7

8 1 0
                                    

"Sakit yang laur biasa adalah saat di abaikan padahal diri ini tidak baik baik saja"

_Bintang Sagara_

Pertandingan telah usai. Sebagian orang sudah pergi meninggalkan tempat itu dan sebagian lagi masih ada di dalam. Banyak yang mengerumuni Handoko dan meneriaki nama lelaki seram itu. Mereka begitu takjub melihat kehebatan Handoko saat melawan setiap lawannya. Apalagi pertandingan malam ini, memang sedikit kesal karena lawan Handoko sangat payah dan sepertinya tidak memiliki pengalaman dalam bertarung.

Sedangkan Bintang sudah keluar dari sana setelah mendapatkan berbagai cacian dan hinaan dari orang orang. Katanya dia lemah, payah dan masih banyak lagi kata kata menyakitkan yang di berikan padanya.

"Payah lo! Gitu aja gak bisa. Lo taunya bisa apa sih? Taunya jadi beban doang?" kesal Langit sambil menatapnya sinis. Dia begitu sangat kecewa terhadap Bintang yang kalah dalam pertarungan.

"Lo tau kan, gue gak punya pengalaman kayak gitu. Gue juga gak jago bela diri," balas Bintang membela diri.

"Ya karena lo taunya cuma jadi beban!" bentak Langit lalu mendorong tubuh Bintang hingga lelaki itu tersungkur ke aspal. "Lo tahu kenapa gue nyuruh lo kayak gini?" tanyanya di balas gelengan oleh Bintang.

"Ya karena gue mau lo dapat duit goblok! Karena gue tau, lo gak pernah di kasih duit sama bokap jadi gue mau lo punya duit dan beli yang lo mau!"

Bintang terhenyak sejenak. Rasanya ada beberapa jarum di jantungnya tercabut. Jadi ini alasan Langit menyuruhnya ikut pertandingan itu?

"Lo-lo khawatir sam__"

"Gak usah halu njing! Gue cuma kasian sama anak gila kayak lo. Nyokap lo gak ada, lo selalu berharap dia datang. Tapi ujung ujungnya apa? Dia gak ada! Sampai kita dewasa dia gak pernah muncul!"

Bintang berdiri dengan sempoyongan. "Bisa gak sih, kalau ada masalah gak usah bawa bawa Mama?"

"Mama?" Langit terkekeh hambar. "Lo masih anggap dia Mama setelah apa yang dia lakuin ke lo?! Otak lo di mana hah?! Otak jangan cuma di pake mikirin pelajaran, otak lo juga perlu mikirin keadaan!"

"Lo masih gak sadar selama ini hah?!"

Bintang hanya diam sambil menunduk dalam dalam. Mulutnya seakan terkunci mendengar perkataan kakaknya. Ingin membantah tapi rasanya bibirnya begitu berat untuk membalas.

"Dan alasan gue nyuruh lo ikut kayak gini, karena gue mau lo dapat duit. Papa gak ngasih lo duit. Lo cuma hidup seadanya. Gue tau, lo sebenarnya mau beli barang mewah tapi lo gak punya duit! Ja__"

"Stop! Gue gak butuh duit Lang! Gue cuma butuh kasih sayang dari orang tua. Mama gak ada jadi gue cuma punya Papa. Dan gue mau kayak lo, gue mau di sayang sama Papa. Tapi gue gak bisa kayak lo..." Bintang mengakhiri kata katanya dengan suara lirih. "Gue udah di anggap hina sama Papa. Gue udah gak berarti apa apa sama dia. Gue gak mau harta, gue cuma butuh kasih sayang."

Langit menggeram marah. Ia cengkram kerah baju Bintang lalu memberikannya sebuah bogeman mentah. "Bajingan lo! Pengecut!"

Bughhh

"Lo cuma bisa ngoceh di depan gue tapi kenapa di depan Papa gak bisa, huh?!"

Melihat Bintang yang terlihat semakin lemah, ia menghentikan aksinya. Di tatapnya tubuh rapuh itu di bawah dengan tatapan sulit di artikan.

"Gu-gue gak mau bu-buat Papa, kece-wa," lirihnya dengan suara terbata bata dan saat itu juga kesadarannya pun hilang. Hanya kegelapan yang ia lihat.

••••

Dia Bintang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang