4

4K 90 3
                                    

Bima tentu saja kebingungan ketika Eko datang ke rumahnya pagi-pagi, dengan muka babak belur dan minta maaf kepadanya. Karena Bima memang hatinya baik, dia sudah melupakan kejadian itu. Tapi tetap saja dia penasaran. Dia bertanya kepada Eko kenapa wajahnya bisa babak belur tapi dia tidak menjawab.

Sementara itu di kamarnya, Pak Trisno tersenyum kesenangan mendengar Eko akhirnya minta maaf. Jitu juga rencana dia mengancam Cak Supangat. Dia menoleh ke kontolnya yang masih ngaceng karena pagi hari. Tidak ada yang bisa menolak kontol besar ini.

Hari itu mereka kedatangan Lik Tono. Lik Tono adalah suami dari Bulek Yayuk, adik dari Pak Trisno. Lik Tono tinggal di Blitar bersama anak dan istrinya. Dia bekerja sebagai penjual tanaman. Bisnisnya lumayan lancar karena dia adalah menantu Pak Trisno yang paling sukses. Biasanya kalau dia datang berkunjung, dia membawakan oleh-oleh. Dan hari ini dia membawakan Bima sepatu.

"Wah, Lik Tono, nggak usah repot-repot (Wah Om Tono, nggak usah repot-repot)," kata Bima menerima sepatunya.

"Halah," kata Lik Tono sambil meminum kopi.

Malam itu mereka berbicara panjang sepanjang malam. Pak Trisno dan Mbah Sinyo membahas tentang harga gabah dan penjualan hasil panen mereka. Lik Tono bercerita tentang proyek pemerintahan yang dia baru saja dapat. Jam sepuluh malam Bima mengantuk dan pamitan untuk tidur.

Jam satu pagi, karena dia kehausan, Bima terbangun dan berjalan ke dapur. Ketika dia sampai di depan pintu kamar Mbah Sinyo, dia mendengar suara-suara.

Jangan-jangan bapak sama kakeknya ngentot lagi?

Bima langsung mengambil kursi pelan-pelan dan mengintip.

Dia melihat Lik Tono duduk dengan dengkul menyentuh lantai dan Bima melihat Mbah Sinyo dan Pak trisno berdiri. Pak Trisno merokok dengan cool sementara Mbah Sinyo memegang kepala Lik Tono. Lik Tono memasukkan kontol Mbah Sinyo ke dalam mulutnya sementara tangannya mengocok kontol Pak Trisno.

Bahkan Lik Tono pun menyukai kontol. Bagaimana ini bisa terjadi? Pikir Bima.

"Aduh, Lik. Tak bela-belani mrene soale aku wis gak kuat kepingin ngemut kontol-kontolmu (Aduh, Mas, aku niat banget kesini soalnya aku nggak kuat ngemut kontol-kontolmu)," kata Lik Tono sambil menjilati kepala kontol Pak Trisno.

"Kan wis tak kandani. Nggak usah adoh-adoh. Pindah cedek sekitar kene ae. Jarno lek kepingin kontol rasah repot (Kan udah gue bilangin. Nggak usah jauh-jauh tinggalnya. Pindah deket-deket sini aja. Biar kalo kepingin kontol nggak repot-repot)," kata Pak Trisno sambil mengentoti mulut Lik Tono. Pinggungnya bergerak-gerak.

"Ughh... ughhh..." suara kontol di dalam mulut Lik Tono menggema di seluruh ruangan.

"Yokpo kabare anakmu? Putra? Wis pinter ra kenthue? (Gimana kabar anakmu? Putra? Sudah pintar belum ngentotnya?)," tanya Mbah Sinyo.

"Lumayan. Tapi cepet metue (Lumayan tapi cepet keluar)," jawab Lik Tono sekarang dia menjilati biji Pak Trisno yang besar.

Bima makin terheran. Apakah apa yang dia dengar seperti apa yang dia pikirkan. Putra ngentot dengan bapaknya sendiri?

"Yo rapopo. Isih nom yo ngunu iku. Butuh latihan sing akeh (Ya nggak papa. Kalo masih muda emang kayak begitu. Butuh latihan yang banyak)," kata Mbah Sinyo.

"Ayo, Mas Trisno. Tembaken aku. Aku wis gak sabar ngerasakno kontolmu (Ayo, Mas Trisno. Entot aku. Aku sudah nggak sabar ngerasain kontolmu)," kata Lik Tono.

Lik Tono dan Mbah Sinyo kemudian naik ke kasur.

Lik Tono terlentang. Mbah Sinyo ada di sampingnya. Lik Tono dan Mbah Sinyo kemudian berciuman.

Tiga GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang