Javen terus menerus melirik ke arah jam ponsel nya, Hugo sedikit telat menjemput nya. Dengan lesuh ia duduk meminjam bangku tukang batagor yang sedang berhenti di sebrang kampus. Mengibaskan kerah kemeja putih nya dengan agresif sebab matahari sedang terik.
"Ish! Lama banget sih Hugo" Javen celingak-celinguk lantas beralih menatap abang batagor. "Bang, batagor satu ya. Jangan pake saus, kasih kecap sama sambel kacang aja."
"Siap, mas!"
Sembari menunggu batagor nya jadi, Javen melirik ke ponsel nya ia membuka roomchat nya dengan sang kekasih. Namun suara motor berhenti di hadapan nya terdengar, wajah nya mendongak, mata nya sedikit menyipit sebab cahaya matahari.
"Javen, belom balik?" Ah, itu Reygo teman sejurusan nya.
"Belom nih, tapi Javen lagi nunggu jemputan. Makasih ya bang." Javen menjawab sembari tangan nya menerima batagor.
"Bareng aja sama gua, mau ga?"
Javen memasukkan sepotong batagor besar ke mulut nya, dengan susah payah ia mengunyah saat pria di hadapan nya mencoba mengajak nya mengobrol. Javen beralih menggeleng lalu mencoba menolak.
"Ngga usah.. beda jalan juga, nanti repot."
Kembali mengunyah batagor nya dengan hikmat tanpa memedulikan teman nya itu, Javen tidak risih hanya saja ia tidak ingin terlalu dekat dengan teman kampus nya.
"Tapi bener lo gak apa-apa di sini? Panas lho ini?"
"Gak apa-apa, itung-itung nemenin abang nya mangkal." Javen menyenggol lengan abang batagor tanpa tahu malu yang mana di balas gelak tawa.
"Yaudah gua cabut duluan ya."
"Iya-iya!" Javen hanya mengangguk dengan senyum kaku.
Tin!
Tubuh nya terlonjak di kursi yang ia duduki, menengok ke belakang lalu mobil Hugo terlihat. Sang empu nya keluar dengan raut kesal, Javen tertawa melihat nya. Pasti pria itu melihat Javen mengobrol tadi.
"Ayo pulang."
"Bayar dulu batagor nya.." Javen terkekeh sembari menunjukkan plastik batagor yang ia genggam. Dengan cepat Hugo mengeluarkan dompet nya lalu menarik lengan yang lebih muda. Javen terseret-seret namun ia tidak merasa sakit malah merasa lucu sebab Hugo nya yang cemburu buta.
"Hugo ini abisin.." Javen menyerahkan sisa-sisa batagor nya ke arah sang kekasih yang mana di ambil dengan kasar, lalu yang lebih muda terkekeh.
"Ada orang cemburu di kasih batagor."
"Apasih! Lagian ngapain cemburu orang cuma ngobrol singkat."
"Aku tau ya, itu tadi cowok dekil mau nawarin pulang bareng." Javen terkikik geli, bisa-bisa nya Hugo mengatakan hal jelek seperti itu. Tangan Javen beralih memukul pelan bibir tipis itu.
"Tapi kan Javen tolak, udah ah jangan di bahas. Pulang ayo cepetan, Javen mau main sama Pino."
"Yaudah suapin," Kata Hugo kembali memberikan batagor itu ke Javen. Lalu Hugo menjalankan mobil nya.
———
Javen mengusel-ngusel gemas wajah Pino, kedua nya tengah bersantai di ruang tamu dekat jendela. Cahaya jingga dari matahari sore menerpa wajah nya. Ia lantas mengambil ponsel untuk memotret Pino yang ingin memanjat jendela.
Tiba-tiba suara pintu di ketuk terdengar, Javen melihat ke arah kamar yang mana Hugo sedang fokus ke arah laptop nya. Tanpa ingin mengganggu pria itu, Javen berjalan untuk melihat siapa yang bertamu.
"Sebentar ya.."
Cklek
Javen diam sebentar, ternyata yang bertamu seorang wanita. Ia menelisik wajah itu, seperti tidak asing.
"Lo temen nya Hugo kan? Kalo boleh tau, Hugo ada ga di rumah?" Javen makin terdiam, alis nya terangkat satu lantas seperkian detik ia mengangguk.
"Hugo!!! Sini turun, ada yang nyariin!"
Suara langkah kaki terdengar ia meihat kekasih nya mengusak rambut frustasi sebab merasa terganggu. Namun Javen tau pria itu tidak marah pada nya.
"Siapa sih sa— anjir lo ngapain?!" Javen menatap kedua nya lantas memundurkan tubuh nya dari posisi tengah-tengah. Namun pinggang nya di tangkap dengan cepat oleh lengan yang lebih tua. Membuat punggung Javen menempel ke dada Hugo.
"Hugo, plis bantuin aku kali ini aja plis.." Javen masih diam menyimak saat wanita itu mulai menangis.
"Reiqa lo bener-bener stress sumpah, dari semua banyak orang kenapa lari ke gua sih? Hah?!"
"Karena cuma lo doang yang bisa bantuin gue Hugo!!"
"Gila! Mending lo cabut cepetan." Bukan nya menurut, wanita itu mendorong tubuh Javen ke samping dan memeluk Hugo. Tak tanggung-tanggung, di cium nya bibir sang kekasih.
Javen yang melihat itu, menatap tak percaya. Tanpa berniat membantu sang kekasih, Javen melipat kedua tangan nya di depan dada. Anggap saja tontonan drama gratis. Javen lihat rahang itu mengeras, dan sebentar lagi—
Brugh!
"Awsh.."
"CUIH! LO MILIH CABUT ATAU GUA SERET-SERET DI ASPAL?!"
"HUGO!! PLIS! LO GA MUNGKIN SAMA TUH COWOK KAN?! LO TUH LURUS GO! SADARRR"
Tubuh itu terdorong keluar dengan pintu yang tertutup kencang. Hugo menempelkan dahi nya di balik pintu, mengatur nafasnya sebelum berbalik menatap Javen yang menatap nya tanpa ekspresi. Seperti tatapan pertama kali mereka bertemu, kosong.
"Sayang.. maaf."
Javen memilih memalingkan pandangan nya, lantas menarik nafas dan menarik tangan Hugo untuk ia ajak ke atas. Javen menyuruh yang lebih tua duduk di sisi ranjang lalu ia menduduki paha kokoh itu.
"Bukan salah kamu, emang dia yang gila kok." Di usap nya dengan sayang dahi yang lebih tua, menyingkirkan helaian poni yang mulai menutupi penglihatan.
Hugo menghela nafas lega, ia kira Javen akan salah paham. Ternyata pria manis nya tidak gegabah seperti diri nya, dengan erat lengan nya memeluk pinggang ramping itu. Menelusupkan wajah nya menghirup aroma khas tubuh Javen.
"Aku rasa nya mau pindah aja deh, biar ga ada yang ganggu kita."
"Ide bagus, Bunda juga sempet nyuruh kita pindah kan."
"Tapi ga ke desa kamu juga, sama aja ada yang ganggu." Hugo mendengus membuat Javen terkekeh.
"Biar impas hahah!"
Decakan terdengar, Hugo mengangkat wajah nya lantas meraup bibir plum yang lebih muda. Javen tak keberatan, ia ikut melumat bibir bawah dan atas milik Hugo. Menghapus bekas yang di tinggalkan wanita tadi. Mengingat itu Javen makin bringas, tangan menekan tengkuk Hugo.
"Ah.."
Bukan itu bukan Javen, suara desahan ringan Hugo keluar. Javen begitu lihai, sampai lidah nya ikut serta. Yang lebih tua menyeringai, menyukai sisi Javen yang baru ini.
"Pinter banget sih." Puji Hugo saat tautan kedua nya terlepas. Javen tersenyum kelewat manis, dengan gemas ia membanting tubuh itu ke ranjang dan mengukung nya.
"Masih sore.." Cicit Javen pelan.
"Berarti nanti malem aja?"
Anggukan di berikan, Hugo menggigit bibir nya gemas. Kedua jari nya lantas mencubit gemas puting milik Javen yang menyembul di balik kaus putih tipis.
"Ugh.. Hugo?!"
"Gemes sayang."
———
KAMU SEDANG MEMBACA
WATERMARK | HEEJAKE
FanfictionDi titipkan seorang anak laki-laki dari desa yang baru saja menginjak dewasa membuat Hugo tidak pernah sefrustasi ini selama hidupnya, namun agar tetap menjadi anak yang patuh. Hugo Nathaniel terpaksa menjaga Javen Arastha anak dari kerabat sang Bun...