Seperti pulang kerumah sendiri

22 2 0
                                    

Sebelum Kirana sampai, Muqodas telah sampai terlebih dahulu. Ketiga anaknya menyambut sang ayah dengan wajah berbinar. Mereka sangat bahagian Karna  kepulangan sang ibu hari ini.

"Bagaimana ayanda? Apakah hari ini Bunda akan pulang?" Tanya anak perempuannya yang bernama Sya'adah. Dengan binar mata bahagia.

Muqodas hanya bisa tersenyum, sementara kedua anak lelakinya hanya menatap penuh harap. Berharap pertanyannya yang serupa dengan sang adik akan dijawab berita bahagia dari sang ayah.

"Bunda sedang diperjalanan pulang, tunggulah sebentar lagi." Jawab Muqodas dengan senyum haru.

"Benarkah? Ayanda tidak sedang berbohong kan?" Tanya Sya'adah memastikan.

"Ngak sayang.." jawabnya lagi.

"Asikk.. bunda pulangg.." seru anak remaja itu sambil berlari keluar, dia tidak bisa menggambarkan betapa bahagianya dia saat ini. Kepergian sang ibu selama ini ,membuat dia menjadi gadis pemurung. Dan hari ini hari pertama dia berprilaku sangat bahagia, setelah kepergian Kirana.

Muqodas termenung sejenak. Memikirkan apa yang akan terjadi, jika anak- anak mereka mengetahui. Ibunya saat ini telah melupakan masalalunya dan juga diri mereka.

Sisulung Abu Nawas bisa merekam raut wajah khuatir sang ayah. Dia menoleh sang adik Malik yang saat ini duduk disampingnya. Matanya seperti bertanya pada sang adik, kenapa ayah mereka saat ini seperti memikirkan beban berat. Malik menjawab dengan menaikan bahu tanda tidak tau.

"Mohon maaf Ayanda, seperti saat ini Ayanda kurang bagia? Apakah kepulangan Bundaa.. tidak ada masalah?" Abu Nawas memberanikan diri untuk bertanya.

Seketika Muqodas melirik sang Anak secara bergantian. Menghempas nafas berat terlebih dahulu. Bagaimanapun anak-anak mereka harus tau dengan keadaan Bunda mereka saat ini.

"Bundaa memang pulang ke istana, tapi..." Muqodas menjeda ucapannya.

"Tapi apa? Ayandaa?" Abu Nawas mulai khuatir.

Lagi-lagi Muqodas menghempas nafas kasar. "Dia tidak mengenali kita, dan juga siapa dirinya sebenarnya." Jelas Muqodas dengan nada lemah.

Kedua putranya berkerut dahi.
"Kenapa bisa begitu Ayandaa? Bukankah Bunda telah diberikan kalung mutiara emas miliknya, agar dia kelak akan ingat siapa sebenarnya dirinya." Abu Nawas sungguh terkejut.

"Itu iya Anandaa.. tapii kalung ituu, tidak pernah dipakai Bundaa.. karna sengaja mereka tidak memberikannya kepada bunda. Agar Bunda memang tidak mengingat apapun tentang kita dan dirinya.mereka sangat licik." Jelas Muqodas menyayangkan.

"Itu tidak bisa dibiarkan Ayanda. Malik akan buat perhitungan dengan manusia ingkar ituu!" Ucap Malik tersulut emosi

Muqodas sudah tau sifat dari kedua putranya. Abu Nawas dikenal bijak dalam bicara dia selalu berfikir ketika melakukan seuatu, tapi Malik malah seorang yang pemarah, bahkan emosinya kerap kali menjadi masalah buatnya. Dia akan melakukan apapun demi memuaskan emosinya.

"Jangan lakukan itu nak, Bunda sangat menyayangi mereka, jika bunda tauu kamu melakukan sesuatu kepada kedua orang tuanya,pasti dia akan sedih." Jawab Muqodas dengan senyuman.

"Ayanda juga tidak bisa menyalahkan mereka, karna sebagai orang tua yang menyayangi anaknya, tentu dia tidak rela jika anaknya pergi kemanapun."

"Tapii Ayanda.." Malik akan berargumen tapi Abu Nawas menahannya dengan lambaian tangan. Walau Malik terbilang pemarah dan emosian. Dia tetap patuh dan tunduk pada ayah, bunda dan juga kakaknya.

"Jangan fikirkan apapun, yang pasti saat ini Bundaa telah pulang, kita akan berusaha mengembalikan ingatan bunda." Jawab Abu Nawas dengan senyuman.

"Itu benar Malik, kita adalah keluarganya, jadi kita yang bertanggung jawab memulihkannya."

Pengantin Raja JinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang