18

4 1 0
                                    

"Woi lama bat dah lu."

"Abis dari mana sih? Lo abis ngedugem dulu yah?"

Bintang memutar bola matanya jengah. Ia duduk di samping Razi.

"Lah, diam bae. Di ajak ngomong juga," kesal Razi kemudian memesan minuman dan makanan untuknya dan untuk kedua temannya.

"Lo kenapa murung gitu dah? Sini curhat lah sama kite."

"Gue mau nanya?"

Razi dan Zigar sontak mengangguk. Keduanya sama-sama serius mendengarkan pertanyaan Bintang.

"Semisal kalau kita kuliah sambil ngurus perusahaan itu bakalan kenapa? Apa tanggapan lo berdua?" tanyanya. Yah dia harus mencari solusi.

"Yah kalau gue sih, gak mau ngurusin perusahaan lah. Masa iya, gue kuliah sambil kerja. Anyinglah, bludak otak gua nanti. Lo kira ngurusin perusahaan itu gampang. Kita lengah dikit aja, perusahaan bakalan bangkrut. Di tambah kuliah. Kuliah itu gak nyantai juga bro. Susahh, kayak dapatin hati Suzanna," ucap Razi panjang lebar.

"Betul sih. Lama-lama otak gue ngebleng mikirin semuanya," lanjut Zigar di angguki oleh Razi.

"Waitt, emangnya siapa yang bakalan kayak gitu? Langit atau lo?"

"Gue," Bintang menghela nafas panjang. "Gue juga pusing, tapi mau gimana lagi? Gue gak mau Papa kecewa sama gue. Cukup selama ini gue jadi beban dia terus. Gue--"

"Beban?" Razi terkekeh hambar. "Menurut gue lo gak beban selama ini. Lo itu berguna, Bin. Lo selalu banggain bokap lo, apalagi coba yang gak di banggain dari lo?"

"Betul, jangan beranggapan selama ini lo gak guna, Bin. Lihat aja, lo bisa banggain guru-guru, lo mengharumkan nama sekolah. Pasti bokap lo bangga lah."

Bintang tersenyum kecut. Tak tahu saja bagaimana nasibnya selama ini. Benar, Bintang selalu mendapatkan juara dan tak pernah mengecewakan tapi menurut Bara itu belum cukup. Bara ingin lebih, lebih dan lebih.

"Udahlah Bin, mending kita makan. Lo gak usah terlalu mikirin hal itu. Kita habisin aja masa muda kita, gimana Zi?"

Razi mengangguk. "Yoi bro! Udahlah, gak usah terlalu di pikirin. Nanti sakit padahal masih muda."

••••

Bintang terpisah dengan Razi dan Zigar. Jalanan di sekitar sangat sepi di tambah pepohonan lebat ada di mana-mana.

Brummm brummm

Tiba tiba suara deruman motor berasal dari belakang membuatnya menoleh. Ia melihat ada tiga buah motor yang mengikutinya dari arah belakang. Sepertinya orang-orang itu sengaja mengejarnya.

"WOI TURUN LO!"

Teriak salah satu dari mereka membuat Bintang terkejut luar biasa. Pasalnya, suara toa itu tepat di samping telinga bersamaan itu, motornya di tendang ke samping alhasil dirinya terjatuh di aspal.

"Aghh," geraman sakit keluar dari mulutnya saat lutut dan sikunya mencium aspal. Ia berusaha bangkit tapi salah satu dari mereka malah menariknya ke tengah-tengah jalan.

"Hahah, benar kan apa yang gue bilang. Dia pasti adiknya Langit," ucap cowok itu sembari tertawa remeh.

"Yoi bro! Gak ada kakaknya kita habisin adiknya."

"Well!"

Mata membulat sempurna. Apa-apaan ini? Apa-apaan main keroyokan? Padahal ia tidak membuat kesalahan apapun.

Dia Bintang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang