Chapter 4

149 14 0
                                    

04. Duka Kekaisaran Amethyst

Dengan tangan gemetar, Kaisar Kenneth mengelus kedua wajah orang tuanya. Hatinya hancur menatap denyut nadi Ayah dan Ibunya yang sudah tak bernyawa. Ia mengusap wajah Ayahnya yang bersimbah darah. Wajah itu yang mengajarkannya arti ketangguhan seorang putra bangsawan. Kegigihannya untuk mendidik dirinya tak pernah pudar. Dia adalah sosok Ayah yang berjasa bagi Kaisar Kenneth. Kemudian beralih menatap wajah Ibunya yang telah pucat. Ibu adalah sosok wanita yang memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati. Dari kecil Kaisar Kenneth tak kekurangan kasih sayang dari sang Ibu. Ya, dia orang yang beruntung.

Kaisar Kenneth menahan diri untuk tidak mengeluarkan air mata di hadapan semua orang. Ia menganggap hari ini adalah hari kebahagiaan sekaligus kesedihan. Kebahagiaan dengan kembalinya Eleanor, meskipun gadis itu masih tersesat entah dimana. Kabar kesedihan dengan berpulangnya Ayah dan Ibu Kaisar Kenneth ke sisi Tuhan. Semua orang yang melihat itu ikut merasakan kesedihan yang dialami Kaisar Kenneth. Selain itu, Raja dan Ratu Emeritus adalah sosok yang bijaksana dalam memimpin kekaisaran.

"Aku bersumpah akan menghabisi Penyihir Ambros dengan tanganku sendiri!" tekan Kaisar Kenneth dengan tatapan yang menajam.

Seorang pria berjubah hitam turun dari tumpangannya, yaitu seekor naga besar yang memiliki corak hitam kecokelatan. Dia terkekeh pelan melihat ketidakberdayaan seorang Kaisar Kenneth. Kejadian ini menjadi kebahagiaan tersendiri baginya.

"Apa dengan memangkunya akan membuat mereka bangun kembali?" Pria berjubah hitam itu tertawa kecil setelah menyelesaikan kalimatnya.

Semua prajurit Kekaisaran Amethyst memasang sikap waspada untuk mengatasi jika hal buruk terjadi. Sebagian dari mereka menutup tubuh Kaisar yang masih terduduk bersama mayat kedua orang tuanya.

Pria berjubah itu berpura-pura memasang mimik sedih. "Baru kali ini aku melihat seorang Kaisar Kenneth terlarut dalam kesedihan. Ah, semoga dirimu cepat menyusul kedua orang tuamu."

"Tutup mulutmu, Penyihir Ambros!"

Para prajurit yang awalnya melindungi keberadaan Kaisar Kenneth langsung menyingkir kala sang empu berjalan ke depan. Tampak kemarahan yang tercetak di wajah Kaisar Kenneth ketika melihat keangkuhan Penyihir Ambros. Tatapannya kian menajam kala menyadari sesuatu yang aneh dari Penyihir Ambros. Matanya terpejam sejenak guna memfokuskan titik target, kemudian kakinya menghentakkan tanah dengan diikuti elemen api yang muncul merambat ke arah Penyihir Ambros.

Penyihir Ambros terkejut mendapatkan serangan mendadak dari Kaisar Kenneth. Karena telat mengelak, sebagian tubuhnya terbakar menjadi abu hingga sekarang hanya tersisa bagian pinggang sampai kepala. Semua orang tercengang melihat itu, tubuh Penyihir Ambros tak mengeluarkan darah setetespun. Hanya ada luka bakar yang warnanya tampak hitam pekat.

Penyihir Ambros terkekeh pelan seolah tak merasakan sakit di tubuhnya. "Ternyata selama ini kau telah belajar banyak hal, Kaisar Kenneth."

"Hanya seorang pengecut yang tidak berani menampakkan diri di hadapan lawan secara langsung!" balas Kaisar Kenneth dengan nada dingin.

"Apa urusannya denganmu? Inilah kekuatanku," kata Penyihir Ambros seraya tersenyum miring.

"Ah, aku lupa. Bagaimana kabar tunanganmu? Apakah dia baik-baik saja sekarang?" Penyihir Ambros bertanya seolah peduli dengan Kaisar Kenneth.

"Jika bukan karena angin sialanmu itu, Eleanor sudah kembali di Kekaisaran Amethyst!" desis Kaisar Kenneth.

Penyihir Ambros menaiki naganya dengan tertatih-tatih. Sepertinya dia akan terbang menjauh dari Kekaisaran Amethyst tanpa rasa bersalah.

Penyihir Ambros memerintah naganya untuk kembali terbang ke udara. "Aku harap kau cepat-cepat membawa tunanganmu kembali sebelum dimangsa oleh hewan buas!" teriaknya dengan diiringi tawa mengejek.

Kaisar Kenneth tak mau banyak bicara meladeni perkataan Penyihir Ambros. Tangannya terulur ke atas seraya mengeluarkan elemen api, lalu diarahkan ke naga milik Penyihir Ambros. Seketika naga tersebut hangus dan Penyihir Ambros terjatuh dari ketinggian belasan meter. Teriakan Penyihir Ambros tak membuat Kaisar Kenneth peduli, sekalipun kepala penyihir itu terkantuk batu besar.

"Arghhhh, sakit!" teriak Penyihir Ambros kesakitan.

Tanpa belas kasihan, Kaisar melemparkan sebuah pisau tajam ke jantung Penyihir Ambros. Semua orang yang melihat itu meringis ngilu seakan ikut merasakan sakitnya.

"Dimanapun kau berada akan aku cari hingga pada akhirnya kukirimkan ke neraka!" Kaisar Kenneth membalikkan badannya dan berjalan menuju mayat kedua orang tuanya.

Setelah Penyihir Ambros merenggang nyawa, tubuhnya seketika melebur menjadi debu yang menyatu dengan tanah. Hal inilah yang membuat semua orang terkejut, Penyihir Ambros tadi hanyalah salah satu bayangannya, bukan sosok aslinya.

• Amethyst Empire •

Kaisar Kenneth berdiri tegak menatap kosong peti Ayah dan Ibunya yang mulai dikebumikan. Upacara pemakaman itu berlangsung selama beberapa jam. Semua warga tampak hadir menyaksikan Raja dan Ratu Emeritus untuk terakhir kalinya. Suasana di sana begitu dingin dengan diiringi isak tangis yang menderu. Dedaunan di sekitarnya tampak berguguran seolah menggambarkan duka yang mendalam.

Upacara pemakaman itu dilaksanakan dengan lancar tanpa hambatan. Semua orang yang ada di sana satu-persatu meninggalkan area pemakaman. Kini hanya tersisa Kaisar Kenneth yang masih berdiri dengan tatapan kosong dan beberapa pengawal. Tatapan luka di matanya tak berbohong, ia sangat terpukul dengan kepergian orang tuanya. Kaisar Kenneth tak mengira Ayah dan Ibunya pergi secepat itu, padahal hari-hari sebelumnya mereka masih tampak sehat dan harmonis.

Penyihir Ambros, musuh Kekaisaran Amethyst yang masih berkeliaran hingga sekarang. Apapun musibah yang menimpa Kekaisaran Amethyst pasti sering berhubungan dengan Penyihir Ambros. Sepertinya penyihir itu sukses menanamkan sebuah dendam yang mendalam pada diri Kaisar Kenneth.

Kaisar Kenneth berjongkok, tangannya terulur menaruh sebuah bunga anyelir putih di masing-masing makam kedua tuanya. "Tenanglah di sana, Ayah, Ibu. Aku berjanji akan membalaskan semua rasa sakit yang kalian rasakan."

Kaisar Kenneth kembali berdiri, kemudian berjalan meninggalkan area makam diikuti oleh para pengawal.

Kini Kaisar Kenneth telah duduk tenang di kereta kuda. Namun, tiba-tiba kereta berhenti begitu saja membuat ia bertanya-tanya. Seorang pengawal turun dan menghadap Kaisar Kenneth seperti ingin melaporkan sesuatu.

"Maaf, Yang Mulia. Jalanan di depan terjadi bencana longsor, apakah Yang Mulia berkenan putar arah untuk kembali ke istana?" ucap pengawal itu.

Kaisar Kenneth terdiam sejenak seraya mengingat sesuatu. "Berikan kudamu, kalian kembalilah ke istana. Jaga istana dengan baik sampai saya kembali!"

"Baik, Yang Mulia!" jawab pengawal itu patuh.

Kaisar Kenneth mulai memacu kudanya ke arah timur laut. Ia berbelok arah hutan agar tidak melewati perumahan warga. Pohon demi pohon dilewati Kaisar Kenneth dengan pacuan kuda yang cepat. Dia tak ingin berlama-lama di daerah timur laut karena daerah itu dikatakan berbahaya. Banyak makhluk seperti elf, werewolf, dan peri-peri kecil yang liar, artinya mereka tidak terikat oleh wilayah tertentu.

Bersambung.

Amethyst EmpireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang