Paradoks | 7

159 10 0
                                    

Kami sudah sampai rumah, begitu mobil berhenti di garasi Raga segera bergegas keluar, ternyata masih bad mood dia dan sepertinya sesi deep talk hari ini terpaksa nggak dulu dilakukan.

Sementara mas Dana membawa beberapa tote bag hasil belanjanya dan aku membawa tas kerjanya. Dengan semangat aku mengambil belanjaan dari tangannya.

"Ya saya mau mandi."

Aku yang sedang bersemangat membuka belanjaan melihat ke arah mas suami, kenapa emang kalau dia mau mandi?

"Hah, yaudah mas tinggal mandi lah, gak perlu laporan." Atensi ku kembali pada belanjaan, cewek tetaplah cewek, kalau liat yang kayak gini udah pasti matanya hijau.

"Ck, air hangat Ya."

Hooo, ya ngomong yang jelas tho.

"Bentar, aku siapin dulu." segera aku menyiapkan air panas di kamar mandi.

Mas Dana yang hanya berhanduk tiba-tiba masuk ke dalam, aku yang sudah selesai keluar.

"Mas tinggal tungguin sampai penuh." Tanpa mendengar balasannya, aku bergerak keluar. Malu sendiri aku liat beliau ini yang hanya berhanduk.

Sebelum kembali melihat belanjaan, aku menyiapkan pakaian mas Dana dulu, untuk sementara aku menyiapkan kaus dan celana panjang seperti biasa, nanti untuk acara keluarga aku akan menyiapkannya lagi.

Urusan mas Dana selesai, aku melihat dua tas belanjaan mas Dana lagi, pertama aku mengeluarkan baju dari tote bag dengan logo DIOR, kedua kalinya mas Dana membelikan ku pakaian dari brand ini, pertama saat seserahan nikahan dulu dan kedua sekarang. Kembali pada pakaian yang telah mas Dana beli, kubuka sarung yang menutupinya, ternyata ini merupakan dress berwarna putih dengan aksen kupu-kupu biru.

Aaaa ini cantik sekali, entah berapa harga dress ini, namun melihat dari brandnya mungkin bisa mencapai 20 juta, tapi gapapa lah, itu hanya setara gaji mas Dana 2 hari praktik di klinik mungkin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aaaa ini cantik sekali, entah berapa harga dress ini, namun melihat dari brandnya mungkin bisa mencapai 20 juta, tapi gapapa lah, itu hanya setara gaji mas Dana 2 hari praktik di klinik mungkin.

Wangi sabun mas Dana menguar ketika pintu kamar mandi terbuka, yaaah setiap hari aku disuguhi mas Dana yang handukan gini, tapi setiap itu juga aku selalu malu sendiri. Sepertinya aku pura-pura tidak melihat saja, tadinya aku berencana memeluk mas Dana begitu keluar kamar mandi.

Pura-pura sibuk dengan dress pemberiannya sepertinya ide bagus, berapa kali aku bilang memang selera beliau ini tidak perlu diragukan, bahan kain yang halus dan nyaman begitu terasa ketika teraba kulit, benar-benar high brand.

Tapi tumben tumbenan beliau ini boros. Dipikir pikir lagi sayang sekali uang 20 juta hanya untuk membeli seonggok kain, lebih baik uangnya ditabung untuk masa depan Raga.

"Suka Ya?" Tiba-tiba mas Dana sudah menempel di belakang tubuh ku.

Tumben part 2 nih mas suami nempel-nempel gini. Pasti ada maunya.

Tapi tak perlu dipikirkan, kembali ke niatku yang akan memeluknya, dengan gerakan cepat aku berbalik dan memeluk tubuh segar mas Dana yang sudah berbaju. Hmm, harum sekali tubuhnya.

"Suka bangeett laahh, aku gak kepikiran mas bakal beli DIOR." Entah suaraku jelas atau tidak, karena saat ini wajahku sepenuhnya berada di dada pak dokter.

"Hmm, sekali-kali."

Kirain bakal jawab romantis, tapi aku tidak boleh berekspektasi tinggi dengan kanebo kering ku ini.

Kali ini sepertinya aku harus mengingatkan mas Dana walau aku senang dengan pemberiannya tapi ini sudah kelewatan kalau sampai puluhan juta, walau perlu diingat beliau ini pewaris Adiwilaga. Tapi uang sebesar itu hanya untuk kain yang sama sama saja esensinya seperti kain lain yang untuk dipakai terlalu berlebihan menurut ku.

"Berapa? Mahal ya ini? Ngapain sih beli beli yang mahal gini, aku minta yang murah keliatan high brand aja, nggak yang high brand beneran. Sayang uangnya kan bisa disimpan buat tabungan masa depan Raga." 

Ku lihat reaksinya yang biasa biasa aja, seolah 20 juta adalah uang kecil. Yaaa meskipun percaya percaya saja, untuk Mahadana 20 juta kayak beli cilok.

"Ya, saya lapar."

LAH, GITU DOANG??!

Heran aku manusia model begini, mungkin juga ini alasan tuhan menjodohkan aku dengan Mahadana, UNTUK MEMPERTEBAL RASA SABAR KU.

Namun aku jadi sadar juga, ini kekurangan dibalik rasa syukur aku berjodoh dengan Mahadana, semakin menjadi jurang perbedaan aku dan Mahadana, aku si miskin dan Dana si kaya. Poor Ayyara.

Yah, singkirkan dulu rasa insecure mu Ayyara, saat ini perut sugar daddy mu lebih penting.

Aku akhirnya melepas pelukan kami, sentuhan terakhir sebelum aku beranjak ke dapur, aku kecup pipi mas Dana dengan meninggalkan jejak basah. Sengaja. Tapi manisnya mas Dana tuh gak pernah marah kalau digituin, paling cuma ck ck ck doang. 

Tak berselang lama mas Dana menyusul kemudian aku menyajikan makanan yang telah selesai aku buat seadanya dengan cepat, ayam goreng dengan minyak rendah lemak dan tahu tempe yang sudah dimarinasi. Aku melayaninya kemudian.

Melihatnya saja yang makan dengan lahap sudah kenyang, tapi aku memang sudah makan di rumah ayah tadi. Gatal sekali aku ingin berbincang tentang kegiatan kami hari ini, tapi kasian liat mas Dana yang lahap gini aku ganggu.

Sampai ketika beliau selesai makan, kemudian aku yang membereskan alat makannya, beliau masih duduk di meja makan. Kode deep talk kah?

Aku duduk di sampingnya, mulai dari mana yah? Jangan bahas baju lagi kali yah, entar jadi insecure lagi. Oh iya, ada yang baru aku pikir.

"Mas capek banget yah?"

Aku perhatikan wajah nya yang tampan, sebenarnya mas Dana ini tidak ada wajah wajah dingin, wajahnya ramah, tapi memang kalau sama aku jadi kanebo kering, tubuhnya tinggi kepalaku hanya sampai bahunya. Segalanya sempurna. Tapi kenapa aku yang dia pilih? Memang segala hal berkaitan Mahadana itu bikin insecure terus.

"Hmm."

As always hmm, emang gitu kan kalau sama aku. Tapi jadi kasian, jahat banget ya aku bikin dia yang capek cari nafkah buat aku tapi aku suruh suruh cari baju cuma buat menuhin ego aku.

"Capek banget ya keliling mall buat cari baju aku? Maaf ya aku bikin kamu tambah capek."

Aku dekatkan kursi makan ku ke arah mas Dana, ku peluk tubuhnya untuk transfer energi. Tangan mas Dana balik melingkar di pinggang ku.

"Sudah kewajiban saya penuhin mau kamu."

Hmm, meleleh boleh nggak? Emang kalau kanebo kering yang ngomong jadi beda.

"Aku kayaknya gak bosen bosen deh bilang cinta kamu banyak banyak."

Aku tatap matanya yang tak fokus ke arah ku, alah salting nya gitu.

***
Bersambung...

Hallo gays

Mulai sekarang aku rutin update satu minggu sekali kayanya, kalau ada waktu bisa 2 kali atau lebih...

Btw makasih banyak banyak yang udah baca dan vote cerita inii

Nggak lupa juga aku selalu ingetin jangan pada larii, tungguin terus update-an paradoks aku inii

Kalian juga bisa kunjungi ig aku, biasanya aku buat random story, post or reels tentang Ayyara & Mahadana di sana

See you next week

Ig: Pena_rinduu

ParadoksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang