CHAPTER 19

279 35 9
                                    

Di ambang kematian yang akan ia hadapi sekarang, Floryn mengingat perjalanan hidupnya. Serpihan memori dimana ia hidup sebagai Floryn dan hidup sebagai mahasiswi biasa yang tinggal di London terputar bagaikan film. Dua kehidupan yang ia miliki di masa lalu dan di masa sekarang.

Hologram kehidupannya berputar merekam ulang memori tersebut. Dimana ia belum merasuki tubuh Floryn. Dia merupakan anak sebatang kara yang harus berjuang demi bertahan hidup melawan dunia yang tidak adil. Terlepas dia memiliki sahabat yang dekat padanya dan kekasih yang selalu ada untuknya. Walau nyatanya, kedua orang yang sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya mengkhianati dirinya. Meninggalkannya dalam kesendirian.

Masalah itu tak cukup ketika jiwanya merasuki tubuh karakter yang memiliki nasib yang mengenaskan di dunia yang sama sekali tidak ia kenali. Meskipun ia merutuk keputusan Tuhan yang memberikannya kesempatan kedua untuk hidup, ia tidak mungkin bisa kembali ke kehidupannya di masa lalu.

Memang siapa yang akan menunggunya jika ia hidup lagi ke masa lalu?

Setidaknya Floryn masih mempunyai Belerick yang berada di sisinya, gumamnya merasa ironi pada dirinya sendiri.

“Bertahanlah.”

Suara berat itu mengalihkan kabut negatif yang mengelilingi pikirannya. Pandangannya terangkat, kesadarannya sepenuhnya mengambil alih tubuhnya, nafasnya kembali beraturan cukup normal meski sedikit tersendat.

Orang yang tak pernah sekalipun terpikir olehnya, kini muncul di hadapannya dan melindunginya dari serangan Vexana. Pria itu mengangkat tangannya, mengeluarkan sihir cahaya muncul di bawah kaki mereka, dan melindungi keduanya.

Raut muka Vexana berubah gusar melihat kedatangan orang baru di tengah prosesnya menyiksa Floryn dalam sihir hijaunya. Dia mengumpat keras pada posisinya sampai seekor burung hantu datang dan mencakar wajahnya. Mengalihkan fokusnya.

“Aku tak tahu apakah kau masih Floryn yang kukenal.”

Deg.

“Tapi aku tak suka melihat kau mati semudah itu.”

Tudung putih itu terbuka begitu udara dingin berhembus cukup kencang, memperlihatkan potongan rambut wolf-cut yang ikal bersamaan wajah yang familiar. Dia merangkul Floryn yang melemas dan hampir kehilangan kesadarannya.

“Dasar bodoh.”

Xavier Hellon, penyihir menara yang seharusnya datang menolong pemeran utama wanita karena diserang monster sesuai alur di novel.

Kini datang demi menyelamatkan Floryn dari serangan Vexana yang menusuknya.

.
.
.
.

Beberapa jam sebelumnya.

Xavier melangkah masuk ke dalam gereja setelah mendapatkan izin dari Uskup Agung, Rod Sidon. Karena ia harus menemui dua uskup agung tertentu yang masih belum memberikan jawaban pasti untuk memeriksa Floryn. Dia mendongak keatas. Langit-langitnya yang indah bagaikan dihiasi temaram cahaya dari Surga membuat pemandangan di dalamnya begitu sakral.

Dia sudah lama tidak kemari setelah mendapatkan baptis waktu kecil.

Tiap langkahnya mengandung memori dimana ia bertemu Silvanna dan Aamon yang kini tumbuh di jalan masing-masing. Jika Silvanna menjadi seorang putri, maka Xavier menjadi penyihir menara yang akan mendukung tiap keputusannya. Sementara itu, Aamon tetap memilih netral sebagai satu-satunya penerus Duke Aberleen. Seharusnya mereka bertiga kembali berkunjung ke gereja bersama dan menerima berkat setiap bulannya.

Becoming Duke's Beloved WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang