3

237 19 8
                                    

Perasaan marah dan terkhianati memuncak dalam diri Nani ketika dia mengetahui bahwa Jonas telah membohongi tentang keberadaan ibunya. Dia baru menelfon ke rumah karena berpikir bahwa setidaknya jika ibunya sudah ditemukan, dia bisa mendengar suaranya. Tapi malah suara Oskandor yang berteriak memanggil nama Aleta, kemungkinan besar mengira bahwa Nani adalah istrinya.

Dalam keadaan emosi yang memuncak, tanpa pikir panjang, dia menghampiri Jonas dan menamparnya. Tindakan spontan itu adalah cerminan dari rasa sakit yang terasa begitu dalam. Setiap detik setelahnya terasa seperti keheningan yang menyesakkan, di mana waktu seakan berhenti, dan konsekuensi dari perbuatannya mulai tenggelam dalam pikirannya.

"Jangan berjanji apa-apa lagi padaku. Aku tidak akan mempercayai apa yang kau katakan lagi." Ucap Nani dengan suara bergetar. Para pelayan yang masih berada di sana berbisik-bisik, menerka-nerka kenapa nyonya mudanya menampar kakak ipar tertuanya.

"Kau mau ke mana?" Dave muncul saat Nani berjalan terburu-buru meninggalkan perkarangan rumah, menuju parkiran.

"Pak walikota akan segera datang," Deve menahan lengan Nani. Mencengkeramnya.

Seolah tuli, Nani mencoba melepaskannya. "Neo, aku sudah mengatakannya padamu, ini penting. Ini bukan sekedar berkumpul untuk makan."

"Lepaskan aku." Suara Nani masih bergetar. Lengan kemejanya tertarik hingga kancing atasnya terlepas saat berusaha melepaskan cengkraman Deve.

Deve menghela nafas, membawa tubuh Nani menghadapnya. "Bukankah kau akan menerima pilihan dalam kesepakatan ini?"

"Pilihan kesepakatan?" Nani tertawa hambar, seolah sudah muak.

"Sebuah pilihan untuk mendapatkan 1% saham dari setengah harga saat ini. Jika kau ingin membicarakannya dari segi uang, itu seharga miliaran."

Wajah Nani frustasi, dia menarik lengannya. "Aku tidak butuh sesuatu seperti itu." Segera membuka pintu mobilnya. Ekspresi Deve tak terbaca, entah, dia merasa aneh dengan sikap Neo yang sekarang.

"Adik ipar, bicaralah denganku sebentar!" Nani melirik malas pada Jonas yang mengetuk kaca pintu mobil. "Aku pikir kau salah paham tentang sesuatu tadi."

Jonas menggertakkan giginya saat Nani mengendarai mobilnya meninggalkan parkiran.

"Apa yang terjadi?" Marjo datang menghampiri Jonas dan Deve.

"Ayah.."

"Apa ada yang salah?"

"Tidak." Deve menjawab dia melirik kakak iparnya, bagaimanapun juga keduanya bisa bekerjasama dalam keadaan seperti ini. Dia tahu dan paham betul sikap ayahnya, lebih-lebih lagi Jonas—walaupun dia berstatus sebagai menantu, Jonas bisa cepat memahami keinginan mertuanya dengan baik.

"Lalu, kenapa dia bersikap seperti itu?"

"Aku akan mengikuti dan berbicara padanya."

"Tidak, aku yang akan pergi." Deve dengan cepat menyahuti Jonas, segera menghilang dari sana. Jonas pun seolah tuli, dia juga mengikuti Deve dengan mobilnya sendiri, bagaimana pun juga rencananya tidak boleh gagal karena Nani maupun Deve.

"Hentikan Deve terlebih dahulu, baru Nani." Jonas berbicara melalui telfon. Menghubungi Bian yang menjadi tangan kanannya.

Dalam perasaan marah dan kebingungan, Deve mencoba mengikuti mobil Nani yang pergi tanpa penjelasan yang jelas. Namun, dalam kejar-kejaran itu, sebuah sosok yang tak terduga muncul dan mengubah arah perjalanannya.

Sosok itu, seorang wanita yang juga mengemudikan mobil, memiliki kemiripan yang mencengangkan dengan ibunya—kalungnya. Dalam sekejap, rasa penasaran dan keinginan untuk memastikan mengalahkan niat awalnya. Dia mengalihkan pandangannya ke nomor plat mobil tersebut.

Dia mencoba mendekati mobil tersebut namun dibeberapa titik dia tidak bisa melihatnya bahkan kehilangan mobil tersebut. Ada, namun plat mobilnya berubah. Deve menggeleng pandangannya agak kabur.

Aku yakin bahwa aku tidak gila.

Disisi yang berbeda, Nani harus berjuang sendiri di mobil saat bagian belakang mobilnya di tabrak oleh Jonas.

Panggilan telepon berbunyi tepat saat bemper belakang mobil Nani hampir penyok ekstrim.

"Ini belum terlambat. Pulanglah sekarang, lalu semuanya akan terselesaikan."

Bibir Nani terkatup. "Ini semua karena mu. Ini semua terjadi karena mu! Aku seharusnya tidak mempercayai mu sedari awal."

"Apakah kau mempercayai ku atau tidak bukan itu yang penting sekarang ini! Ayo berpikir praktis. Apa yang akan kau lakukan saat menemukan ibunya?! Lalu apa? Jika kau kembali sekarang, kau kan hidup sebagai seorang pembunuh. Kau harus memikirkan keluarga mu."

Nani menggeleng, tangannya mencengkram kuat setir kemudi. "Tidak, aku akan mencari ibuku terlebih dahulu. Apa yang terjadi setelahnya, kau yang pikirkan."

"Jika kau seperti ini, aku bisa membunuhmu."

"Jika kau ingin membunuh ku, lakukanlah. Lakukan apa yang kau inginkan!"

Berikutnya, benturan keras di bemper belakang mobil Nani terjadi lagi. Dia harus menjaga kepalanya agar tak terbentur dengan setir kemudi. Tidak ada kamera cctv yang bisa menghentikan Jonas saat ini. Nani hanya bisa berdoa dalam hati agar Tuhan berpihak padanya.

Jalur berbeda Nani ambil, berdesakan dengan mobil lain untuk menghindari Jonas.

Dalam keadaan penuh emosi, Jonas mengendarai mobilnya dengan caranya. Pikirannya saat ini hanya ingin menghentikan Nani, sehingga dia tidak memperhatikan betul kondisi jalan yang dia lalui.

Jonas tidak menyadari bahwa mobil di depannya berjalan ke arahnya. Dengan refleks, dia mencoba untuk menghindar, namun reaksi yang terlambat dan kecepatan tinggi membuat mobilnya kehilangan kendali.

Mobilnya tergelincir di permukaan jalan yang licin, berputar beberapa kali sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan. Detik-detik yang terjadi setelahnya terasa seperti berlangsung dalam gerak lambat, dengan suara logam bertabrakan menggema di telinganya. Ketika mobil akhirnya berhenti, dia terduduk lemas di dalam. Nani tak kalah kaget, dia juga menghentikan mobilnya. Entah kenapa jalannya sepi sekarang.

Dia membuka pintu kemudi, mengeluarkan Jonas dari mobil untuk berbaring di aspal jalan. Sesaat Nani menoleh ke kanan-kiri jalan yang sepi. Menatap Jonas yang memiliki luka di kepala.

"Aku bisa membunuhmu." Nani yang baru saja memutar tubuh untuk kembali ke mobil menatapnya lagi. "Tapi kau tidak bisa membunuhku. Karena kau orang yang berbeda. Jika kau pergi sekarang, aku mungkin mati." Suara Jonas tersengal, tak ada bedanya dengan Nani yang juga dilanda kepanikan.

"Tidak, aku juga bisa membunuhmu. Karena aku dan kau tidak berbeda." Nani mengambil ponsel Jonas yang terlempar ke aspal saat dia menarik tubuhnya tadi. Menelpon nomor darurat.

"Jika terjadi sesuatu pada Ibuku, maka aku tidak akan memaafkan mu." Ponsel itu Nani lempar ke pangkuan Jonas, meninggalkan Jonas yang terduduk di sana sendirian—sedang dia harus mencari ibunya.

Tempat pencarian pertama Nani adalah tempat yang kemungkinan pernah di singgahi ibunya. Pasar, dia membawa selembar foto ibunya bertanya kesana-kemari. Tapi tak satupun yang tahu tentang keberadaan ibunya.

Nani tak tahu, Jonas adalah pria nekat. Saat dia keluar dari gang pasar. Jalan besar segara dia tapaki. Mobil hitam di belakangnya berjalan lambat, membuat jarak sejauh nya —mengira-ngira kecepatan mobil untuk menabrak tubuh kecil Nani.

Tuas di tarik, tancap gas.

Bruk—

Jatuh, terpelanting, punggung menabrak pagar rumah warga. []

[BL] Not Me [DewNani]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang