13. Can't Deny

3.3K 247 15
                                    

Hari libur sebentar lagi akan usai, Javen bangun lebih dulu seperti pagi-pagi biasa nya. Kedua nya akan kembali ke aktivitas seperti biasa. Hugo yang bekerja dan pergi ke kampus, sedangkan Javen akan kembali mengajar. Sebenarnya ia ingin berhenti menjadi guru les sebab melihat Jazel yang sudah mahir jadi pria manis itu tidak perlu terus-menerus membayar jasa nya. Mungkin akan ia bicarakan nanti.

Membuka hordeng untuk melihat ke arah langit yang begitu mendung pagi ini, Javen melihat ke arah jam yang sudah hampir jam 8. Ia akan buru-buru membuat sarapan, sebelum melenggang ke dapur Javen sempatkan menengok ke arah rumah kecil Pino. Tubuh kecil itu meringkuk di selimut tebal yang di beli Javen.

"Selamat pagi~" Di usap nya pelan pipi sang anak, lalu beranjak dari sana setelah memastikan Pino tidak kedinginan.

Javen ke kamar mandi lebih dulu untuk membersihkan wajah nya dan gosok gigi. Setelah selesai ia memulai pergulatan nya dengan alat dapur, ingatkan Javen untuk tetap waspada agar dapur milik kekasih nya tidak hangus.

Meow~

Javen melihat Pino yang berjalan menghampiri nya. Anak itu sepertinya lapar melihat tubuh kecil itu yang begitu penasaran hendak melompat ke arah meja bar dapur. Javen mencuci tangan nya meninggalkan masakan nya sebentar untuk memberi Pino makan.

"Pino~ Meow~ Sini sayang~" Javen mengetuk-ngetuk mangkuk milik anak itu yang berada di depan rumah kecil nya. Namun Pino seperti tidak tertarik dan memilih diam memperhatikan Javen yang berjongkok dan memanggil nama nya. Dengan sabar Javen menunggu.

"Meow~ Meow~ Pino? ini mam kamu sini.. Meo—"

"Miaw. Pino?"

Suara lain ikut berpartisipasi jantung nya berdebar saat mendengar suara serak milik Hugo memanggil Pino. Bulu kuduk nya meremang, tiba-tiba usapan lembut di pipi nya terasa. Javen dengan cepat berdiri dan menuju ke dapur meninggalkan kedua makhluk itu di ruang tamu.

"H—hugo tolong jagain Pino, biar Javen selesain masak nya dulu," Javen berujar gugup tanpa menatap yang lebih tua. Ia menepuk-nepuk pipi nya agar fokus tanpa memikirkan hal-hal lain.

Ia lihat Pino duduk bersama Hugo di sofa, dengan Pino yang memakan makanan di mangkuk milik nya sedangkan Hugo menonton televisi. Javen tersenyum melihat itu, walau terasa canggung sebab mereka terlihat seperti.. keluarga.

———

Hugo melipat satu kaki nya di atas kursi, ia selesai lebih dulu menghabiskan sarapan. Di lihat Javen nya yang masih sibuk mengunyah dengan memperhatikan Pino yang berada di rumah kecil nya. Menahan untuk tidak menciumi gemas pipi sang kekasih.

"Kalo ujan nya reda nanti kita ke kafe," Hugo berujar tiba-tiba.

"Kamu ada urusan?"

Hugo menggeleng setelah menenggak air dari gelas nya, "Mau maen aja."

"Kaya nya bakal lama reda nya, ini udah mau siang tapi masih deres.."

Javen berbicara sembari menumpuk piring kotor untuk di bawa ke wastafel, Hugo memilih mengikuti yang lebih muda dari belakang.

"Kalo ga reda-reda ya ga jadi, di rumah aja kita ciuman." Javen mendelik tajam ke arah belakang menatap wajah Hugo yang tersenyum tanpa dosa. 

"Mandi dulu sana" Suara nya kelewat kecil namun Hugo tetap dapat mendengar, dengan sorakan kemenangan yang lebih tua berlari ke arah tangga menuju kamar. Javen hanya menggigit bibir nya gugup.

Setelah selesai mencuci piring, Javen mengajak Pino bermain di ruang tamu. Tubuh kecil itu melompat kesana-kemari membuat nya gemas. Hujan semakin lebat dengan gemuruh petir, ia menengok sesekali ke atas ke arah kamar. Hugo belum muncul lagi, Javen menpuk pipi nya saat sadar diri nya seperti mendamba sesuatu.

WATERMARK  |  HEEJAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang