelahkan bagi Oline. Ia baru bisa tertidur jam 5 pagi setelah Erine bisa kembali tertidur nyenyak.
"Gapapa mih, Oline disini aja dulu. Takutnya si Erine kebangun lagi karna pelukkan nya di lepas" Chintya menatap Oline dengan mata yang berbinar. Oline memang anak yang sangat baik, Bahkan Chintya berharap bahwa yang akan menjadi jodoh Erine nantinya adalah Oline. ia rela tidak punya keturunan dari Erine jika Erine benar-benar menjadi pasangan Seorang Caroline imanuel Anderson.
"Maaf ya lin, lagi lagi mamih ngerepotin kamu. Kasian banget kamu gak tidur semaleman" Oline hanya tersenyum seraya mengelus kepala belakang Erine. "Gapapa mih, Oline gak ngerasa di repotin kok"
"Eunghhh" Erine perlahan-lahan mulai membuka matanya. Hal yang pertama kali ia lihat adalah senyuman Oline dengan mata ngantuk nya itu. "Oline" Gumam Erine, ia kembali menenggelamkan wajahnya pada leher Oline. Membuat Chintya menghela nafas panjang melihat betapa manja putri nya itu.
"Sayang, lepasin dulu Oline nya. Kasian loh dia semaleman gak tidur gara gara ngurusin kamu" Mendengar ucapan Chintya membuat Erine melepaskan pelukan nya pada Oline. Ia menatap Oline dengan tatapan tajam. "Emang iya lin?" Oline tak menjawab, ia hanya tersenyum lalu menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Erine.
"Udah udah sini mamih aja yang peluk Kamu rin" Chintya menarik lengan Erine lalu membawa Erine kedalam dekapannya, Chintya tau bahwa anaknya itu pasti akan kembali menangis. Erine selalu menangis jika ia merasa bersalah. "Lin kamu pulang aja dulu, takutnya orang rumah pada nyariin"
Erine menangis di pundak Chintya, membuat baju Chintya sedikit basah karna ulah gadis itu. "Cup cup cup jangan nangis terus, nanti kepala kamunya malah nambah pusing loh sayang" Chintya mengelus pundak Erine, berharap bahwa gadis itu akan berhenti untuk menangis. Badan Erine terasa sangat panas, seperti nya Chintya harus segera memanggilkan seorang dokter, Karna Erine sangat takut pergi ke rumah sakit.
Oline menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tak mungkin meninggalkan Erine yang kini sedang menangis.
Setelah 30 menit lamanya Oline berhasil membuat Erine tenang dan kembali tertidur. "Mih,pih Oline pulang dulu ya, nanti Oline kesini lagi" Oline melirik sekilas pada jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi. "Iya lin, makasih ya karna kamu udah ngebantuin mamih jagain Erine dari tadi malem" Oline mengangguk dengan sebuah senyuman.
Oline sedikit terkejut saat ia baru saja memasuki rumah. Ia lupa bahwa ia kini tak hanya tinggal berdua dengan Oniel.
Teriakkan dari ketiga kakak tiri nya itu membuat Oline sangat terkejut, ia sampai mengelus dada nya berkali-kali. Sebenarnya apa yang sedang ketiga gadis itu lakukan hingga membuat kegaduhan di dalam rumah. Oline yang penasaran memutuskan untuk mengintip ke dalam dapur. Karna suara itu berasal dari dalam dapur, sekalian mengambil air karna tenggorokannya terasa sangat kering.
Oline melihat ketiga kakanya itu sedang memasak. Tatapan Ashel tiba-tiba tertuju pada Oline yang kini sedang mengintip. "Olineeee siniii kamu" Mendengar nama nya di panggil, Oline hanya bisa tersenyum seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kenapa kak?" Kathrin dan Marsha yang sedang membaca buku resep sontak menoleh pada Oline.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You ~Erine~ (Orine) [END]
Teen FictionKalau cinta itu indah mengapa banyak orang yang menangis karena cinta?