Antartika ✧ 02

80 11 4
                                    

✧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Wiliam menghela nafas pelan atas apa yang baru saja di alami nya, siapa dia tadi? tidak sopan!

Ia kemudian melempar tas nya kedalam mobil dan memasuki mobilnya dengan ekspresi wajah yang tak pernah berubah, banyak orang yang sudah memprotes sifatnya tapi tak pernah ia hiraukan, toh yang menjalani hidup nya kan dia, kenapa orang lain suka sekali ikut campur?

"Manusia aneh" gumamnya singkat sebelum ia benar benar melajukan mobilnya.

Belum sampai setengah jalan ia kembali melihat pemuda manis yang memeluknya secara tiba tiba tadi, dia sekarang berada di tepi jalan dengan kedua temannya yang sedang merangkulnya.

Wiliam meliriknya sekilas namun kembali bersikap acuh dan tetap melajukan mobilnya menuju rumah.

Kalau dipikir-pikir hidupnya membosankan sekali.

Wiliam selalu bertanya tanya mengapa orang orang di dunia ini senang sekali mencampuri urusan orang lain? memangnya hidup mereka sudah benar? tidak waras.

"Sampah." celetuk nya saat melihat seseorang yang sedang mabuk di tepi jalan dengan cara berjalannya yang seperti zombie.

Tidakkah mereka menggunakan otak mereka dengan baik? melakukan hal hal yang bermanfaat misalnya?.

Ia menambah kecepatan mobilnya, saat ia rasa sudah jengah dengan pemandangan di sepanjang jalan yang di lalui nya.

Tak berselang berapa lama akhirnya Wiliam sudah sampai di kediaman nya, ia memasuki rumahnya dan segera melenggang kedalam kamar tanpa berbelok kemana mana lagi.

Sekilas info saja, Wiliam adalah anak pindahan dari Los Angeles dan dia hanya tinggal sendiri disini, kedua orangtuanya berada disana, tapi tenang saja mereka akan mengunjungi anak semata wayangnya tiga bulan sekali jika ada waktu.

Wiliam tak masalah, yang terpenting Wiliam tau mereka masih hidup, itu saja.





.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.







"Berhenti mencubit pipiku! cubit saja pipimu sendiri!" amuk Giyo ketika Cakra terus saja mencubiti pipinya padahal dia sedang fokus mengerjakan PR nya.

"Tidak mau, siapa suruh memiliki pipi seperti squishy" jawab cakra dengan cepat.

"DIVAN! TOLONG IKAT SAJA TANGAN CAKRA!" Teriak Giyo dengan alis yang menukik tajam menandakan bahwa ia sedang marah namun terlihat sangat lucu.

"Cakra! berhenti menganggu nya" ucap Divan yang sudah jengah dengan pertengkaran yang setiap hari harus ia tangani itu.

"Ayolah~ lihat pipinya bertambah besar seperti gundukan daging kenyal" ujar Cakra sembari memegangi pipi Giyo dengan jari telunjuknya.

"APA KAU BILANG?!" Giyo tak terima dengan penuturan Cakra barusan yang mengatai pipinya seperti gundukan daging.

"Kau lucu!"

"TIDAK! TADI KAU BILANG PIPI KU SEPERTI GUNDUKAN DAGING!"

"Memang"

"YAK! MULUT MU ITU MAU KU JAHIT YA?!" Giyo memberikan tatapan tajam pada Cakra yang kini memperlihatkan cengiran bodohnya.

"Galak sekali sih" celetuk Cakra.

"Sudah tau galak kenapa masih kau ganggu?" ucap Divan dengan sedikit menggelengkan kepalanya lalu setelahnya ia melanjutkan acara menulisnya.

"Yasudah aku minta maaf" ujar Cakra sembari mengulurkan tangannya pada pemuda lucu itu.

"Besok pasti kau ulangi lagi! tidak mau!"

"Kalau begitu tidak jadi ku belikan es--"

"OKAY KU MAAFKAN!" potong Giyo dengan cepat sehingga membuat Cakra dan Divan terkekeh gemas akan tingkahnya.

"Oh iya, kau tidak tau siapa yang kau peluk waktu di koridor tadi?" ucap Cakra di sela sela aktifitas menulisnya.

Giyo menggeleng lucu tanpa mengalihkan pandanganya dari buku di hadapannya, dia sedang fokus sekarang.

Divan hanya diam sembari mendengarkan percakapan antara Cakra dan Pemuda lucu yang sedang fokus mengerjakan PR nya itu.

"Serius?! Dia si Antartika! awalnya aku mengira dia bisu karena tak pernah mengeluarkan sepatah kata pun, tapi ternyata dia hanya berbicara yang penting saja"

"Benarkah? woah pasti dia tidak cerewet sepertimu" puji Giyo dengan mulut yang sedikit terbuka.

"YAK! Aku ini cerewet dan menyenangkan, kalau dia membosankan" ujarnya tak terima saat di katai cerewet oleh teman lucunya.

"Tidak, justru yang pendiam itu lebih bagus! tidak banyak berkomentar"

"Aku juga tidak banyak berkomentar"

"KAU SELALU MENGOMENTARI SEMUA ORANG! RAMBUT KU BERDIRI SATU SAJA KAU KOMENTARI!" sarkas Giyo dengan tangannya yang berada di pinggang seperti seseorang ibu yang sedang memarahi anaknya.

"Bukan--" sebelum Cakra melanjutkan ucapannya, tangan mungil Giyo lebih dulu membungkam mulut cerewet milik Cakra.

"Diam! dasar cerewet! aku ingin duduk di samping Divan saja"

Giyo segera berdiri dan berjalan mendekati Divan yang terlihat sudah menertawai Cakra dalam diam, ia mempersilahkan Giyo untuk duduk di sebelahnya, Giyo kemudian menempatkan dirinya tepat di sebelah Divan dengan wajah yang masih mengeluarkan ekspresi kesal.

"Sudah biarkan saja dia berbicara sampai mulutnya berbusa, nanti juga diam sendiri" ucap Divan dengan tangan yang ia ulurkan untuk mengelus puncak kepala Giyo.

Giyo menjulurkan lidahnya kearah Cakra yang kini terlihat akan kembali melayangkan protesan nya sebelum ia melihat tatapan tajam milik Divan yang mengisyaratkan nya untuk diam.

Tidak akan selesai jika harus berdebat dengan Cakra.



































___________
TBC.
Hope you like it bb.

ANTARTIKA [Hamlem/Wonjun/Pingpongz] (Wonjin x Hyeongjun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang