Setelah membantu Wiraka menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, Wulan langsung pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Seadanya saja, Wulan hanya memasak sayur asem, tahu, tempe dan nugget kesukaan Xavier.
"Sayurnya dimakan, kok malah dipisah-pisahin begitu sih?" Wulan menegur kedua lelaki berbeda usia itu yang hanya menatapnya datar.
"Gak suka." Wiraka menjawab.
"Saya cuma bisa masak itu. Di rumah juga gak ada bahan masakan yang lain," ucap Wulan apa adanya.
"Sayur asemnya enak, tapi saya gak suka daun atau apapun itu yang berwarna hijau," terang Wiraka yang langsung diangguki oleh Xavier.
Ternyata papa dan anak sama saja. Pantas Tante Yasmin kerepotan mengurus mereka berdua.
"Ya udah terserah deh, asal habis ini kalian minum obat dan istirahat," final Wulan seraya membawa piring bekasnya menuju wastafel.
"Kamu engga ke sekolah?" Wiraka mengikuti Wulan.
"Gimana bisa saya pergi ke sekolah dan meninggalkan kalian berdua?"
Wiraka tak lagi bertanya, pria itu melangkah ke ruang tamu dan mencari sesuatu.
Setelah beres dengan pekerjannya, Wulan pun menghampiri Wiraka.
"Cari apa sih, Pak?" Tanya Wulan penasaran.
"Semalem pas ke sini saya bawa tas gak ya?" Ucap Wiraka seraya membolak-balik bantal kursi itu berulang kali.
"Tas hitam besar? Semalam dibawa Mas Reza pulang."
Wiraka beroh ria seraya mengangguk paham, "Ya udah saya langsung ke kantor aja kalau gitu."
"Lho, Bapak kerja hari ini? Jangan dulu Pak, kondisi Pak Wiraka masih lemah."
"Saya udah engga apa-apa. Pusing karena baru bangun tidur aja tadi."
"Apaan? Orang mukanya aja masih pucat begitu kok."
Wulan berjinjit dan menempelkan punggung tangannya pada pipi, dahi, dan leher Wiraka untuk sekilas.
"Tuh, masih anget juga, Pak. Mending Bapak nurut deh sama saya."
"Kenapa saya harus menurut? Memang kamu siapa?" Ucap Wiraka. Ia sedikit menunduk untuk menatap gadis yang lebih pendek darinya itu.
Wulan kehilangan kalimatnya. Jika dipikir-pikir iya juga ya, untuk apa Wulan mengkhawatirkan Wiraka? Apa Wulan sudah mulai bersimpati kepada pria itu? Oh, tentu jangan Wulan, ingatlah tujuan awalmu untuk balas dendam!
Gadis itu segera menggeleng membuat Wiraka mengernyit bingung.
"Kamu kenapa?"
"Gak apa-apa, saya cuma pusing. Semalam kurang tidur." Wulan menjawab jujur. Ia kembali menghampiri Xavier yang malah tiduran di meja makan.
"Terserah Bapak aja deh. Mau berangkat kerja ataupun engga, saya bodo amat, yang pasti Xavier hari ini engga boleh dibawa kemana-mana. Biarin dia sembuh dulu." Wulan melanjutkan.
"Siapa juga yang mau bawa Xavier pergi? Kamu memang harus bertanggung jawab karena telah membuat anak saya sakit." Wiraka berdiri diambang pintu kamar seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Wulan mendelik tak terima.
"Apa? Kalau kamu gak bawa anak saya hujan-hujanan dia gak mungkin sakit," sambung Wiraka.
"Saya gak mungkin hujan-hujanan kalau Mas Reza gak telat jemput," bela Wulan atas dirinya.
"Reza ada urusan mendesak yang gak bisa ditinggalkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
HARTA TAHTA MAS DUDA
Romance"Saya terima nikah dan kawinnya, Wulandari Ayunda binti Muhammad Damar Sudirman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Suara Wiraka Andy Pramudya terdengar sampai ke telinga Wulan yang berada di dalam kamar. Ia tak menyangka jika mulai hari ini...