Happy Reading
__________________Aksel kembali dengan satu plastik putih kecil yang ia gengam. Refa dan, Devan terlihat sedang mengobrol tapi ketika melihat, Aksel mereka berdua merubah pembicaraannya.
"Lo nggak ada niatan bikin geng motor kita kayak dulu lagi? Sudah lama loh kita hentiin, gue bosan." ujar Devan seraya menatap, Refa.
"Nih." Aksel memberikan nasi uduk kepada Refa yang disuruhnya tadi.
Refa berfikir sejenak, "Gue belum ada niatan. Nanti aja gue kabarin sama kalian berdua tapi, menurut gue sih nanti sehabis lulus SMA aj-"
"Setuju sih kata gue!" pekik, Devan memotong ucapan, Refa. Aksel hanya menyimak saja percakapan keduanya.
Refa melototkan matanya ingin rasamya ia menyumpal mulut temannya itu. "Gue sih ngikut-ngikut aja." ucap Aksel.
"Oh ya bang, lo lagi punya masalah?" tanya Aksel.
"Hmm." jawab Refa seraya menutup matanya tak lupa dengan kedua tangan yang ia gunakan untuk bantalan kepala.
Aksel mengangguk mengerti. Aksel tipak orang yang tak ingin mencampur hidup masalah orang lain, tapi ini masalah sahabatnya padahal, Aksel sudah terbuka dengan mereka tapi keduanya masih saja tertutup hal ini lah yang membuat, Aksel ingin mencari tahunya sendiri.
Walaupun ia sudah tahu kalau keluarga, Refa bagaimana tapi sepenuhnya dia belum tau, terlebih lagi, Devan yang banyak rahasianya.
Refa pulang ke rumah sudah larut malam, ia melihat rumahnya sudah sepi dan sunyi. Refa yang ingin masuk ke kamar tapi langkahnya terhenti karena mendenggar isakan seseorang.
Refa melihat kamar kakaknya terbuka sedikit membuat dirinya penasaran akhirnya ia pun melihat keadaan sang kakak.
Terlihat, Rania sedang menangis dengan kaki yang ia peluk. "Kak?" panggil, Refa pelan. Rania mengangkat wajahnya. Refa sedikit kaget melihat keadaan kakaknya, wajah lembab, mata yang sudah bengkak dan hidung yang memerah dan juga kamarnya yang berantakan tak lupa dengan serpihan kaca yang berserekan.
"R-refa? Kamu nga-ngapain?" tanya, Rania dengan nafas yang tersedu-sedu.
Grep...
Refa memeluk tubuh kakaknya itu, Refa merasakan gemetaran pada gadis itu. Ia tau, Rania sekarang sedang tidak baik-baik saja."Kakak gak usah nangis sekarang ada aku disini, kakak tenang ya?" ujarnya dengan mengelus rambut Rania.
Ia menatap wajah, Rania di sana ia kaget karena melihat pipinya yabg memar. Refa mengepalkan tangannya erat nafasnya sedikit kurang teratur, ia yakin ini pasti ulah ayahnya.
Dirinya tidak akan tinggal diam, "Lihat aja, yah akan ku balas semua perbauatan yang kamu lakukan kepada kak Rania!" batinya.
"Kakak tunggu sini aku ambilin kompresan air dingin dulu ya." Rania tak mengubris ia hanya diam dengan menatap gerak-gerik sang adik.
Refa kembali dengan mangkuk juga handuk kecil di tangannya. Ia meramas handuk itu dan menatap sang kakak yang diam dengan tatap kosongnya itu.
"Kak, maaf yah aku gak bisa ngelindungin kakak tapi nanti aku akan selalu 24 jam sama kakak." ujarnya dengan mengompres-ngompreskan air dingin itu di wajah, Rania.
"Gak apa-apa kamu gak salah sudah seharusnya kakak di giniin lagian ayah juga memang gak suka sama kakak, kok."
"Jangan ngomong gitu, aku janji-"
"Kakak mau kamu gak bakal keluar-keluar lagi dari rumah ini, itu aja." Rania khawatir dengan adiknya karena kemarin-kemarin dia gak pulang sudah 2 hari bukan kemarin saja di hari lain dia pergi dari rumah seminggu lebih bahkan tidak ada kabar sama sekali.
Refa terdiam, "Aku gak janji, kak" jawab Refa. "Tapi nanti aku gak lama-lam kok kalau perginya." sambungnya.
Rania hanya diam tanpa menjawab, "Shh aww!" ringis Rania kala, Refa tak sengaja memegang tangan, Rania yang luka karena serpihan kaca.
"I'm sorry sis, I didn't mean to, I didn't see it either." ujarnya panik dirinya pun mengambil tangan kakaknya dengan pelan seraya meniupnya.
"It's okay, you don't know about this either." ujarnya.
"Tunggu sini, aku ambilin p3K."
"No need, this is just a small wound." Rania mencegahnya.
"NO! even though it is small, it is very dangerous. I will treat it!" Refa segera mengambil p3K.
Rania terharu dengan adiknya yang bersifat sedemikian, seandainya saja ayahnya juga bersikap begini ia pasti akan senang dan betah seharian di rumah.
Waktu menunjukkan 00.35 malam, Refa melihat kakaknya yang sudah tidur di pahanya sebagai bantal itu tersenyum tipis, ia mengelus lembut rambut panjang milik kakaknya dengan penuh kasih sayang.
"Cantik." lirihnya seraya tersenyum. Refa sang adik saja terpana sama kecantikan kakaknya sendiri.
"Damai bangat tidurnya." Ia mengangkat tubuh, Rania ke atas ranjang dengan pelan agar tidak menganggu tidur lelap sang kakak.
"Mimpi yang indah ya, kak." ia mencium pucuk kepala kakaknya seraya memandangi wajahnya.
"Kakak pasti capek seharian nangis terus. Refa nggak rela kakak selalu di giniin ayah, aku janji akan selalu menjaga kakak di manapun kakak berada."
"Refa, mau kakak dapat lelaki yang pantas yang baik yang bisa jadiin kakak ratu, sebaliknya kalau di kasar sama seperti ayah, Refa nggak bakal tinggal diam!" ujarnya dengan penuh penekanan.
Ia pun segera pergi dari kamar kakaknya setelah membersihkan serpihan-serpihan kaca dikamar Rania, tak lupa menutup pintu kamarnya.
Disisi lain.....
Indra sendiri belum saja tidur ia sedang menghubungi seseorang.
"Gimana, Gilang apakah pernikahan ini akan jadi?"
"Tenang saja, Indra tetap pernikahan itu aka terjadi hanya saja butuh beberapa minggu untuk Rasya berfikir.
"Baik saya akan tunggu nanti."
Tut...
Via telefon putus secara sepihak. Gilang menaruh handphonenya di saku celana dan melihat Rasya yang ternayata sedari tadi mendengar pembicaraan papahnya."Dari mana aja kamu?" tanya Gilang.
"Bukan urusan, papah!"
"Pah, Rasya gak mau tau pokoknya papah batalin pernikahan ini sama om Indra! Rasya punya pacar pah!"
"Gak usah banyak protes kamu!"
"Tapi pah-"
"Gak ada tapi-tapi! Keputusan papah sudah bulat!" bentak Gilang. Gilang meninggalkan Rasya sendiri di ruang tamu.
"Arggh!!" geram Rasya. Ie mengepalkan tanganya kuat-kuat. Mau gimanapun ia akan membatalkan pernikahan ini apapun caranya.
Dirinya tak ingin menikah terlebih lagi sama orang yang ia tak kenal maupun cinta. Ia masih bingung kenapa papahnya itu tidak menyukai Cahya? Padahal Cahya orang yang baik-baik saja tapi papahnya selalu mengatakan bahwa,.
"Cahya itu nggak baik buat kamu, yang ada dia akan membawah kamu ke hal-hal yang nggak bagus, dia hanya akan memanfaatkan kamu, Rasya."
Sudah jelas-jelas Cahya orang baik-baik menurutnya, dia bahkan tidak memanfaatkannya.
Rasya masih bingung, papahnya memandang cahya dari segi apa sampai bisa mengatakan bahwa gadinya itu perempuan yang tidak baik untuknya.
Tbc
Oghe segitu dulu yaww jangan lupa mampir akun ig @claoudiefaa_ biar tau kapan upnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Rania (Hiatus)
Ficção AdolescenteAku Rania, Rania putri anaya, adalah salah satu anak dari Ayah Indra Ariwibawa dan Ibu Dinda safitri. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara adikku tak lain bernama Refaldi Adriel Raymond Aku pengen sekali kuliah biar kataku "Sama seperti mere...