Chapter 6

8 4 0
                                    

Happy Reading
__________________

Tangisan hanya mengacaukan segalanya, tapi senyuman membuat mereka yakin aku tegar.

_Rania putri anaya_

Jam sebentar lagi menunjukkan pukul 09 malam saatnya, Rania pulang ke rumah karena caffe sebentar lagi akan di tutup. Tak lupa ia berpamitan sama yang lain dan ingin juga berpamitan dengan tante Lisa sedari tadi ia tak melihat wanita itu akhirnya ia memutuskan untuk pulang saja.

"Gays kalau, tante Lisa nanyain gue bilangin aja udah pulang ya." ujar Rania di angguki beberapa pelayan.

"Yaudah kalau gitu gue diluan." sambunyangnya.

"Hati-hati." ucap Angga yang kini pelayan caffe juga.

Di pertengahan jalan, Rania tiba-tiba saja di basahi hujan namun ia terus saja menerobos hujan itu. Kalau ia berteduh yang pasti ibunya akan khawatir dengannya.

Sementara di rumah, Refa dan kedua orang tuanya saling ribut-ributan. Dinda pusing sendiri karena kelakuan anaknya yang sudah berlebihan.

"Udah lah bu, jangan ngehalangin aku. Lagian ngapain juga aku tinggal di rumah ini?"

"Kamu mau apa sih?" tanya sang Ibu dengan nada yang serak.

"Aku mau kaya bu! Aku nggak mau di katain teman terus." ujarnya.

"Refa kamu sudah besar setidaknya kamu mengerti dengan keadaan kami," ujar Ayah.

"Ha? Mengerti kalian bilang? Yang ada bikin aku susah tau nggak hidup di keluarga MISKIN kayak gini!" ia menekan perkataannya setelahnya ia pergi dari rumah. Sudah menjadi kebiasaan Refa pergi dari rumah pulang pagi itupun tidak lama.

Rania mendenggar semuanya ia pun mencelah adiknya, "Apaan sih kak? Lepas!" Refa melepas kasar tangan Rania membuat Rania sedikit tersorong dan menatapnya tajam.

Plak...
Satu tamparan ia layangkan ke pipi sang adik itu membuat pria itu memegangi pipinya.

"Dimana otak kamu, Refa? Kamu sudah keterlaluan tau nggak!" geram Rania.

"Kakak nggak nyangka, kakak pikir kamu bakalan mengerti ternyata tidak." amarah Rania mulai meninggi ia menggepalkan tangannya.

"Kak! Aku muak dengan semua ini jadi jangan bikin aku pusing! Aku capek, kak aku capek hidup susah." tekan Refa dengan meneteskan air matanya.

Rania ikut meneteskan air matanya, "aku tau soal itu, Ref. Tapi setidaknya kamu hargain Ayah sama Ibu! Jangan bikin mereka menambah beban pikiran begini, Refa." tekannya dengan air mata yang terus turun membasahi wajahnya.

Refa mengusap air matanya kasar, "Terserah, kakak aku mau pergi." lirihnya ia pun meninggalkan Rania.

"Refa!" teriaknya namun tak di gubris oleh pria itu.

Rania menatap punggung adiknya yang semakin jauh di matanya ia pun menatap kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu, terlihat Ayah sedang menenangkan ibu akibat ulah refa yang membuat ibu pusing.

"Ibu," lirih Rania.

Rania berhamburan kepelukan sang ibu tak lupa dengan tangisannya. "Maafin, Rania karena belum bisa ngedidik, Refa dengan baik, buk." ia mendekap ibunya kuat.

Kisah Rania (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang