Chapter 11

114 10 2
                                    

11. Keanehan diri Cyrille

Cyrille berlari terbirit-birit berlawanan arah dari singa. Melihat pohon yang lumayan besar membuat gadis itu bergegas menuju ke sana. Ia pun berlindung dibalik pohon besar itu seraya menatap Boreas yang berusaha melawan singa.

Cyrille menggigit bibirnya gelisah. "Aduh, Bagaimana kalau Boreas menjadi santapan kucing stalker itu?"

Di sana, tampak Boreas terus menerus mengeluarkan suara hoot dan geraman rendah sebagai pertanda bahwa ia mendapatkan ancaman. Boreas selalu terbang mengelak dari serangan singa itu. Meskipun ia memiliki kekuatan lebih, untuk melawan singa besar itu rasanya tidak seimbang. Tetapi Boreas tidak ingin menyerah begitu saja. Ia memutar otak cerdiknya untuk mengelabuhi Sang Raja Hutan.

Boreas mulai mengepakkan sayapnya lebar-lebar untuk terbang tinggi. Mata tajamnya menatap singa yang berdiri gagah di bawah sana. Boreas melesat begitu cepat ke bawah, lalu terbang mengelilingi singa itu. Dengan gerakannya yang gesit, Boreas mampu menciptakan kebingungan terhadap sang lawan. Tak lupa bekuan es yang dibuat telah menutupi seluruh tubuh singa itu.

Di balik pohon, Cyrille sedikit lega melihat Boreas mampu melawan singa besar itu.

"Kalau kau tak selamat, aku tak ingin berteman denganmu lagi, Boreas," gumamnya.

Kelegaannya tak kunjung lama, Cyrille terkejut melihat Boreas yang dilempar dengan kuat oleh singa. Hal itu membuat Boreas tergeletak mengenaskan di atas salju. Bekuan es yang mengelilingi tubuh singa sudah hancur berkeping-keping. Sang Raja Hutan menggeram, berancang-ancang untuk menerkam Boreas yang malang.

"Tidak!" jerit Cyrille.

"Kau tidak boleh menyakiti Boreas!" Cyrille berlari menuju Boreas dengan berlinang air mata.

Langit cerah dengan awan yang menumpahkan salju tiba-tiba perlahan menjadi gelap. Suasana berubah drastis, suara petir mulai bersahut-sahutan disertai adanya kilat hampir sampai ke dasar bumi. Suara gemuruhnya menggema di langit sehingga menciptakan ketegangan. Dalam kegelapan yang terang benderang oleh kilatan petir, langit menjadi pemandangan yang menakjubkan.

Melihat kondisi tampak keruh, singa tadi tak jadi menerkam Boreas, ia pun segera mengambil jarak. Mata tajamnya masih menyorot lurus ke arah Cyrille berdiri.

Cyrille menyeret tubuhnya untuk duduk bersimpuh di depan Boreas yang tak sadarkan diri. "Boreas, kau tak ingin bangun?"

Perasaannya sesak ketika berhasil membawa burung hantu itu ke dalam pelukannya. Ia menunduk, bibirnya bergetar dengan air mata terus mengalir. Saking derasnya, air mata Cyrille sampai jatuh ke wajah Boreas.

"Boreas, ayo bangun!" bisiknya.

"Kau tidak boleh meninggalkanku." Cyrille menangis terisak tak kuasa menahan kepedihan yang melanda.

"Aku menyuruhmu bangun kenapa masih memejamkan mata?"

"BANGUN BOREAS!"

Suara petir menggelegar di udara seolah menjadi perantara emosional Cyrille. Gadis itu menangis meraung-raung seraya berteriak mengucapkan nama Boreas. Hatinya seperti diremas melihat keadaan Boreas yang jauh dari kata baik. Baru sehari mengenal dan merasa nyaman dengan Boreas, sudah ada musibah yang menimpanya. Takdir seolah membolak-balikkan keadaannya yang begitu rumit.

"Jangan membuang waktu untuk hal tak berguna, My Lady."

Suara bariton yang terdengar asing membuat Cyrille menoleh dengan air muka sembab.

"Kau siapa?" tanya Cyrille pelan.

"Salam hormat kepada Putri Kekaisaran Arcanum." Pria itu membungkuk sopan sebagai tanda hormat. "Perkenalkan nama saya Rex Leonhart dari Klan Simha. Saya meminta maaf jika perbuatan saya membuat Anda bersedih."

Cyrille bangkit dari duduknya dengan Boreas masih di dalam pelukan. Gadis itu menatap Rex dengan pandangan sulit diartikan.

"Apa maksud perkataanmu?" tanya Cyrille.

"Maaf, My Lady. Saya adalah singa yang menyerang burung hantu milik Anda," jelas Rex jujur.

Cyrille terdiam. Apalagi ini? Mengapa terdampar di dunia ini membuat hidupnya lebih rumit?

Kondisi mulai membaik, langit yang awalnya gelap mulai menampakkan warna cerah kembali. Sititik cahaya remang-remang menyorot ke arah Cyrille dan Rex berdiri.

"Saya menyerang burung hantu milik Anda untuk memastikan bahwa Anda adalah benar-benar Putri Kekaisaran Arcanum. Saya sudah curiga sejak awal pertemuan ketika Anda mengeluarkan sengatan listrik hingga mengenai kaki saya. Bukti semakin kuat melihat petir yang tiba-tiba keluar tanpa adanya faktor alam yang mempengaruhi," sambung Rex yang tak ingin ada kesalahpahaman diantaranya dan Cyrille.

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kau katakan." Cyrille bersuara setelah beberapa saat terdiam.

"Mereka berkata, aku adalah Putri dari Kekaisaran Arcanum, tunangan dari Kaisar Kenneth. Sulit bagiku untuk mempercayai sesuatu yang tak logis," ungkap Cyrille.

Rex tersenyum. "Anda hanya perlu waktu untuk percaya. Tunggu takdir baik untuk menjelaskan semuanya."

"Jika takdir buruk yang menghampiriku apakah semua masih bisa terungkap?" celetuk Cyrille.

"Jika seperti itu berdoalah untuk mendapatkan takdir yang baik ke depannya," balas Rex dengan senyuman manis.

Cyrille hanya bergumam pelan, kemudian menunduk menatap Boreas yang masih terkulai lemas.

"Kau tak ingin bertanggung jawab setelah melukai temanku?" Cyrille menatap datar ke arah Rex.

"Tenanglah, dia termasuk spesies Scandiacus Elixir. Burung penyembuh luka yang resistensi, luka yang didapatkan akan sembuh dengan sendirinya. Burung itu akan benar-benar sekarat jika mana yang dimilikinya terkuras melebihi 70%," jelas Rex.

"Kau tidak berbohong kepadaku, kan?" Cyrille menatap menyelidik ke arah Rex.

"Saya berkata apa adanya, My Lady. Lagipula saya tidak berani berbohong kepada Anda," terang Rex.

Melihat keterdiaman Cyrille membuat Rex menghela nafasnya pelan. Ia pun melangkahkan kakinya untuk maju mendekati Cyrille. Tangan kanannya menarik-narik kaki Boreas dengan sedikit kasar.

"Bangun! Kau tidak pandai berdrama di hadapanku!" cetus Rex.

Cyrille menepis tangan Rex yang menurutnya kurang ajar. "Apa yang kau lakukan pada Boreas?! Jangan macam-macam!"

"Ah, namanya Boreas. Burung manis itu cocok sebagai santapan malam saya, My Lady." Perkataan Rex itu semakin membuat Cyrille melototkan mata.

"Kau ini sebenarnya waras atau tidak?! Boreas pingsan karena serangan dirimu!" sarkas Cyrille kesal.

Tidak peduli dianggap tidak sopan oleh Cyrille, Rex menabok tubuh Boreas hingga terjatuh. Hal itu membuat amarah Cyrille berada di ujung tanduk.

"Kau! Bera--"

Cyrille tak jadi melanjutkan perkataannya ketika melihat Boreas terbang ke bahunya. Gadis itu tersenyum haru mendapatkan kondisi Boreas yang baik-baik saja.

"Boreas, entah bagaimana nasibku kedepannya jika kau tak bangun lagi." Cyrille mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir.

Boreas membalas perkataan Cyrille dengan berkukuk kecil.

"Jangan mengejekku cengeng, aku tidak pernah merasa sesedih ini sebelumnya," ketus Cyrille ketika melihat Rex yang tampak menahan tawa.

Rex pun gelagapan, kemudian menyanggah dengan nada panik. "Tidak, My Lady. Maafkan saya jika perilaku saya menyinggung perasaan Anda."

"Jangan berbicara formal padaku, aku sedikit geli mendengarnya. Panggil aku Cyrille, jangan Eleanor, paham?" Cyrille menekan kalimat terakhir yang diucapkan.

Rex pun mengangguk dengan ragu-ragu. Tiba-tiba kedua kakinya membeku dibalut es membuat ia melototkan mata.

"Hei, apa yang terjadi?!" Rex berucap dengan panik.

Kejadian itu membuat Cyrille melirik ke arah Boreas. Boreas pura-pura tak melihat, ia memutar kepalanya ke samping untuk menghindari tatapan Cyrille.

"Jangan mulai, Boreas."

Bersambung.

Amethyst EmpireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang