1. Konegade

91 4 0
                                    

Konegade, salah satu dari kelima kerajaan besar yang berkuasa di zaman itu. Bisa dibilang Konegade adalah negeri paling makmur di mana rakyatnya yang terdiri dari ras manusia, altergo, dan juga daemon dapat hidup berdampingan. Tidak seperti empat kerajaan lainnya yang masih sering terjadi cekcok antar ras. Pemimpin Konegade yang sekarang adalah raja ke empat yang dipilih oleh rakyat, yaitu Maeth Elgar Cyane seorang dari ras altergo yang memiliki rambut pirang dan bermata biru. Istrinya adalah seorang daemon berdarah murni yang kini betugas membantu orangtua Elgar di rumah sakit, ialah Ulucia Karina dan keturunan mereka juga merupakan daemon berdarah murni, yaitu Aaron Elang Cyane.

Jika ditelusuri lebih lanjut sebenarnya di dunia ini bukan hanya ada ras manusia, altergo, dan daemon saja, tapi ada sebuah ras yang telah ditutup informasinya dan orang-orang di jaman ini hanya menganggapnya sebagai mitos, yaitu ras nephilim. Mereka semua sama-sama manusia, hanya ras mereka saja yang berbeda. Altergo adalah seorang manusia biasa yang memiliki alter ego yang merupakan kekuatan dari manusia itu sendiri, walau kadang kala ras altergo tidak bisa mengendalikan kekuatannya sendiri dan bisa saja membahayakan orang lain. Ras daemon adalah keturunan dari iblis yang berhubungan dengan manusia, sedangkan ras nephilim adalah keturunan dari archangel; malaikat utama di surga. Konon ras nephilim bisa mengontrol kekuatan demon beast yang hanya dimiliki oleh daemon berdarah murni, tapi bukan hanya itu, seseorang yang membunuh seorang nephilim dan meminum darahnya akan mendapatkan kekuatan yang sangat besar.

Berdasar pada perkataan kuno itulah, kini seorang pria dewasa tengah berdiri angkuh di tengah sebuah ruangan. Ruangan itu begitu temaram dengan sebuah lilin kecil yang berpendar lembut di tengah-tengahnya. Sorot lembut bulan purnama ikut mengintip aktivitas dalam ruangan itu. Pria itu tidak sendiri di sana, ia tengah bersama putrinya yang masih berusia lima tahun, sang putri duduk bersimpuh di hadapannya dengan patuh.

"Kau tahu kan apa alasanku memanggilmu kemari?" tanya si pria dewasa dengan suara tegas.

"I-iya Ayahanda, a-aku paham." jawab si gadis yang tampak gugup sekaligus takut pada ayahnya sendiri.

"Kau tidak bisa menggunakan Indigo meskipun kau adalah pewaris tunggal Klan Aoi." jelas sang ayah lebih kepada dirinya sendiri. Klan Aoi merupakan satu dari tiga klan terkuat di Konegade dengan kekuatan mata yang bisa menembus letak titik-titik syaraf manusia. Kekuatan mata itu yang disebut sebagai Indigo.

"Ma-maafkan aku Ayahanda." Gadis berambut pendek itu makin mrnunduk dalam, dari usia sedini itu, ia sudah harus memikul beban menjadi pewaris tunggal yang cacat.

"Tidak, ini tidak bisa dihindari, kau sakit saat masih kecil hingga kau tidak bisa menggunakan Indigo-mu." Hidari Aoi yang merupakan Kepala Klan Aoi menghela napas lelah. "Aoi adalah klan terkuat di Konegade selain Abigail dan Cyane, dengan kau yang tidak bisa menggunakan Indigo, aku tidak ingin klan kita dianggap remeh, dan karena kau adalah pewaris tunggal, maka aku sudah melakukan segala cara agar kau mendapatkan kekuatanmu kembali."

"Su-sungguh, Ayahanda?" Mata lavender gadis kecil itu tampak berbinar senang saat menatap ayahnya yang kini mengangguk dan tersenyum ke arahnya.

"Kemarilah, Aleasha." Hidari melambai lembut pada putri kecilnya. Sang putri pun menuruti permintaan ayahnya dengan senyum yang terpasang di bibir mungilnya.

Dan dengan itu Aleasha duduk di dekat ayahnya yang berdiri. Hidari tampak merapalkan mantra sebelum menempelkan tangan kanannya pada punggung Aleasha. Rasa panas menjalari tubuh Aleasha, tapi gadis kecil itu tampak menahannya dengan menggigit bibir sampai rasa panas itu menghilang begitu tangan ayahnya tak lagi menempel di punggungnya.

"Dengar Aleasha, saat usiamu memasuki 17 tahun, kau harus membunuh seorang nephilim dan meminum darahnya, agar kau mendapatkan kekuatan besar untuk memimpin klan Aoi. Aku sudah memasang sebuah mantra pada tubuhmu, takdir akan menuntunmu pada nephilim yang harus kau bunuh dan jika kau tidak mrmbunuh dan meminum darah nephilim itu, maka mantra ini yang akan menyakitimu dari dalam. Kau mengerti Aleasha?"

"A-aku mengerti Ayahanda."

"Bagus."

Hidari mengacak rambut Aleasha penuh sayang sebelum pergi meninggalkan putrinya bersama keheningan panjang yang terasa membingungkan.

*

Malam itu angin berembus aneh seperti menuturkan pertanda di malam bulan purnama. Udara terasa lebih dingin dari hari-hari biasanya. Bulan purnama turut menimbulkan kesan janggal yang tidak menyamankan. Kesunyian aneh itu seperti membangkitkan kutukan atas kematian wakil pemimpin serakah sebelum raja keempat diangkat.

Di sebuah rumah sederhana sosok bersurai cokelat panjang dengan kimono putih tampak tengah memejamkan mata. Alis lebatnya yang tertata rapi mendadak menukik tidak suka, seperti ada sesuatu yang mengganggunya. Perlahan kelopak mata berwarna putih itu membuka, menampakan sepasang mata cokelat madu miliknya. Ditelisiknya wajah bocah lima tahun yang tengah lelap dengan tidak nyaman, karena angin dingin yang terus masuk melalui celah pagar rumahnya.

"Merepotkan sekali harus menjaga bocah sepertimu sepanjang waktu," perempuan itu mengepakkan sepasang sayap putihnya untuk kemudian memeluk bocah kecil itu. "Ibumu telah membawamu terikat pada demon beast dan juga tempat ini. Tapi jika aku boleh jujur, sebenarnya tempat ini bukanlah tempat yang aman untuk bocah lemah sepertimu."

Angin kembali berembus, membawa memori lampau tentang kematian seorang perempuan yang baru saja melahirkan bayi merah yang terlampau kecil untuk bisa dibayangkan dapat tumbuh dengan baik. Perempuan bersayap itu tersentak dari memori lamanya saat desir angin yang berembus ringan justru menguarkan perasaan yang sama, seperti lima tahun lalu saat keserakahan manusia harus merenggut salah seorang penjaga keseimbangan dunia.

"Tidak lagi, kuharap ini bukan pertanda buruk." Perempuan itu kembali menelisik wajah bocah yang ia peluk dengan sayapnya. "Dia yang sangat kuat pun tidak mampu menghalau keserakahan manusia, apalagi bocah lemah sepertimu. Jika boleh, aku ingin membawamu pergi jauh ke dunia paling aman yang bisa kuberikan untukmu."

"Itu tidak akan pernah terjadi Mikaila." Perempuan itu menoleh pada suara berat yang tiba-tiba ada di belakangnya. Suara yang sangat ia hapal di luar kepala, suara separuh dari dirinya; Nathaniel. "Aku tahu, sebagai seorang archangel, kau pasti ingin menjaga nephilim-mu dengan baik, bahkan jika harus memberikan nyawamu, itu akan kau lakukan. Tapi satu hal yang harus selalu kau ingat, sekuat apa pun archangel melindungi nephilim, nephilim tetap akan terikat takdir archangel yang membawanya pada keselarasan sembilan demon beast, dengan kata lain, takdir archangel akan selalu membawa nephilim dekat dengan bahaya."

"Aku mengerti tentang semua yang kau ucapkan, Yang Mulia Archangel. Aku akan melakukan tugasku sebaik yang kubisa."

"Bagus Archangelku Sayang, sebaiknya kau tidak macam-macam. Aku tidak ingin melenyapkanmu."

Dan kecupan Nathaniel di dahi Mikaila memulai kelindan benang kusut yang tercipta dari takdir archangel dan keserakahan manusia atas godaan iblis.

PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang