2

4.5K 99 0
                                    

Setelah kejadian di pondok sawah itu, Bima mencoba untuk memperhatikan hubungan bapaknya dengan kakeknya lebih teliti. Dia mengintai mereka dan melihat apakah ada yang aneh. Dan ternyata jawabannya tidak ada.

Ketika Bima pura-pura datang sepuluh menit kemudian setelah Mbah Sinyo mengenyoti kontol anaknya sendiri, mereka bercanda dan bercengkerama seperti biasa. Seperti layaknya anak dan bapak. Yang tentu saja membuat Bima curiga.

Pun ketika mereka sampai di rumah, hubungan antara Pak Trisno dan Mbah Sinyo masih sama saja. Mereka bercanda dan terus mengobrolkan hal-hal tidak penting seperti berita politik, apa yang terjadi di sawah, apa yang terjadi di kampung dan bahkan sesekali membuat lelucon jorok soal Lastri, janda kampung yang terkenal dengan dadanya yang besar.

Baik di depan umum, seperti ketika Mbah Sinyo dan Pak Trisno bercengkerama dengan orang-orang kampung, atau di dalam rumah, mereka tidak menunjukkan keanehan. Tidak ada tanda-tanda bahwa mereka terlibat dalam sebuah hubungan terlarang. Dan ini membuat Bima bingung sekali.

Bima bahkan bertanya kepada dirinya sendiri. Apakah dia terlalu homo sampai-sampai dia berhalusinasi? Tapi dia yakin sekali apa yang dia lihat malam itu sangat nyata.

Hari itu Bima bermain bola bersama teman-teman kampungnya. Diantara semua pemain bola, Bima sebenarnya diam-diam naksir Firman, teman satu timnya.

Firman sendiri seusia dengan Bima. Bedanya Firman tidak sekolah SMA karena Firman merasa bodoh. Dia sudah tidak naik kelas dua kali dan akhirnya memutuskan untuk langsung mengurusi tambak lele milik keluarganya. Yang tentu saja membuat Bima agak sedikit patah hati karena sebenarnya dia suka berjalan berdua ke sekolah bersama-sama.

Berbeda dengan Bima yang agak sedikit kurus, badan Firman sangat gempal. Mengingatkannya pada Pak Trisno. Tapi kulit Firman masih sangat kencang dan otot-ototnya terlihat keras. Wajahnya khas mas-mas jawa. Rahangnya tegas. Matanya ramah dan senyumnya bagus. Ada bulu-bulu halus tebal dari pusar menuju jembutnya. Dan setiap kali mereka bermain bola dan Firman melepas bajunya, Bima menahan sekuat tenaga untuk tidak ngaceng. Dia pernah suatu kali bermain bola tanpa sempak dan akhirnya dia jadi pura-pura cedera supaya semua orang tidak melihatnya ngaceng di balik celana bolanya.

Seperti halnya lelaki di kampung lainnya, Firman dan Bima sering mandi bersama. Walaupun sekarang sudah jarang. Tapi dulu, ketika mereka masih SMP, mereka sering mandi bersama di pancuran dekat sawah atau di kali. Dan Bima tahu betapa besar dan betapa menariknya kontol Firman.

Firman juga yang mengajari Bima untuk coli pertama kali. Kejadiannya empat tahun lalu. Kelas 2 SMP ketika mereka mencari ikan di kali. Firman bercerita bahwa dia baru saja menonton video porno di rumah Lik Panji. Disana dia diajari coli oleh pakleknya sendiri. Firman pun mencobanya di rumah dan dia ketagihan.

Bima yang polos tidak tahu apa-apa. Akhirnya mereka berdua coli di gubuk dekat situ. Dan Bima langsung merasakan surga untuk pertama kalinya. Bima tidak tersadar bahwa waktu itu dia merasakan orgasme luar biasa ketika dia menatap Firman mengocok kontolnya.

Hari ini Firman entah kenapa terlihat lebih tampan dari biasanya. Dia baru saja pulang dari Jakarta. Sepertinya dia tidak sempat untuk beres-beres karena jambang dan brewoknya tumbuh dengan halus, menghiasi rahangnya yang sangat bagus. Bima bersyukur bahwa dia memakai sempak hari ini karena sedari tadi dia merasakan kontolnya bergejolak di dalam celananya.

Sehabis main bola, Firman dan Bima bersama yang lain nongkrong di dekat pancuran di sawah sambil merokok. Beberapa memutuskan mandi. Firman dan Bima sendiri duduk dekat kali dan tertawa-tawa melihat teman-teman mereka mandi sambil saling bermain-main.

"Awakmu mari lulus kuliah ta (Kamu abis lulus mau kuliah?)?" Tanya Firman.

"Mbuh. Koyoke sih ngunu. Tapi yo mbuh lek gak ono duwike (Nggak tau. Kayaknya sih gitu. Tapi nggak tau lagi kalo nggak ada uangnya)," jawab Bima.

Tiga GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang