001.

181 13 0
                                    

Pagi ini langit begitu gelap, angin berhembus tenang dan suasana begitu nikmat untuk bermalas-malasan. Pria berparas tampan namun juga manis disaat bersamaan masih enggan membuka kedua mata nya. Selimut besar menutupi hampir seluruh tubuh nya kecuali rambut yang terlihat disana.

Kring.. Kring..

Alarm berbunyi, menunjukkan pukul 06.00. Tangan itu terulur untuk mematikan alarm, lalu menyibak selimut yang menutupi wajahnya masih dengan mata yang tertutup cantik.

Perlahan tapi pasti. Kedua mata indah itu terbuka dan mengernyit silau karena cahaya pagi yang memasuki kamar lewat jendela yang sedikit terbuka.

Pria itu, Jung Wooyoung mulai bangkit dari tidur nya dan mengambil ponsel yang berada diatas nakas. Melihat beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari salah satu teman nya.

Oh.. Ia ingat semalem mabuk parah dan nekat untuk pulang sendiri.

Jadi, Wooyoung membalas pesan teman nya itu dan memberi tahu pada nya bahwa diri nya baik-baik saja.

Setelah membalas pesan tersebut, ia bangkit untuk mandi dan bersiap ke kampus.

Sedikit tentang Wooyoung.. Ia adalah mahasiswa di Universitas Yonsei dari fakultas seni. Terkadang ia juga melakukan kerja part time di cafe pinggir jalan untuk mengisi waktu luang nya. Padahal, keluarga nya cukup terpandang dan bisa membeli apapun yang mereka inginkan.

Ya sudah biarkan saja, toh ia juga menyukai pekerjaan tersebut.

Baru saja Wooyoung menyeselesaikan acara mandi pagi nya, ia di kejutkan dengan keberadaan pria lain yang terduduk santai di single sofa dalam kamar mewah itu dengan cengiran yang khas.

Wooyoung mendengus tidak peduli dan melanjutkan acara siap-siap nya, ia terlalu malas menanggapi teman se fakultas nya itu, Park Jimin.

"Hei.. Bisa-bisanya kau mengabaikan ku?"

"Untuk apa meladeni orang gila seperti mu." ucap Wooyoung santai.

"Wah.. Kau benar-benar, aku tidak habis pikir kenapa ucapan mu selalu menyakitkan untuk didengar. Tahu tidak hatiku sakit saat mendengar nya?"

Tidak ada jawaban yang berarti dari Wooyoung, untung Jimin adalah teman sejak mereka memasuki bangku SMA jadi ia tidak terlalu kecewa karena diabaikan seperti ini. Terkadang mereka sering dibilang kembar karena memiliki wajah dan postur tubuh yang nyaris sama. Tapi seperti yang bisa dilihat, mereka kurang akur dan sudah pasti selalu mengelak saat ada seseorang yang bilang bahwa mereka seperti anak kembar.

Padahal kenyataannya memang seperti itu.

Jimin bangkit dari duduk santai nya, "Cepat turun dan kita sarapan, aku sudah lama tidak memakan masakan ibu mu~" ucap Jimin sebelum melenggang pergi begitu saja.

"Dasar pendek tidak sopan."

"Hei aku dengar!" suara Jimin terdengar dari depan pintu.
.

.

.

.

.

Saat ini mereka sedang berada di satu mobil yang sama, Jimin duduk di bagian pengemudi dan Wooyoung duduk disebelahnya.

"Jim, tugas pak Siwon sudah kau kerjakan?" tanya Wooyoung.

"Sudah, kenapa? Kau mau melihat jawaban ku? Tidak bisa, aku susah payah mencari jawaban nya dan kau seenaknya minta padaku." jawab Jimin masih fokus mengendarai mobil nya.

Wooyoung reflek memelas, duduk menghadap Jimin dengan wajah yang dibuat selucu mungkin, dengan kedua tangan yang seperti memohon di depan dada.

Jimin menoleh dengan tatapan ngeri.

The Concubine's Loyalty To The Emperor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang