22

3.9K 331 8
                                    

"Udah dua hari Erine ilang, dan kita disini malah diem aja?!?! Kita harus laporin kasus ini ke pihak yang berwajib" Zee menghempaskan tubuhnya yang sudah sangat lelah di sofa. Sudah semalaman ia menjaga matanya untuk memantau pelacak yang ada di ponsel Erine.

"Oline kemana? Dia gak pergi lagi ke mall itu kan?" Tanya Adel yang datang dengan sebuah jus jeruk di tangannya. "Dia pergi ke mall itu bareng temen-temen nya" Gita bersandar pada sofa lalu menyeruput secangkir kopi.

"Lagian kenapa papah onyil ngelarang kita buat lapor polisi sih? Apa jangan jangan papah onyil tau keberadaan Erine sekarang. Pasti papah onyil tau siapa yang ada di balik ini semua" Zee menatap Gita, sedangkan Gita hanya menggelengkan kepalanya. "Kok atin bisa ya suka sama orang kaya lo, udah irit kata nyebelin lagi"

"CCTV itu benar-benar mati karna ada gangguan yang tidak di ketahui penyebabnya" Satpam dengan nametage Didi berusaha menjelaskan semuanya kepada Oline dan teman-temannya. "Disini ada jalan yang jarang banget orang pake?" Pak Didi mengerutkan keningnya untuk mengingat.

"Ada, tapi tempat itu benar benar sudah tidak terpakai. Disana juga sudah tidak di pasang sebuah CCTV" Oline meremas kepalanya dengan frustasi. Harus dengan cara apalagi ia mencari Erine. Tidak mungkin bila ia terus mengurung dirinya sendiri di dalam kamar. Menangis bukan lah solusi dari segela permasalahan yang terjadi. Menangis hanya bisa menenangkan bukan memberikan jalan keluar.

"Huft, gw sama yang lainnya minta maaf ya lin" Aralie menundukkan kepalanya. Air mata kembali mengalir membasahi pipinya. Andai waktu bisa di ulang kembali, mungkin Aralie akan mengantarkan Erine ke wc. Seharusnya ia tidak membiarkan Erine pergi sendirian.

"Gw bener bener nyesel, seharusnya gw anter Erine ke wc. karna Bocil kaya si Erine gampang banget buat di culik nya" Levi menunduk seraya memainkan ujung bajunya.  "Andai aja gw bisa sulap si Erine jadi ada di sini" Fritzy terduduk di sebuah kursi lalu menenggelamkan wajahnya di meja.

"Gak ada gunanya buat nyalahin diri sendiri, semuanya udah terjadi. Yang harus kita lakuin sekarang itu cari solusinya bukan nangis dan nyalahin diri sendiri" Ucap Lily sambil mengedarkan pandangan nya ke seluruh CCTV yang ada. "Kita coba datengin dulu pintu keluar itu, mungkin ada petunjuk di sana" Delyn berjalan pergi meninggalkan mereka.  Lily membalikkan tubuhnya lalu berlari menyusul Delyn.

Nala menepuk pundak Oline lalu mengangguk saat Oline menatap wajahnya. "Ayo, kita harus yakin kalau Erine bakal baik baik aja" Oline menghembuskan nafas lelah lalu berjalan menyusul Delyn dan juga lily.

"Lah ayo, kalian mau terus terusan nyalahin diri kalian sendiri?" Tanya Nala, karna ketiga teman Erine malah terduduk lemas di atas kursi. ketiga nya segera bangkit dari kursinya lalu berlari menyusul teman teman Oline.

"Aelahhh masa tempat umum yang sering di datengin banyak orang kaya gini gak ngasih petunjuk satupun. Bahkan gw baru tau kalau mall ini punya tempat yang kaya gini" Nala menendang angin lalu berjongkok. "Uhukk uhukk disini debu nya banyak banget anjwing" Nala kembali berdiri. Rasanya ia sudah tak sanggup menghirup debu yang ada di pintu belakang ini.

"Uhuk uhuk, tempat ini kok gak pernah di bersihin ya? Ternyata mall mewah kaya gini bisa punya tempat kotor juga ya" Lily menutup hidung nya menggunakan telapak tangan. Ia terus melangkah maju namun Oline tiba-tiba menahan langkah kaki nya. Dengan merentang kan satu tangannya di depan lily. Ia mulai menyalakan senter HP untuk melihat dengan jelas jejak sepatu yang ada di lantai berdebu itu.

Jejak sepatu itu tak berbentuk seperti sepatu pada umumnya. Itu terlihat seperti sebuah sepatu yang sering para badut kenakan. Oline segera memotret jejak sepatu itu menggunakan ponsel nya. Pintu kayu itu tiba-tiba terbuka karna tertiup oleh angin. Angin di luar benar-benar sangat kencang, seperti nya hujan akan turun membasahi bumi.

I Love You ~Erine~ (Orine) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang