"Seriusan nih lo gak apa-apa ajak gue ke mall? Katanya uang gajihan kemarin buat nabung beli rumah," ucap Wulan ketika mereka berdua telah sampai di timezone.
"Nabung mah masih bisa bulan depan. Jadi apa salahnya kalau kita foya-foya sedikit hari ini." Fahdan mulai mengamati beberapa spot permainan yang sepi pengunjung atau dalam kata lain tidak banyak orang mengantri mengingat waktu yang masih menunjukkan pukul 1 siang.
"Main itu, yuk!" Fahdan menunjuk tempat capitan boneka yang kosong.
"Terserah deh, yang banyak uang mah bebas."
Wulan pasrah saja mengikuti tarikan Fahdan dipergalangan tangannya. Rasanya tidak salah juga jika Wulan sedikit menghibur dirinya sendiri.
"Nah, kalau permainan ini gue jagonya, Lan. Cepat pilih lo mau boneka yang mana," ucap Fahdan menyombongkan diri.
"Coba ambilin boneka dino dipojokan sana tuh kalau bisa." Wulan mendekat ke arah mesin capitan boneka yang lain untuk mencoba peruntungannya.
"Yang ijo? Yaelah easy men."
Bak seorang ahli dibidangnya, Fahdan memutar handle dengan percaya diri.
Hap. Fahdan mendapatkan satu meski itu bukanlah boneka yang Wulan inginkan.
"Mesinnya salah ini pasti, udah jelas-jelas tadi gue ambil boneka dino, tapi yang keluar malah monyet."
"Kadang terlalu sombong itu gak baik juga lho, Dan," ucap Wulan setengah menyindir.
"Sabar, ini baru pemanasan."
Sepuluh menit sudah kedua anak manusia itu berdiri di sana. Wulan mulai bosan dan mengajak Fahdan untuk mencoba permainan yang lain. Semua tempat mereka coba mulai dari street basketball, VR game, arcades games, monster drop extreme, whack n win yang ternyata Wulan lebih hebat dari Fahdan, sampai yang terakhir mereka coba adalah photo box. Rasanya kurang afdal jika pergi ke timezone tidak mampir ke photo box, benar bukan?
"Ya ampun, ini gaya apaan coba? Kalau anak murid lo lihat pasti syok berat, Fahdan," ucap Wulan seraya menunjuk mimik aneh yang dibuat oleh Fahdan difoto itu.
"Cuma di depan lo doang gue kayak begitu. Aslinya kan gue kulbet," jawab Fahdan seraya menyugar rambutnya ke belakang.
"Kulbet apa sih? Makin aneh aja Pak guru yang satu ini." Wulan terkikik.
"Kul banget. Kurang gaul sih lo, sibuk gamon terus."
"Apa sih? Mau gue pukul, huh!?"
"Ampun, kanjeng ratu. Oh iya, kita cari makan dulu yuk. Lo kan belum makan siang, Lan." Fahdan segera mengubah topik pembicaraan.
"Nanti aja deh di rumah, tanggung udah sore juga."
"Masih ada waktu, di rumah mah nanti paling digabung sama makan malam. Iya kan?"
"Gue lagi menghemat, Fahdan."
"Udah ah, gue traktir hari ini!"
Tanpa menunggu persetujuan Wulan, Fahdan langsung menyeret gadis itu menuju tempat makan yang berada di dalam mall.
Mungkin orang akan mengira jika mereka berdua tengah berkencan hari itu. Fahdan memang selalu memperlakukan Wulan dengan baik sampai terkadang Wulan merasa segan dan tidak enak hati pada lelaki itu. Fahdan sudah sedemikian baik pada dirinya, tapi perasaan Wulan masih tetap sama. Ia hanya menganggap Fahdan sebagai seorang sahabat, tidak lebih.
Sembari menunggu Fahdan memesan makanan, Wulan memutuskan pergi ke toilet terlebih dahulu untuk memastikan bahwa penampilannya masih tetap rapi.
"Kamu apa engga berusaha ngomong sama Raka buat dinner romantis sama Jesika? Saya udah ketemuan lho sama keluarganya, gak enak kalau sampai engga jadi lagi." Suara itu terdengar cukup familiar bagi Wulan. Perlahan gadis itu mulai berjalan mengendap dan menguping dari balik pilar besar yang berada tidak jauh dari pintu keluar toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARTA TAHTA MAS DUDA
Romance"Saya terima nikah dan kawinnya, Wulandari Ayunda binti Muhammad Damar Sudirman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Suara Wiraka Andy Pramudya terdengar sampai ke telinga Wulan yang berada di dalam kamar. Ia tak menyangka jika mulai hari ini...