✧
✧
✧
Mereka hanya diam menyimak pemberitahuan yang di siarkan di depan sana, ternyata sekolah sedang mengadakan pertukaran pelajar dengan murid murid pilihan yang sudah terjamin kepintaran nya.
Giyo melirik lelaki berwajah datar di sebelahnya yang hanya diam tak mengeluarkan sepatah katapun dari tadi 'Sepertinya mulutnya itu memiliki lem' batin Giyo dengan mulutnya yang mengerucut lucu, ingin mengajaknya bicara tapi bagaimana jika nanti dia di abaikan? tidak mau.
Giyo menatap kedepan dimana kedua temannya berdiri membacakan sebuah teks entah apa itu, membosankan sekali mendengar mereka berbicara.
Cakra sempat melihat kearah Giyo yang sedang duduk bersama dengan seseorang yang jelas sudah ia kenal, Cakra menertawakan ekspresi lucu Giyo yang terlihat menahan bosannya, ia membisikkan Divan sesuatu sehingga membuat keduanya tertawa sejenak lalu melanjutkan aktifitas nya.
Giyo menggerutu kesal melihat kedua temannya sedang bersenang-senang di atas sana, ada rasa penyesalan kenapa dia tidak ikut saja bersama keduanya.
Wiliam sedari tadi tidak bisa fokus kedepan, bukan tanpa sebab, tapi lelaki pendek di sebelahnya seperti cacing kepanasan tidak berhenti bergerak gusar kesana kesini, ada apa dengannya?
Tiba-tiba saja ada seorang siswi menghampiri Giyo, Giyo mendongak menatap siswi yang sudah memasang wajah kesal di depannya.
"Maaf, ada masalah denganku?" tanya Giyo pada siswi itu.
"Kau mengamb--" ucapan siswi itu terpotong.
Dia tidak melanjutkan perkataannya karena lelaki berwajah datar di samping Giyo sudah melemparkan tatapan tajam padanya seolah bisa kapan saja membunuh dirinya.
Sebenarnya kursi yang di tempati oleh Giyo adalah miliknya, tapi ia mengurungkan niatnya untuk marah karena seorang malaikat maut tengah berada di samping pemuda manis itu.
Giyo mengerutkan keningnya heran, ia memandangi kepergian siswi yang baru saja memandangi nya dengan tatapan kesal, sedangkan Wiliam? lelaki itu tak merasa bersalah sedikitpun. Makanya jangan meninggalkan sesuatu, jika tidak ingin milikmu itu di rebut orang lain.
"Nama mu Wiliam ya?" Giyo membuka perbincangan dengan di awali basa basi ringan.
"Hm" sahutnya.
"DIA BENAR-BENAR TIDAK BISA BICARA YA?! MENYEBALKAN SEKALI" Giyo berteriak kesal di dalam hatinya.
"Aku Giyo, panggil apa saja boleh" ucapnya lagi walaupun ia tau tidak akan mendapatkan respon baik dari lelaki dingin itu.
"Harus ku panggil 'kak'? kau satu tahun lebih tua dariku"
"Terserah" ucapnya singkat, Giyo tersenyum tipis setidaknya lelaki itu mengeluarkan suaranya.
"Kenapa kakak di panggil 'Antartika'?" Giyo menarik kursinya sedikit mendekat kearah lelaki yang bernama Wiliam untuk mendengarkan jawabannya.
Wiliam melirik Giyo dari sudut matanya, "Kenapa dia cerewet sekali sih?" batin Wiliam saat mendengar pertanyaan yang di lontarkan Giyo untuknya.
"Tidak tau" jawabnya.
"Kok ga tau sih, harusnya kakak tau!." ujar Giyo dengan tangannya yang sudah berkacak pinggang seolah sedang memarahi lelaki tampan di sebelahnya.
"Penting?"
"Penting! pita suara kakak ga bakal putus kok kalo ngomong panjang-panjang, irit banget ngomongnya, pantesan semuanya bilang kakak kayak gunung es" ucapnya panjang lebar dengan berbagai ekspresi menggemaskan, jika saja Cakra dan Divan berada di sebelahnya pasti pipi anak manis itu sudah habis di cubiti oleh mereka berdua.
Berbeda dengan Wiliam, dia hanya menganggap perkataan Giyo sebagai angin lalu, ia menyimpulkan bahwa pemuda pendek itu sama saja dengan yang lainnya, cerewet dan suka berkomentar.
Giyo menatap wajah datar itu, haruskah ia mengajaknya berteman?
Dengan ragu Giyo mengulurkan tangannya seperti mengajak lawan bicaranya untuk bersalaman, Wiliam mengerutkan keningnya heran melihat uluran tangan pemuda pendek itu.
"Ayo temenan kak" ucap Giyo dengan senyuman lucunya.
Entah apa yang sekarang di pikirkan oleh otak Wiliam, mengapa anak itu terlihat sangat menggemaskan, tapi tetap saja dia tidak menyukai sifat cerewetnya.
Wiliam hanya diam masih memandangi uluran tangan itu, tak berniat sedikitpun untuk membalasnya.
Hampir satu menit Giyo masih mengulurkan tangannya pada Wiliam, menunggu balasan dari lawannya, lelaki berwajah datar itu menghela nafas lalu membalas uluran tangan pemuda cerewet yang terus menatap kearahnya.
Kenapa dia berani sekali?
Apa itu teman?
Dia tidak butuh itu.
"Gitu aja lama banget kak" celetuk Giyo lalu kembali mengalihkan pandanganya kedepan tanpa memperdulikan Wiliam yang sudah mengumpatinya.
______________
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARTIKA [Hamlem/Wonjun/Pingpongz] (Wonjin x Hyeongjun)
RomanceAntartika yang kita tau adalah tempat paling dingin tak berpenghuni dengan lautan es yang membentang luas menyelimutinya, Satu-satunya benua yang tidak memiliki tempat tinggal permanen bagi manusia. Siapa juga yang betah berada disana? Namun bagaim...