10

2.7K 73 5
                                    

Di sekolah Bima tidak bisa berkonsentrasi. Satu karena pantatnya baru terasa sakitnya. Cenut-cenutan dari tadi. Dua karena dia tidak sabar pantatnya yang nyeri sekarang diisi dengan kontol Pak Trisno. Dia sudah tidak peduli lagi dengan label. Dia suka kontol.

Yang lebih parah lagi pas pelajaran olahraga, Bima tidak bisa menyembunyikan kengacengannya. Yang membuat teman-temannya tertawa karena dikiranya Bima sedang ngaceng melihat Astuti, teman sekelasnya yang digosipkan naksir dirinya. Padahal sesungguhnya Bima lebih naksir guru olahraganya. Pak Budi yang baru berumu 29 tahun tapi badannya mulus dan kekar. Pantatnya pun menonjol seksi di balik balutan celana training itu.

Bima membayangkan memasukkan kontolnya ke lubang perawan Pak Budi dan akhirnya Bima memutuskan untuk coli di toilet sekolah saking tidak kuatnya. Pak Budi pernah buka baju di lapangan saat berolahraga. Walaupun dia orang Jawa, tapi dia punya bulu dada. Dan bulu dada itu rimbun sekali yang akhirnya jatuh ke perut dan menuju selangkangannya. Membayangkan ini Bima akhirnya muncrat.

Di perjalanan rumah, Bima tidak henti-hentinya berpapasan dengan laki-laki yang selama ini selalu menjadi perhatiannya. Dulu mereka hanya imajinasinya. Sekarang laki-laki ini menjadi target seksualnya. Kali saja mereka bisa menjadi partner ngentot.

Ada Pak Santoso, pemilik toko kelontong terbesar di desanya. Walaupun umurnya se Pak Trisno tapi dia seksi sekali. Mungkin karena dia punya darah Arab. Matanya besar dan senyumnya bagus sekali. Kalau saja jari-jarinya sebesar itu, apa kabar dengan kontolnya?

Kemudian ada Jonet, tukang angkut di pasar yang merupakan kakak temannya. Jonet badannya sungguh menggiurkan. Kering berotot karena pekerjaannya memang sudah jadi tukang angkut sejak umur 14. Jonet sudah menikah tapi belum punya anak. Wajah Jonet manis sekali.

Dan yang terakhir, selain Firman adalah Pak Handoko. Pak Handoko, tentu saja adalah bapak Firman. Hari ini Bima baru tersadar betapa miripnya Pak Handoko dengan putranya. Badannya pun hampir mirip, hanya saja Firman lebih tinggi. Tapi Pak Handoko lebih besar badannya.

Seperti halnya anaknya, Pak Handoko adalah petani. Wajahnya ramah dan hari ini Bima menyaksikan pantat Pak Handoko besar dan seksi sekali. Ketika Pak Handoko menanam padi hari ini, Bima bisa membayangkan mengentoti Pak Handoko dari belakang.

Belum lagi dadanya yang bidang dan ada bulu-bulu halus di pentilnya. Bima ingin menyusu. Membayang bisa mengentot Pak Handoko kemudian pantatnya diisi dengan kontol Firman membuat nafsu Bima melambung.

Sayangnya ketika pulang di rumah Pak Trisno dan Mbah Sinyo sedang ada di sawah. Kali ini Bima tidak mau mengganggu mereka. Biarkan saja mereka bekerja.

Bima akhirnya memilih untuk bermain bola di lapangan bersama anak-anak disana. Lumayan juga dia bisa menyaksikan anak-anak muda kampungnya berkeringat. Ketika adzan Maghrib terdengar, mereka berhenti bermain bola dan berjalan pulang.

Tadinya Bima mau mandi di pancuran tapi dia membayangkan Mbah Sinyo pasti mau menjilati keringatnya. Lumayan bisa membuang pejuh sore ini.

Begitu masuk pintu, dia mendengar suara desahan dan plok plok plok.

Suara orang ngentot. Mungkin Pak Trisno dan Mbah Sinyo sedang ngentot. Bima langsung tersenyum. Dia melepas celananya dari ruang tamu dan mulai mengocok kontolnya. Dia ingin memberikan kejutan ke Pak Trisno dan Mbah Sinyo dengan masuk ke kamar dengan kontol sudah ngaceng.

Ketika masuk kamar bapaknya, mulut Bima melongo.

Pak Trisno sedang memasukkan kontol besarnya ke lubang pantat seseorang. Tapi itu bukan Mbah Sinyo. Wajahnya lebih familiar.

"Assuuu enaaak, Tris, kontolmu (Anjing, enak kontolmu, Tris)," kata laki-laki itu.

Laki-laki yang berteriak menerima kontol itu adalah Pak Handoko, bapak Firman.

Dan menyadari anaknya ada di ruangan itu, Pak Trisno menoleh dan berkata, "Lho, Le, wis moleh? Arep melu kenthu ra? (Lho, Nak, sudah pulang? Mau ikut ngentot nggak)?"

Tiga GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang