"Mau berangkat sekarang?" tawar raihan saat melihat renjani menutup ponselnya dan memasukkan benda itu ke dalam tas selempang yang dia bawa.
Siang ini, raihan menawarkan diri untuk megantar renjani ke stasiun. Gadis itu mau pulang ke rumah. Permasalahan yang sedang dia hadapi membuatnya ingin cepat pulang dan menemui bundanya. Dia merasa sangat khawatir meski sang bunda terus berkata bahwa dirinya baik-baik saja. Tapi memangnya siapa sih yang akan merasa biasa saja saat tahu pasangan yang sudah puluhan tahun dinikahi dan dicintai sepanjang hidup tiba-tiba ketahuan berselingkuh?
Renjani mendadak merasa emosi lagi jika ingat itu semua.
"Lo kenapa, sih, jan mendadak pulang?" tanya raihan penasaran.
Renjani menggelengkan kepala. Gak berniat menjawab ataupun menjelaskan dengan lebih rinci pada raihan. Baginya, masalah ini bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Cukup beberapa orang yang tahu, renjani gak ingin dikasihani.
"Yaudah, yuk?" ajak raihan sembari bangkit dari sofa dan mengenakan jaketnya.
"Helm gue gimana?" Tanya renjani, mengikuti langkah raihan keluar dari rumah kos.
"Ada, di motor."
Keduanya pun memakai helm, naik ke atas motor, dan melenggang pergi dengan begitu santai, tanpa tahu, jika di belakang mereka ada rachel yang melihat bagaimana helm biru yang ia kira sengaja dibeli raihan untuknya, terpasang pada kepala renjani dengan begitu apik.
Sayangnya, ini bukan hanya tentang helm, tapi juga tentang dirinya yang merasa dipermainkan oleh laki-laki itu.
Sejak hari dimana raihan memberinya ramen, ruang obrolan mereka tidak pernah kosong. Beberapa kali raihan sengaja membuka percakapan. Sekedar bertanya kabar, mengucapkan selamat pagi, dan pamit pergi ke kampus. Apalagi ditambah kemarin mereka baru saja pergi berdua, napak tilas kegiatan saat masih berpacaran, makan ramen. Rachel kira itu berarti sesuatu.
Tapi raihan bahkan tidak berkata apapun tentang renjani.
Dan helm itu ... rachel bingung. Raihan tidak suka warna biru. Tidak ada alasan apapun bagi raihan untuk membeli helm baru berwarna biru, selain karena itu warna kesukaan rachel. Bukannya rachel ge-er. Tapi ini bukan pertama kalinya laki-laki itu melakukan hal serupa. Dulu ketika mereka masih SMA, satu bulan setelah pacaran, raihan memberikan sebuah helm biru sebagai hadiah monthversary. Jadi bukan salah rachel, jika ia merasa helm biru itu adalah sebuah kode, meski ternyata kini dia tahu, dia telah salah mengartikan perlakuan raihan.
Mungkin, raihan hanya ingin baikan, bukan balikan.
"Chel?" Sebuah panggilan yang diikuti tepukan di bahu, menyadarkan rachel dari lamunan.
Haris muncul dari belakang, menatap rachel heran. "Ngapain ngelamun sendirian?"
"Eh, ris." Rachel tersenyum tipis. Menggaruk rambut yang gak gatal, kemudian duduk di sofa di ruang tamu, setelah sebelumnya hanya berdiri memandang ke arah teras kosan.
"Mau nonton tv," ujarnya seraya mengambil remot.
Haris ikut duduk di sebelahnya. "Lo liat raihan nggak?"
Senyum rachel seketika hilang. "Mana gue tau. Ngapain nanya gue, emang gue siapanya," jawabnya, sewot.
"Lah, gue kira lo berdua deket. Kemarin bukannya abis ngedate?"
Rachel semakin menekuk wajahnya. "Nggak. Gue gaada hubungan apa-apa sama dia," terang rachel, ketus.
Haris menggeser sedikit badannya agak menjauhi rachel saat merasa, ia baru saja salah bicara.
Nggak lama, felix, dan jehan ikut bergabung ke ruang tamu, keduanya membawa setumpuk pakaian dari lantai atas, untuk dilipat. Kurang lebih lima menit kemudian chris keluar dari kamar, dan ikut duduk bersama dengan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indekos | skitzy
Fanfiction"KAK MANGKOK DI DAPUR JATUH SENDIRI." "Kak wc di kamar gue mampet." "KERAN AIR DI DAPUR BOCOR, KAK." "Kak, dia masih suka sama gue ga, ya?" "Kak, gue nemu kondom bekas di atap deket jemuran punya siapa, ya?" Chris jadi merasa agak menyesal kembali m...