"Jadi gini cara kamu nikahin anak saya?" Pak Prayoga menatap Tian dalam. Dibalas oleh permintaan maaf yang terus keluar dari bibir Tian.
Pak Prayoga bangkit dari kursinya, dengan tangan mengepal dan menarik nafas ancang-ancang, beliau memberikan pertanyaan lanjutan. "Tian, kamu punya BPJS kan?"
Yang terjadi selanjutnya bisa ditebak. Agaknya sesuai ekspektasi Lyn, ayahnya memberi pelajaran Tian dengan membabi buta. Tidak ada yang menghentikan tindakan Pak Prayoga karena Tian pantas mendapatkannya. Akhirnya 10 menit waktu yang lebih dari cukup membuat Tian mendapat memar di beberapa bagian tubuhnya, sobekan di ujung bibirnya, dan darah yang tidak berhenti mengalir dari hidungnya.
Sementara Lyn, masih meyakinkan mamanya dan berusaha menggagalkan pernikahannya sedemikian rupa. Berkali-kali mencoba menghubungi Tio namun tak juga mendapat jawaban, Lyn semakin yakin genre hidupnya akan berubah menjadi angst setelah dua keluarga di ruang tamu akhirnya membahas tanggal dan persiapan pernikahannya dalam tiga minggu ke depan.
Saat itulah Lyn benar-benar hancur. Ia tak tahu kesalahan apa yang ia perbuat hingga menerima karma seperti ini. Harus menikah dengan saudara kembar pacarnya sendiri karena digrebek warga padahal tak melakukan apa-apa.
Seluruh dunia dan impian Lyn juga seketika direnggut paksa. Liburan ke luar negeri bersama Tio, dinikahi Tio dengan adat Jawa Solo, berdebat untuk memberi nama anak bersama Tio, dan semua tentang Tio. Semuanya kini hanya tinggal angan. Karena kenyataan menamparnya dengan kehadiran seorang Tian.
Mata Lyn terus menatap nanar dirinya sendiri, mengasihani diri dengan alur takdir yang ia miliki. Hingga semuanya tiba-tiba mengabur, seiring Lyn menyadari bahwa semua ini adalah memori yang ia miliki tiga minggu yang lalu, bahwa terakhir kali ia memejamkan mata ia sedang mencoba mengakhiri hidupnya, bahwa saat ini seharusnya Lyn sudah mati.
"Bangun, istriku. Udah pagi."
Suara Tian membuat mata Lyn sepenuhnya terbuka, membola sempurna dan mencubit dirinya sendiri tak percaya percobaannya gagal begitu saja.
"Kok masih hidup? Ini momen bjir atau waduh?" Lyn meruntuki dirinya sendiri pelan, kemudian melihat Tian dengan tatapan mencurigakan.
"Lo nuker obat gue ya biar gue ga mati?!" Pekik Lyn seraya menimpuk Tian dengan bantal.
"Masa sama suami manggilnya Lo-Gue. Panggil 'Mas' dong." Tian menepis serangan bantal Luna, menatap lembut dan kagum dengan wajah bangun tidur istrinya.
"Babi, kenapa lo ga biarin gue mati aja, sih?!"
"Gamau jadi duda soalnya." Tian tersenyum kecil, kemudian membalikkan pandangannya ke cermin dan sibuk menyisir rambutnya. Sementara Lyn, mengacak rambutnya kesal, menggeram frustasi dan ingin melempar dirinya sendiri sampai planet mars.
"Udah sana buruan mandi, atau mau mas mandiin?"
"DIH, NAJIS!"
•••
Pagi ini Lyn sibuk mengemasi barangnya, bersiap pindah untuk menghadapi hidup baru bersama Tian di Semarang. Lyn sebenarnya tak yakin kalau ini adalah ide bagus, namun sialnya Tian berhasil meyakinkan kedua orang tua Lyn untuk merestui keputusannya.
Kehidupan baru yang benar-benar baru. Setidaknya Lyn tidak akan berpapasan lagi dengan tetangga yang terus menggunjingnya, menerima tatapan aneh dari mereka yang dulunya menyebut dirinya teman Lyn, dan yang paling penting, Lyn tidak harus bertemu lagi dengan Tio dan seluruh kenangannya.
"Nanti kirim alamatnya ya, bro. Sekalian silaturahmi pas gue ke Semarang nanti. Oh iya, lo katanya punya bar juga ya di sana? Ntar mampir sekalian ah." Mark asik bercengkrama dengan Tian, sementara Lyn sudah berpelukan penuh haru dengan kedua orang tuanya. Sempat tak mau melepas pelukannya, Ayah Lyn terpaksa menginterupsi dengan berkata, "Cepetan, keburu pesawatnya terbang duluan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Abience
RomansaHubungan Tio dan Lyn yang berlangsung bertahun-tahun terpaksa kandas karena kembalinya Tian--saudara kembar Tio setelah tiga tahun menghilang. Dijebak dengan skandal pabrik bekas hingga digrebek warga dan dinikahkan paksa, Lyn terpaksa merelakan mi...