Paradoks | 11

225 13 0
                                    

"Ya, baju saya mana."

"Ma jam tangan aku mana?"

Seperti biasa, pagi dengan teriakan mas Dana dan Raga tak pernah terlewat.

Terbayang kan stress nya pagi ku?

Yang satu sudah berpakaian seragam lengkap, rambut acak acakan nyari nyari jam tangan. Yang satu masih handukan, rambut basah nyari nyari baju. Ini kalau di kampus ku ada matkul nama nya berpikir kritis, aku harus prioritas kan yang mana dulu nih.

Gila kan!!!

"Mas baju mu ya udah aku siapin di atas ranjang biasa lah." Ya balas teriak juga lah aku.

Aku tengah menyiapkan nasi goreng, dibantu bibi tentunya, hari ini bibi sudah datang selepas subuh tadi. Aku meninggalkan dapur sebentar untuk ke kamar Raga.

Seperti biasa, wajah masam dia pasang ketika mencari sesuatu tak ketemu.

"Kamu mah kebiasaan banget, kalau barang mau dipake lagi simpan di tempat biasa kamu simpan. Gini kan jadinya," aku membantunya mencari, tanpa mengomel kayanya nggak afdol.

Aku cari sampai bawah bawah ranjang nya, tuh kan emang ada di bawah ranjang. Aneh aneh emang, ngapain jam tangan sampai ke bawah ranjang.

"Nih, cari ke semua tempat maka nya."

Wajahnya sudah berseri seri.

"Makasih ma, emang paling bisa diandalkan mama tuh."

Halah, emang di rumah ini kalau nggak ada aku sehari udah hancur kayanya.

Aku kembali lagi melanjutkan memasak nasi goreng.

"Ya nggak ketemu."

ASTAGHFIRULLAH!!

Ternyata mas Dana masih handukan.

"Mau diperhatiin itu mah bu." Bibi tiba tiba nyeletuk.

Iya mungkin ya.

Dengan cepat aku menghampiri mas Dana. Dan taraa, bajunya memang ada di atas ranjang, terlihat jelas karena aku memilih warna navy dan seprai ranjang kami berwarna cream kurang jelas gimana coba.

"Ini mas Danaa, aku udah siapin kok." Aku meraih pakaian nya dan memberi pada mas Dana.

Dengan santainya beliau ini memakai di depan ku seperti biasa.

Haahhh, sabar Ayyara.

"Rapihin Ya."

Mas Dana mengulurkan tangannya, aku memilih kemeja panjang dengan kancing di tangannya.

"Mau dilipat apa dikancing aja?"

Aku sambil merapikan rambutnya yang telah kering, "udah disisir nggak ini?"

"Ck udah, ini dilipat aja."

Okey aku melipat dua lipatan, "segini aja ya, kalau sampe siku mas keliatan seksi. Nggak boleh pokoknya."

Pipinya merah dong, dengan gemas aku mengecupnya.

Sekali lagi aku merapikan kerah dan pakaiannya, "aku mau anterin Raga ya, boleh?"

Mas Dana mengangguk, "boleh."

"Ya udah ayo sarapan dulu."

Kami berjalan ke ruang makan, di sana sudah ada Raga dengan sepiring nasi goreng yang memasaknya diteruskan bibi dan segelas susu

Aku harus menyiapkan dulu minum mas Dana, "mau teh apa susu?"

"Teh aja Ya."

Okey seperti biasa, aku menyiapkan teh dengan madu. Kemudian menyajikan pada mas Dana dengan sandwich berisi sayur dan telur sebagai sarapan nya.

ParadoksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang