6

3.1K 75 2
                                    

Malam ini Bima akan berulang tahun yang ke-18. Pak Trisno dan Mbah Sinyo sudah mempersiapkan sesuatu malam ini. Malam ini Bima akan menjadi lelaki.

Bima sendiri tidak merasa ada yang spesial. Dan dia juga tidak ingat kalau dia akan ulang tahun sampai ketika dia bertemu Firman di jalan dan dia bertanya apa yang akan Bima lakukan nanti.

"Mbuh (Nggak tau)," kata Bima.

"Halah. Mosok nggak ruh (Masa ga tau)," kata Firman.

"Beneran," sahut Bima.

"Ra pingin kenthu karo lonte (Nggak pengen ngentot sama lonte)?" Tanya Firman sambil tertawa.

"Halah. Duwite sopo nyewo lonte (Duit siapa nyewa lonte)," jawab Bima santai. Walaupun di dalam hatinya dia lebih ingin ngentot dengan Firman. Dia bahkan tidak memikirkan dia mau jadi bottom atau jadi top. Yang penting ngentot dengan Firman.

Dan Firman siang ini terlihat begitu tampan. Dia berkeringat selepas pulang dari sawahnya. Kakinya masih penuh dengan lumpur. Bulu kakinya membuat Bima deg-degan. Dan keringat di dadanya, membasahi sampai celana bola warna birunya membuat Bima ingin menjilati setiap jengkal tubuh Firman.

Mereka berbicara di sawah dekat kali seperti biasa. Bima sendiri baru saja menyiangi rumput yang ada di sawah. Firman kemudian mengajak Bima mandi.

"Adus ra (Mandi nggak)?" Tanya Firman.

Bima mengangguk. Dia pun mandi di dekat Firman.

Di kampung sudah biasa laki-laki mandi bersama. Tapi kali ini Bima merasa ada yang berbeda. Ketika dia mandi bersama Firman, dia melihat Firman berbicara dengan lebih perhatian kepadanya. Topik pembicaraannya juga serius.

Mereka mandi dengan masih menggunakan celana dalam. Firman memakai celana dalam berwarna biru yang karetnya sudah aus. Sepertinya celana dalam tersebut sudah lama tapi justru itu yang membuat Bima ingin mengendus selangkangan sahabatnya itu. Belum lagi jendolannya. Entah kenapa Bima merasa Firman sedang ngaceng karena jendolan Firman lebih tebal dan besar daripada biasanya.

"Bokongmu seksi juga ya?" canda Firman.

Bima melihat pantatnya.

"Ah mosok?"

Firman kemudian menepuk pantat Bima dengan sabun. Mereka tertawa-tawa. Ketika Bima mengambil sabun di dekat pancuran, Bima tidak sengaja menyentuh selangkangan Firman dan dia merasakan kontol Firman yang keras. Untuk membuat suasana tidak canggung, Bima kemudian tertawa.

"Ngaceng, Man?"

Firman tertawa.

"Normal lah... Wis suwe ra ngloco (Udah lama nggak coli)," kata Firman.

"Ngloco lah. Jarno gak kaku (Coli lah, biar nggak kaku)," kata Bima.

"Bareng po? Koyok mbiyen (Bareng apa? Kayak dulu)," tawar Firman tertawa.

"Hahaha wegah. Males aku ndelok kontolmu (Males aku liat kontolmu)," elak Bima. Padahal di dalam hatinya dia ingin sekali menyentuh kontol Firman.

"Rupamu (Anjing)," kata Firman. Keduanya tertawa.

Ketika adzan Maghrib terdengar keduanya terpisah.

Malam itu di rumah Bima makan bersama dan menonton TV seperti biasa. Tidak seperti biasanya Mbah Sinyo memberikan teh kepada Bima. Katanya bagus untuk kesehatan. Bima meminumnya tanpa banyak bertanya.

Malamnya Bima tertidur nyenyak sekali.

Dia bermimpi ngentot dengan Firman. Tubuh Firman ada di dimana-mana. Dia melihat Firman jongkok dan menjilati kontolnya.

Ketika dia membuka matanya, tangan Bima sudah diikat dan dia melihat Mbah Sinyo sedang melumat kontolnya. Matanya merem. Dia terus mengeluarkan suara-suara "hmmm mmmm" dari mulutnya. Menikmati sekali kontol cucu di mulutnya.

Bima kaget. Ketika dia mencoba bergerak dia makin kaget karena tangan dan kakinya terikat. Kemudian dia mendengar suara bapaknya.

"Tenang, Le. Iki hadiah ulang tahunmu (Tenang, Nak. Ini hadiah ulang tahunmu)," kata Pak Trisno.

Kemudian dia menurunkan celana pendeknya dan mendekatkan kontol hitamnya ke wajah Bima.

Tiga GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang