28 : Another Stage of Grief

16K 847 9
                                    

Terima kasih buat semua yang udah setia ngasih dukungan buat cerita ini dari awal publish sampai sekarang bisa rank #1 dari kesekian stories yang lebih bagus😭🙏🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terima kasih buat semua yang udah setia ngasih dukungan buat cerita ini dari awal publish sampai sekarang bisa rank #1 dari kesekian stories yang lebih bagus😭🙏🏻

Author post siang ini buat nemenin yang mungkin lagi macet perjalanan mudiknya, moga lancar terus sampai tiba ke kampung halaman ya!

Enjoy!

Dominic telah dipindahkan ke kamar inap, sebenarnya ia memaksa untuk pulang saja sebab luka-lukanya sudah diberi perawatan. Namun Alya kekeuh, akhirnya pria itu hanya menurut ke sang Mama.

Karena malam telah larut dan besok harus bekerja atau bersekolah, keluarga Kaliandra dan Kartasasmita sudah pamit pulang kembali ke rumah masing-masing. Hanya Dominic dan Alya di kamar. Tak ada teman atau kerabat. Dari sejak kematian Dixon, hanya tertinggal Ibu dan Anak itu menghadapi kerasnya kehidupan.

"Mama tidur aja, Vincent nggak bisa tidur," pinta Dominic sebab Mamanya itu sudah terlihat mengantuk tetapi berusaha terjaga untuk putranya, "Tolong matiin lampu juga ya?"

Alya mengangguk pasrah, ia melangkah untuk mematikan saklar lampu lalu menuju sebuah ranjang khusus penjaga pasien untuk beristirahat.

Usai memastikan Mamanya sudah tertidur, Dominic menengok ke paha kirinya. Sudah ada perban panjang melingkari luka pada pahanya. Pria gila itu tersenyum melihat hasil sayatan penuh kecemburuan gadisnya, Dominic memang gila karena telah menyuruh kekasihnya untuk melukai dirinya.

Tapi, kekasihnya juga gila karena menuruti kemauannya.

Benar-benar pasangan orang gila.

"Kita memang berjodoh, Vi," gumam Dominic seraya mengelus perbannya, "Kita sama-sama sakit, bedanya kamu suka menyakiti diri sendiri. Sedangkan aku suka menyakiti orang-orang yang membuatmu begitu."

"Jadi, jangan pergi dari hidupku, ya?" tanyanya seraya menatap ke arah pintu kamar yang terbuka. Gemerlap lampu dari luar ruangan sedikit memperlihatkan siluet seorang perempuan, berjalan dalam diam mendekati ranjangnya. Dominic sengaja menggeserkan tubuhnya untuk memberikan spasi bagi orang itu.

Perempuan itu merebahkan diri di atas ranjang luas Dominic, menaruh tangannya di atas dada pria itu.

Dominic dapat mencium aroma wangi vanilla favoritnya dari tubuh perempuan itu, senyuman makin tertarik di ujung bibir Dominic ketika bibir perempuan di sampingnya menyentuh pipinya lembut.

"Tidur," titah suara merdu dan tegas itu pelan tepat pada telinganya.

Dominic mengangguk menurut, ia menggenggam tangan perempuan yang berada di atas dadanya. Dikecupnya dahi mulus itu lama sebelum kantuknya datang.

Kenyamanan ini adalah obat tidur bagi Dominic.

_~_

Hari ini mood Eleanor sudah hancur pagi-pagi karena harus menyaksikan drama kakak keduanya dengan sang pacar perempuan. Sebenarnya Eleanor sudah ingin memesan taksi namun ditahan oleh Ravelio yang memaksa untuk mengantarkannya sebab sudah berjanji untuk mengantarnya semalam.

The Return of Villain Sister (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang