7

3.4K 81 3
                                    

Bima tidak tahu harus bereaksi apa

Di satu sisi dia merasakan kenikmatan yang tidak dia alami sebelumnya. Kontolnya dikulum kakeknya sendiri. Mbah Sinyo memejamkan mata dan menjilati setiap jengkal kontolnya. Selangkangannya basah karena ludah Mbah Sinyo. Jembutnya diciumi Mbah Sinyo. Dan dia terus-terusan berkata, "Aduh putuku wis gede (Aduh cucuku sudah besar)," sambil kemudian menjilati kepala kontol Bima.

Sebelum Bima bereaksi kemudian Mbah Sinyo menjilati biji kontol Bima dan Bima merasakan kenikmatan yang tiada sara. Dia tidak tahan untuk tidak bilang "asu" saat Mbah Sinyo memasukkan kedua bijinya ke dalam bijinya. Pak Trisno menggosok kepala Bima dan tersenyum bangga.

"Iki, Nak, ojo lali hadiah ulang tahunmu (Jangan lupa ini hadiah ulang tahunmu)," kata Pak Trisno sambil memajukan kontolnya ke wajah Bima.

Bima tadinya sungkan karena tentu saja ini adalah bapaknya. Walaupun dia mempunyai fantasi yang tidak-tidak soal bapaknya terutama setelah kejadian Mbah Sinyo dan Pak Trisno di sawah, tapi dia tidak bisa melakukan ini. Tapi nafsu berkata lain. Kontolnya merasakan kenikmatan yang tiada tara. Dan Bima hanya bisa mendesah dan membuka mulutnya.

Akhirnya Bima menyerah. Kepala kontol Pak Trisno yang besar masuk ke dalam mulutnya. Dan dengan segera Bima mencium bau kontol.

Rasanya ternyata memabukkan. Rasanya campuran keringat, pesing dan bau lainnya. Tapi entah kenapa perpaduan itu membuat Bima ingin segera memasukkan batang kontol bapaknya sendiri lebih banyak ke dalam mulutnya.

"Hmmmphhh..." desah Bima.

"Wis ngelak koyoke awakmu, Le (Sudah haus sepertinya kamu, Nak)," kata Pak Trisno sambil menggosok kepala anaknya.

"Hmmmpphhh..." kata Bima sambil mencoba menyedot-nyedot kontol bapaknya. Kontol bapaknya terasa begitu penuh di dalam mulutnya. Bima tidak tahu harus menyedot atau menjilatinya. Bima memilih hanya mencoba memasukkan semuanya ke dalam. Tapi ini masalah karena kontol Pak Trisno panjang dan begitu tebal. Akhirnya Bima hanya bisa muat memasukkan separuhnya saja.

Bima menatap bapaknya. Air matanya keluar. Pak Trisno menatap Bima penuh dengan kebanggaan. Di temaram kamar tersebut, Bima menyaksikan dada Pak Trisno yang berotot dan puting yang mencuat keluar berwarna hitam. Menatap dada Pak Trisno, Bima ingin menyedot puting ayahnya sendiri. Hal ini membuat Bima makin ngaceng dan akibatnya dia menyedot kontol bapaknya sendiri dengan lebih bernapsu.

"Aduh, kowe kok pinter, Le, gak perlu diajari (Aduh, kamu kok pinter, Nak, nggak perlu diajari)," kata bapaknya.

"Kontolmu gede tenan, Le. Aku jan seneng duwe putu koyok awakmu. Seneng aku. Pasti iki pejuhe akeh (Kontolmu gede banget, Nak. Aku senang punya cucu seperti kamu. Pasti pejuhnya banyak)," kata Mbah Sinyo di sela-sela menghisap kontol cucunya.

Plak plak plak

Mbah Sinyo mengeluarkan kontol Bima dari mulutnya kemudian dia menampar-namparkan sendiri kontol cucunya ke wajahnya. Wajahnya basah terkena ludahnya sendiri.

"Waduh... jemek men kontolmu, Le. Iki akeh pejuhe mesti. Enak iki gawe aku (Basah sekali kontolmu, Nak. Banyak pejuhnya pasti. Enak buat aku)," kata Mbah Sinyo kemudian dia langsung menghisap kontol cucunya lagi. Dia mengempot-ngempotkan mulutnya kemudian bergerak maju mundur.

Kontol Bima sendiri sebenarnya memang besar. Ketika tadi Pak Trisno dan Mbah Sinyo mengendap-ngendap ke kamar Bima, Mbah Sinyo kaget melihat kontol cucunya. Dia menoleh ke anaknya dan bilang, "Waduh tibake kontole Bima koyok kontolmu, No. Gedi (Waduh ternyata kontolnya Bima kayak kontolmu, No. Besar)," kata Mbah Sinyo.

Malam tadi Mbah Sinyo memang sengaja membuat teh bersama ramuan keluarga yang akan membuat Bima ngaceng semalam. Ramuan ini sudah menjadi ramuan turun temurun keluarga. Dan karena Bima ulang tahun yang ke-18 malam ini, dia akan mengetahui rahasia keluarga. Mbah Sinyo mendesah keenakan ketika dia menghisap kepala kontol cucunya untuk pertama kalinya.

Tiga GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang