Lambat laun, Lyn mulai terbiasa dengan kehidupan rumah tangganya. Meski tanpa dipungkiri, terkadang ia masih diam-diam menangis di malam hari. Berandai-andai kalau malam itu tidak terjadi. Mungkin saat ini ia masih bekerja di kantornya, makan malam bersama keluarganya, menonton film terbaru bersama temannya. Dan mungkin, ia masih menghabiskan waktu dengan Tio dan semua tingkah gemasnya.
Tapi lupakan. Kehidupan baru yang Tian tawarkan tidak terlalu buruk juga. Di sini tidak ada tetangga julid, teman yang saling menusuk di belakang satu sama lain, dan yang paling penting, Tian selalu membuat Lyn merasa diayomi selayaknya istri. Kalau kata Nadin, "Semua aku dirayakan." Memang kalimat yang cukup menggambarkan apa yang Tian berikan.
Bangun tidur dengan sarapan tersedia di meja, Tian juga yang akan membersihkannya. Untuk urusan rumah? Bahkan Tian tidak membiarkan Lyn untuk sekadar membantunya. "Duduk manis aja, Paduka Ratu. Nanti engkau kelelahan." Selalu begitu. Terkadang Lyn masih terkejut dengan sikap Tian yang berbeda. Ia tidak seperti yang Lyn duga. Ternyata Tian tidak seburuk yang Lyn kira. Tian tidak se-menyeramkan seperti di benak Lyn. Tian ternyata memiliki sisi terangnya sendiri. Tian yang ramah, lembut, tulus, penyayang, dan sering menebar jokes garing sehingga hari-hari Lyn tidak kering. Lyn tidak menyadari, jika ialah alasan Tian membuka kembali kotak pandora keceriaannya. Ialah alasan Tian jatuh cinta. Ialah alasan Tian berlari sejauh ini. Meski Lyn belum bisa jatuh hati. Meski Lyn belum bisa memberikan cinta yang sama. Tapi Tian selalu memberi effort yang semakin besar hingga Lyn merasa dicintai dengan gila.
Seperti sekarang, Lyn sedang menyantap ayam bumbu bali buatan Tian. Meski tidak seenak buatan mama, tapi yang ini boleh juga. Lyn bingung, darimana Tian tahu menu-menu favoritnya? Mulai dari nasi goreng putih, pindang bumbu kuning, bandeng sambel ijo, dan sekarang ayam bumbu bali. Tian juga tahu Lyn benci ati ampela, lebih suka hidangan asin ketimbang manis, dan Lyn tidak suka kecap. Tidak suka. Rasanya aneh bagi Lyn. Hanya sate saja yang menjadi pengecualian anti kecapnya. Dan Tian tahu itu semua.
"Aku mandi dulu, ya. Seperti biasa, kamu boleh ikut kalo--"
"Gamau. Makasih." Tian terkekeh, Lyn sampai hafal kalimat keramatnya sebelum mandi. Tapi Lyn masih memberikan ekspresi yang sama meski sudah mendengarnya puluhan kali.
Ponsel Lyn berdering, menampilkan sebuah kontak favorit sedang menelponnya.
Incoming call
Mama gaul💖🤙"MAMAAA! Aku kangen bangeetttt." Pekik Lyn. Setengah teriak saking rindu dan senangnya ditelpon sang mama.
"Kaget dikit gak ngaruh wir. Minimal hallo kek, Assalamualaikum kek. Anake sopo kamu ini angkat telpon malah teriak-teriak gini."
Saat masih gadis, Lyn akan ilfeel dengan celotehan mama. Sekarang Lyn malah merindukannya. Anehnya Lyn malah senang karena mama mengomelinya seperti sekarang ini.
"Gimana, sih, Nduk, kamu itu. Mbok ya bangun pagi. Kebiasaan sejak perawan kok dibawa sampe sekarang."
"Ya kan emang masih perawan." batin Lyn. Tapi ia tak mengucapkannya. Daripada nanti bibirnya menimbulkan konflik. Lagipula memang Lyn belum siap saja. Jangan sampai mamanya tahu hal ini, nanti malah Lyn disemangati untuk segera membuat bayi.
"Nggih, Mama. Siap laksanakan."
"Oh, iya, Nduk. Hubunganmu sama Tian gimana? Dia sering banget lho minta saran mama. Minta resep-resep kesukaan kamu juga."
Terjawab sudah sederet pertanyaan Lyn. Cerdas juga Tian rupanya. Dengan effort menyenangkan istri, Tian juga mengambil hati mertua di saat yang sama. Sehingga sekali dayung, dua pulau terlampaui. Usaha Tian memang perlu diapresiasi.
"Iya, Ma. Kita baik-baik aja, kok." Singkat Lyn. Tidak perlu terlalu jauh membicarakan rumah tangganya.
"Oh, iya, kamu sama Tian udah wleowleo Belum?"
"Udah apa, Ma?" tanya Lyn memastikan kalau rungunya salah dengar.
"....."
"Mama?"
Sebenarnya mama Lyn tau istilah-istilah itu darimana, sih? Merepotkan otak pendek Lyn saja. Lyn paham, sih, maksudnya. Tapi bagaimana, ya, Lyn menjelaskannya.
Di saat yang tepat, Tian keluar dari kamar mandi. Dengan kondisi rambut basah yang masih menetes dan setengah telanjang diselimuti handuk putih di bagian pinggang sampai ke lutut.
"Ma, mau ngobrol sama Tian gak?" Mengalihkan pembicaraan, Lyn berniat memberikan ponselnya pada Tian. Sekonyong-konyong pria itu berdiri kaku dengan alis mengernyit. Terkejut sekali.
Maka Lyn bangkit dari kursinya, dengan segera beranjak menghampiri Tian beberapa langkah di depannya.
DUGG!
Namun tiba-tiba kaki Lyn tersandung kaki meja. Menyebabkan ia kehilangan keseimbangan, lalu limbung dan terjerembab di depan Tian nyaris bertubrukan.
BUGGH, SREEETTT.
Lyn dengan refleknya memegang handuk Tian sebagai pegangan dan tanpa sengaja melucuti kain tersebut dari pinggang suaminya. Sepersekian detik kemudian keduanya membeku seiring Tian menahan malu. Otak Lyn masih memproses apa yang terjadi kala Lyn mendongak dan matanya mendelik saat pemandangan halal dari suaminya terpampang nyata di hadapannya.
"MAMAAAAA!!"
Lyn memekik dan menutup mata dengan tangannya. Syok sekali. Baru pertama kali ia melihat Tian dengan penampakan seperti ini. Sementara Tian, masih mematung di tempat yang sama. Dengan muka malu yang memerah tak jauh berbeda dengan istrinya. Tian buru-buru menutup asetnya. Tangannya mencengkram celana kolor angry bird bolong-bolong yang sedari tadi dikenakannya di balik handuk. Agaknya sedikit berdesir lega karena kolor angry bird itu tak ikut melorot bersama handuknya. Bisa-bisa nanti malah terjadi hal-hal yang Tian inginkan.
•••
Setelah insiden kolor tadi, pasangan suami istri itu malah menjadi canggung satu sama lain. Bisa dijamin, mereka tidak akan melihat angry bird dengan cara yang sama lagi.
Lyn malu dengan kecerobohannya. Tentu saja. Tapi tak disangka Tian lebih malu daripada kelihatannya. Seorang Tian yang humoris namun dominan tiba-tiba saja tidak bisa kontak mata dengan Lyn seharian. Lyn pun menyadari muka Tian masih memerah acap kali berpapasan di rumah mereka sendiri. Rasanya canggung dan tidak nyaman. Tapi kalau boleh jujur, Lyn gemas dengan reaksi Tian.
"Malu banget, anjing. Kenapa pas pake kolor angry bird, sih. Bisa diulang gak? Mau ganti kolor Calvin Klein biar manly dikit." Tian bergumam sambil menatap kolor-kolornya yang bergantung di jemuran.
"Kopi di atas meja, barangkali mau minum." Lyn hanya lewat sekelebat. Diam-diam membuatkan kopi karena merasa bersalah tentang kejadian tadi. Hitung-hitung sambil berbakti kepada suami.
Tian mengambil kopi seduhan istrinya. Menyeruput nikmat sambil duduk di teras rumah sembari menonton senja yang mulai tenggelam tertutup pohon pisang. Sesekali menoleh ke belakang, melihat Lyn yang asik menonton TV. Meskipun saat mata mereka bertemu, keduanya kembali membuang muka dan menahan tawa.
••Bersambung••
KAMU SEDANG MEMBACA
Abience
RomanceHubungan Tio dan Lyn yang berlangsung bertahun-tahun terpaksa kandas karena kembalinya Tian--saudara kembar Tio setelah tiga tahun menghilang. Dijebak dengan skandal pabrik bekas hingga digrebek warga dan dinikahkan paksa, Lyn terpaksa merelakan mi...