.
.
."HAHAHAHAHAHAHA!"
Suara tawa itu terdengar melengking memenuhi isi koridor disaat Tara terus berlari. Nafasnya terengah-engah sambil sesekali menoleh ke belakang, keringatnya bercucuran, tubuhnya gemetar hebat.
Entah sudah berapa lama Tara berlari, rasanya dirinya hanya berputar-putar ditempat yang sama.
"Tolong..." Tara terus menggumamkan kata itu, dirinya ingin berteriak sekencang mungkin tapi tidak bisa.
Tara terus berlari sampai dirinya tiba-tiba tersandung dan jatuh tepat dibawah kaki seseorang. Tara menatap sepatu didepannya, dengan segenap harapan Tara memegang sepatu itu tidak sabaran, perlahan dia mendongak.
"Tolong, tolong aku..."
Begitu dirinya berhasil menatap si pemilik sepatu, Tara mematung. Tangan yang memegang sepatu itu perlahan terlepas, tubuh Tara langsung lemas seketika.
"Z-Zeron..." Bisik Tara memanggil tapi anehnya Zeron hanya memandang kedepan dengan kosong, wajahnya penuh darah.
BRUKK.
Tiba-tiba tubuh Zeron jatuh ke lantai, bersamaan dengan itu Tara bisa melihat didepan sana semua teman kelasnya tergeletak bersimbah darah.
Mulut Tara terbuka, lidahnya kelu. Dia ingin berteriak sekencang mungkin tapi tidak bisa.
Tolong, tolong dia ingin pergi dari sini. Sebelum dirinya bisa berdiri, sesuatu dibelakangnya terdengar mendekat. Pelan tapi pasti suara itu sampai ditelinganya.
"Selamat atas kelulusanmu."
"A-AARRRGGGGHHH!!!"
Matanya terbuka.
Tara menatap langit-langit kamarnya, nafasnya tersendat-sendat. Dia pelan-pelan melirik jam di dinding sudah pukul 08.15
Beranjak duduk, Tara meraba pipinya ternyata dia menangis saat tidur. Tapi wajar saja dia menangis, mimpi itu begitu aneh dan menakutkan. Dia memimpikan semua temannya mati didalam gedung itu.
Ditambah sosok apa yang mengejarnya didalam mimpi, Tara tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Tara hanya ingat suara tawa yang menyeramkan.
Lamunannya buyar ketika suara ponselnya berbunyi. Tara meraih ponsel diatas nakas, dia mengernyit saat tau siapa yang menelponnya.
"Zyan? Tumben nelpon pagi-pagi." Gumamnya sambil menggeser tombol hijau.
"Halo Zyan."
"..."
Raut wajah Tara seketika memucat mendengar suara Zyan diseberang sana. Segera saja mata Tara langsung melirik buku diary yang tergeletak diatas meja nakas.
***
Suasana duka begitu terasa di area pemakaman pagi itu, bahkan langit yang gelap juga seolah ikut bersedih atas kepergian salah satu siswi dari kelas 3.Z tersebut.
Semua murid dari kelas 3.Z hadir dipemakaman Anna Helena termasuk Mr Jaegar, Mr, Kevin, dan Miss Nale. Suara tangisan dari keluarga Anna masih terdengar, bercampur dengan tangisan teman-teman Anna.
Tara berdiri berdampingan dengan Siesha. Dibalik kacamata hitamnya, Tara terus memandang nisan Anna dengan kosong. Dirinya tidak bisa berpikir apapun lagi, semua serangan bertubi-tubi ini bisa-bisa merusak mentalnya jika terus berlanjut.
"Ra, gapapa?" Tanya Siesha merangkul bahunya cemas.
Tara tidak menjawab, hanya terus menatap kedepan. Reaksinya itu justru membuat Siesha semakin khawatir, Siesha melirik Zeron yang sepertinya juga menyadari sikap Tara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANATHEMA
Mystery / ThrillerSekolah Elite disalah satu kota besar menjadi perbincangan hangat dikalangan Masyarakat. Selain dikenal karena memiliki fasilitas lengkap yang membuat murid-murid betah berada disana, Sekolah itu juga terkenal karena mempunyai banyak murid-murid ber...