5

3.4K 86 0
                                    

Malam itu Lik Tono dan Mbah Sinyo tidur bersama Pak Trisno di kamar Pak Trisno. Ketiganya tidur telanjang. Lik Tono tidur dengan sisa pejuh di mulutnya dan tersenyum penuh kepuasan karena rasa kangen yang selama ini ia damba-dambakan sudah terpenuhi. Selama ini dia hanya bisa puas melihat foto kontol Pak Trisno yang dia dapatkan setiap hari. Tapi baru malam ini dia merasakan kontol Pak Trisno, kakak ipar yang membuatnya tergila-gila dengan kontol.

Pak Trisno bangun sekitaran jam setengah enam, sebelum cahaya matahari masuk ke kamarnya. Dia terbangun karena dia merasakan kehangatan menjalar di seluruh kemaluannya. Ketika dia membuka mata, dia sudah melihat Lik Tono dan Mbah Sinyo berebutan menghisap batang kontolnya.

"Jam piro iki? (Jam berapa ini)," tanya Pak Trisno.

"Seengah eem," jawab Lik Tono dengan kepala kontol Pak Trisno di dalam mulutnya.

"Hah?"

"Setengah enem," ulang Lik Tono sambil melepas kepala kontol Pak Trisno dari mulutnya.

Begitu kontolnya bebas, Mbah Sinyo langsung merebut dan menghisap kepala kontol anaknya itu. Sementara itu Lik Tono langsung menjilati biji Pak Trisno yang besar. Dia memasukkan biji sebelah kiri ke dalam mulutnya.

"Hhhhh...." desah Pak Trisno.

Pak Trisno kemudian menaruh kedua tangannya di bawah kepalanya. Dia memejamkan mata. Betapa enaknya pagi-pagi ketika kontol ngaceng sudah ada yang menjilati dan siap menampung pejuhnya. Apalagi ketika dia melihat bapaknya dan adik iparnya sendiri rebutan kontolnya.

Mbah Sinyo kemudian naik dan mulai menjilati perut Pak Trisno yang kotak-kotak. Melihat kontol tebal Pak Trisno bebas, Lik Tono langsung menjemputnya. Dia bernafsu sekali sampai mencoba memasukkan semuanya ke dalam mulutnya.

LEG LEG LEG LEG LEG

Begitu bunyi suara yang dihasilkan ketika kepala Lik Tono maju mundur sambil mencoba menghisap batang kontol Pak Trisno.

"Aduh, Mas. Enak men kontolmu (Enak sekali kontolmu)," kata Lik Tono istirahat sebentar. "Hap..." Kemudian dia langsung memasukkan lagi kontol Pak Trisno ke dalam mulutnya.

"Yo mumpung ndek kene emuten sampe bosen (Ya mumpung disini emut aja sampe bosen)," kata Pak Trisno.

"Nggak bakalan bosen aku," sahut Lik Tono.

Dia menjilati batang kontol Pak Trisno sambil bernafsu. Liurnya kemana-mana. Pak Trisno menggelinjang sekali. Lik Tono memang jauh lebih suka menghisap kontol daripada Mbah Sinyo. Padahal Mbah Sinyo menyedot pejuh anaknya sendiri setiap hari.

Mbah Sinyo sekarang menjilati pentil Pak Trisno. Pak Trisno memejamkan mata dan mendesah. Enak sekali rasanya.

"Entoten aku yo, Mas," kata Lik Tono.

Tanpa disuruh, Lik Tono kemudian naik ke atas badan Pak Trisno dan mulai menduduki kontol Pak Trisno. Begitu kepala kontol Pak Trisno masuk, Lik Tono memejamkan mata dan mendesah.

"Uassuuu tenaaannnn kok...." Kata Lik Tono.

Mbah Sinyo kemudian meajukan kepalanya dan menghisap kontol Lik Tono. Sementara Lik Tono menaik turunkan pantatnya, Mbah Sinyo menghisapi kontol menantunya itu.

Pak Trisno diam saja. Dia tahu Lik Tono ingin menikmati kontolnya sendiri. Lagipula Lik Tono akan memberi tahu kalau dia ingin didominasi.

"Asuuuuuu enaaakkkkk..." teriak Lik Tono lagi.

Mbah Sinyo sekarang menciumi pentil Pak Trisno lagi. Pak Trisno mengelus kepala bapaknya itu. Sedari akil balig, bapaknya sudah memuaskannya. Bapaknya yang mengajarinya seks dan bapaknya juga yang mengajarinya menjadi top sejati. Dia sangat senang dan bangga menjadi anak dari Mbah Sinyo.

Mbah Sinyo kemudian beralih ke ketiak Pak Trisno yang tebal dan lebat. Dia suka sekali menjilati ketiak Pak Trisno. Apalagi kalau Pak Trisno habis pulang dari sawah dan berkeringat. Biasanya Pak Trisno dilarang mandi karena Mbah Sinyo mau menjilati dan minum setiap keringat Pak Trisno.

"Aduh, Mas. Metu akuuu..." kata Lik Tono sambil menaikturunkan pantatnya.

Pak Trisno yang perhatian langsung menggenjot pantat Lik Tono dari bawah agar kontolnya bisa menyentuh prostat Lik Tono lebih dalam. Sebelum kontolnya memuncratkan pejuh, Mbah Sinyo langsung menangkap kontol Lik Tono dan menelan semua pejuh yang keluar. Lik Tono memegang kepala mertuanya dan memejamkan mata.

"JANCCOOOOOKKKKK..." kata Lik Tono.

Lik Tono kemudian turun dari kasur dan kembali menghisap kontol Pak Trisno bersama Mbah Sinyo.

"Sampeyan arep dikenthu ra, Pak? (Kamu mau aku entot nggak, Pak?)," Tanya Pak Trisno.

"Ngko wae (Nanti saja)," kata Mbah Sinyo sambil menghisapi kontol Pak Trisno.

"Yowis," kata Pak Trisno. "Aduh kebelet nguyuh pisah (aduh kebelet pipis)."

"Ayo. Aku wis suwe ra ngombe uyuhmu (Aku dah lama nggak minum air kencingmu)," kata Lik Tono.

"Yowis. Adus sisan (Ayo, sekalian mandi)," kata Pak Trisno.

Ketiganya pun berjalan ke arah kamar mandi. Di rumah ini memang ada dua kamar mandi. Satu untuk umum, satu lagi di kamar Pak Trisno. Bima tidak pernah bertanya soal ini. Pak Trisno yang suka ngentot di kamar mandi yang mengusulkan ini ke Mbah Sinyo.

Di kamar mandi, Mbah Sinyo dan Lik Tono langsung jongkok dan membuka mulut mereka. Mereka menjilati kontol Pak Trisno dengan binal.

"ASU AKU METU... (anjing gue mau keluar)," kata Pak Trisno.

Lik Tono langsung menangkap kontol Pak Trisno dan membiarkan pejuh Pak Trisno memenuhi mulutnya. Setelah keluar, Lik Tono mengeluarkan kontol Pak Trisno dan membiarkan Mbah Sinyo membersihkan sisa pejuhnya.

Kemudian setelah itu Pak Trisno tersenyum dan mengarahkan kontolnya ke mulut bapak dan adik iparnya. Air kencing keluar dari kontolnya dan membasahi muka mereka berdua. Lik Tono tersenyum bahagia bisa mandi dan minum air kencing kakak iparnya.

"Wenak tenan," kata Pak Trisno.

"Bima kapan dikasih tau, Mas?" Tanya Lik Tono sambil menjilati biji kontol Pak Trisno.

"Seminggu lagi. Kan seminggu lagi Bima ulang tahun ke-18," kata Pak Trisno sambil menyabuni dirinya.

"Yah sayang aku gak iso melu (Yah sayang aku ga bisa ikutan)," kata Lik Tono.

"Ngko gampang diatur (Nanti gampang diatur)," kata Mbah Sinyo yang sekarang menyabuni punggung anaknya.

"Aduh gak sabar aku dikenthu karo Bima pisan. Koyoke pinter anakmu iku," kata Lik Tono sambil mencium Pak Trisno.

Di kamarnya, Bima mengocok kontolnya sendiri membayangkan adegan semalam.

Tiga GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang